Jangan Khianati Amanat

Oleh : Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior Mi’raj News Agency (MINA)

Di dalam Al-Quran Allah berfirman:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تَخُونُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُوا أَمَانَاتِكُمْ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ

Artinya, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati -amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (QS Al-Anfal [8] : 27).

Sebab Turun Ayat

Sebab turun (asbaabun nuzul) surat Al-Anfal ayat 27 dalam suatu riwayat, saat pembebasan Bani Quraidzah oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam beserta pasukan para sahabatnya.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam kemudian memerintahkan kepada Bani Quraidzah untuk taat terhadap apapun keputusan atau ketetapan dari yang dutunjuk Rasul, yakni Saad bin Muadz. Mereka pun menyepakatinya.

Namun, mereka memohon kepada Nabi untuk mengutus Abu Lubabah kepada mereka. Nabi pun memenuhi permohonan mereka. Selanjutnya, saat Abu Lubabah telah hadir di hadapan mereka, terjadilah dialog antara mereka dengannya.

“Wahai Abu Lubabah, haruskah kami menaati perintah dari Saad bin Muadz?” tanya Bani Quraidzah.

Abu Lubabah menjawab, “Demi Allah, jika kalian mematuhinya maka kalian seperti ini”. Abu Lubabah sambil menaruh tangannya di lehernya seperti ingin memotongnya. Ini dimaknai jika Bani Quraidzah tetap mematuhi perintah Saad bin Muadz, maka mereka seperti memotong leher mereka sendiri atau bunuh diri.

Setelah kejadian itu, muncul rasa bersalah dari dalam hati Abu Lubabah, karena telah berusaha membuat Bani Quraidzah berkhianat terhadap janji mereka kepada Rasulullah untuk taat terhadap Saad bin Muadz.

Lalu segera Abu Lubabah berlari menuju Masjid Nabawi di Madinah dan mengikatkan dirinya di tiang masjid. Dia bersumpah tidak akan membuka tali tersebut kecuali Rasulullah sendiri yang melepasnya. Semua orang berkerumun dan berusaha membujuk Abu Lubabah untuk membuka ikatannya.

Maka, dengan penuh penyesalan ia berkata, “Demi Allah, aku tidak akan membukanya, hingga Rasulullah yang membukanya dengan tangan beliau sendiri.”

Rasulullah yang mengetahui kejadian tersebut, segera bergegas menuju Masjid Nabawi. Sesaat setelah tiba di masjid, Rasulullah segera melepaskan ikatan tersebut, dan memberitahukannya bahwa Allah telah mengampuni dosanya.

Abu Lubabah yang gembira atas kabar tersebut lalu berkata, “Aku akan menyedekahkan seluruh hartaku”. Kemudian Rasulullah besabda, “Sedekahkanlah sepertiganya saja”.

Berdasarkan sebab turunnya tersebut, dalam ayat ini Allah memerintahkan kepada orang-orang beriman, agar menunaikan apa-apa yang diamanatkan Allah yakni berupa perintah-perintah dan larangan-larangan. Jangan menambahkan atau mengurangi apa-apa yang tidak Allah dan Rasul-Nya tetapkan.

Di dalam Tafsir Ibnu Sa’di disebutkan, amanat yaitu segala sesuatu yang dipercayakan kepada manusia dan diperintahkan untuk dikerjakan.

Pengertian Amanat

Kata amanat (amanah) mempunyai akar kata yang sama dengan kata iman dan aman. Sehingga seorang mukmin berarti orang yang beriman dan mendatangkan keamanan, juga memberi dan menerima amanat.

Maka, Allah memerintahkan hamba-hamba-Nya yang beriman untuk menyampaikan amanat secara sempurna, utuh, tanpa mengulur-ulur atau menunda-nundanya kepada yang berhak.

Allah menyebutkan di dalam ayat:

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا

Artinya : “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu untuk menunaikan amanah kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila kalian menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkannya dengan adil. Sesungguhnya Allah memberikan pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (QS An-Nisa [4]: 58).

Tanggung Jawab Amanat

Amanat pada hakikatnya merupakan tanggung jawab besar, yang sebelumnya telah Allah tawarkan kepada langit, bumi dan gunung-gunung. Namun semuanya enggan memikul amanat itu karena mereka khawatir akan mengkhianatinya. Kemudian dipikullah amanat itu oleh manusia. Walaupun sebenarnya manusia itu amat dzalim dan bodoh.

Seperti Allah sebutkan di dalam ayat:

إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنْسَانُ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا

Artinya :“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat dzalim dan amat bodoh.” (QS Al-Ahzab [33] : 72).

Karena itu, maka barang siapa yang menunaikan amanat itu, maka baginya pahala yang melimpah. Sebaliknya, barang siapa yang tidak menunaikan atau bahkan mengkhianatinya, maka baginya siksa yang keras.

Karena sebenarnya pada satu sisi ia telah mengkhianati Allah, Rasul-Nya, dan amanat yang dibebankan kepadanya. Sementara pada sisi yang lain ia telah merendahkan dirinya dengan melakukan sifat yang sangat tercela, yaitu .

Justru kalau ia bersifat amanat, baik sebagai pribadi, kepala rumah tangga, pimpinan di lingkungan suatu komunitas masyarakat atau tempat kerja, termasuk atau Amir di suatu wilayah. Maka ia mendapat kepercayaan dari manusia dan kemuliaan dari Allah. Mereka akan mendapat keuntungan dari sifat amanat itu.

Ini seperti Allah tegaskan pada surat Al-Mu’minun :

وَالَّذِينَ هُمْ لِأَمَانَاتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُونَ

Artinya: “Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya. (QS Al-Mu’minun [23] : 8). 

Di dalam haditsnya, Rasulullah Shallallahu ‘Al;aihi Wasallam mengingatkan tentang menyia-nyiakan amanat.

فَانْـتَظِرِ السَّاعَةَ ، قَالَ: كَيْفَ إِضَاعَتُهَا؟ قَالَ: إِذَا وُسِّدَ الأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ، فَانْـتَظِرِ السَّاعَةَ .

Artinya : “Bagaimanakah menyia-nyiakan amanah itu?” Rasulullah bersabda,”Apabila suatu perkara diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah hari kiamat!” (HR Bukhari).

Rasulullah menyebutkan bahwa orang-orang yang tidak bisa memelihara amanat yang dibebankan kepadanya, dan tidak memelihara janji apabila berjanji, maka sifat-sifat munafik melekat dalam kepribadiannya.

Seperti tertera di dalam hadits:

آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ

Artinya: Ada tiga tanda orang munafik, yaitu : apabila berbicara ia berbohong, apabila berjanji ia mengingkari, dan apabila dipercaya ia berkhianat.”

Semoga Allah bimbing para pemimpin masyarakat, umat, dan bangsa ini dalam bimbingan dan ridha-Nya. Untuk kelak dapat mempertanggungjawabkan amanat itu, baik di hadapan manusia, terlebih lagi di hadapan Allah. Aamiin. (A/RS2/RS3)

Mi’raj News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.