JIHADNYA SEORANG BIDADARI

Foto : islamichub.net
Foto : islamichub.net

Oleh : Septia Eka Putri /Jurnalis Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Tidak sedikit dari kaum muslimin yang berpendapat bahwa tugas utama seorang saat ini adalah belajar tentang makna iman dan tauhid disertai pembenahan hati, iman, keyakinan secara berkesinambungan dengan selalu menambah ilmu dien mereka.

Dan apabila disinggung mengenai apa jihadnya para muslimah, maka banyak di antara mereka akan memberikan jawaban dengan dasar hadits yang memiliki arti sebagai berikut ini.

Dari ‘Aisyah Radliyallaahu ‘anha: Aku berkata: Wahai Rasulullah, apakah perempuan wajib berjihad?. Beliau menjawab: “Ya, tanpa ada peperangan di dalamnya, yaitu haji dan umrah.” [HR. Ibnu Majah dan asalnya dalam kitab Bukhari]

Namun ada baiknya perlu di ingat, bahwa itu berlaku manakala hukum jihad adalah fardhu kifayah. Sedang apabila hukum jihad telah berubah menjadi fardhu ‘ain, maka gugurlah empat syarat dari tujuh atau sembilan syarat yang disebutkan oleh Ibnu Qadamah Al Hanbali: beliau berkata, “Syarat orang yang terkena kewajiban jihad ada tujuh yaitu , baligh, berakal, merdeka, laki-laki, tidak cacat yang fatal dan adanya biaya. (Al-Mughni 10/366) Kemudian beliau menambahkan syarat; adanya izin orang tua dan izin orang yang berhutang kepada yang menghutangi.” (Al-Mughni 10/381).

Kesembilan syarat tersebut berlaku pada keadaan jihad fardhu kifayah, sedangkan apabila status jihad berubah menjadi fardhu `ain maka gugurlah empat syarat yaitu, merdeka, laki-laki, izin orang tua dan izin orang yang berhutang. Sehingga syarat jihad fardhu `ain hanyalah: Islam, baligh, berakal, selamat dari cacat fatal serta adanya biaya (bila terjadi di luar negeri atau di luar daerah kita).

Bahkan pada saat itu seorang muslimah tidaklah perlu izin kepada orang tuanya, ataupun kepada suaminya, atau kepada orang yang menghutanginya, untuk bergabung dengan barisan mujahidah.

Syeikh Yusuf al Uyairi mengatakan bahwa dalam kitab Masyari’ Al Asywaq: 1/102, Ad-Dardiri dan Ibnu Nuhas menyampaikan mengenai wajibnya jihad bagi wanita apabila keadaan jihad itu sendiri fardhu ‘ain dan wanita tersebut berada dalam tiga kondisi. Yakni apabila diserang musuh, bila ditunjuk imam, dan apabila musuh mendatanginya di medan jihad.

Sebagaimana yang kita ketahui, bahwa Jihad menjadi fardhu ‘ain manakala masih ada saudara kita yang didzalimi, ditumpahkan darahnya oleh kaafirin, murtadin, dan munafiqin. Dan apabila hak kaum muslimin yang paling asasi masih direbut oleh kaafirin.

Apakah itu? Yakni kekhilafahan ‘ala manhaj Nubuwwah. Ya, itulah hak paling asasi dari kaum Muslimin, yaitu hak menegakkan hukum Allah di seluruh permukaan bumi ini di bawah satu panji.

Lalu bagaimanakah menurut pandangan kalian para pembaca ?

Apakah jihad hari ini masih fardhu kifayah ataukah fardhu ‘ain, sementara kekhilafahan Islam belum juga kembali ke pangkuan kaum Muslimin, setelah hak itu direbut dari tangan kita? Dan sementara saudara-saudari kita di masih dijajah oleh orang-orang Yahudi?

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, artinya: “Barangsiapa yang mati karena membela (mempertahankan) hartanya maka dia syahid. Barangsiapa mati karena membela keluarganya maka dia syahid, barangsiapa mati karena membela agamanya maka dia syahid dan barangsiapa mati karena membela darahnya maka dia syahid.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi).

Masihkah kita ingat keutamaan jihad fii sabilillah?

“Rasulullah bersabda: “Maukah bila aku beritahukan kepadamu pokok amal tiang-tiangnya dan puncak-puncaknya?” Aku menjawab : “Ya, wahai Rasulullah”. Rasulullah bersabda : “Pokok amal adalah Islam, tiang-tiangnya adalah shalat, dan puncaknya adalah jihad”. ” (HR. Tirmidzi, ia berkata : “Hadits ini hasan shahih)

Dari Abu Hurairah radiyallahu anhu, dia berkata: “Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasalaam pernah ditanya: ‘Wahai, Rasulullah! Apakah yang mengimbangi jihad fii sabilillah?’Beliau menjawab: ‘Kamu tidak akan mampu melakukannya!’ Mereka pun mengulang pertanyaan dua atau tiga kali. Sementara jawaban beliau untuk semua pertanyaan itu sama: ‘Kamu tidak akan mampu melakukannya.’ Setelah itu, beliau bersabda: ‘Perumpamaan mujahid fii sabilillah, seperti orang yang berpuasa, yang rajin beribadah, dan taat menjalankan ayat-ayat Allah, tidak terputus-putus dari puasanya, dan tidak pula dari shalatnya sampai mujahid fiy sabilillah itu pulang dari medan jihad.” (Mutaffaq ‘alaih, dan ini lafadz Muslim).

Ummu Athiyyah Al-Anshriyyah ra, pernah berkata, “Aku telah ikut berperang bersama Nabi saw dalam tujuh peperangan, aku tertinggal dalam perjalanan bersama mereka. Maka aku buatkan mereka makanan, mengobati yang terluka, dan mengurusi orang sakit.” (HR. Muslim).

Masih ingatkah kita pada sahabiyyah Nusaibah binti Ka’b, yang membela Rasulullah dengan pedangnya pada perang Uhud, Asma bin Yazid yang membunuh sembilan tentara Romawi pada perang Yarmuk, lalu Ummu Sulaim yang dengan belatinya merobek perut orang-orang musyrik yang melewatinya?

Dari Anas bahwasanya Ummu Sulaim membawa belati pada perang Hunain. Kebetulan Abu Thalhah (suaminya) melihatnya, maka dia melapor kepada Rasulullah,”wahai Rasulullah, Ummu Sulaim membawa belati.” Maka Rasulullah bertanya,”Untuk apa belati ini?” Ummu Sulaim menjawab,”Jika ada orang musyrik yang mendekat, aku akan membelah perutnya dengan belati ini.” Rasulullah pun tersenyum (HR Muslim)

Haruskah kita, para muslimah berbondong-bondong berangkat ke berbagai wilayah konflik jihad di luar negeri?

Punya biaya dan kemampuan di bidang medis tidak ?

Lalu kalau kita belum punya dana, apakah yang bisa dilakukan oleh muslimah masa kini agar dapat berperan juga dalam jihad fii sabilillah sebagaimana para sahabiyyah tersebut?

Ada banyak hal yang bisa kita lakukan wahai pembaca muslimah!

Kepada seluruh muslimah agar tidak pernah tunduk terhadap larangan mengenakan hijab dan meminta para muslimah memberikan dukungan terhadap para mujahidin dalam berjihad fii sabilillah dan agar tetap konsisten pada komitmennya dalam dinul Islam.

Kepada seluruh muslimah di seluruh beliau mengingatkan untuk menutup aurat secara sempurna dan mendidik anak-anak mereka untuk ta’at pada Allah, mencintai jihad fii sabilillah dan memperkuat persaudaraan di antara kaum muslimin.

Mari kita bersama-sama berupaya sebaik mungkin belajar mengenai makna iman dan tauhid serta fiqh jihad disertai pembenahan hati, iman, keyakinan secara berkesinambungan dengan selalu menambah ilmu dien kita, agar apabila Allah mengaruniakan bagi kita seorang mujahid fii Sabilillah sebagai pendamping kemudian setelah itu datang panggilan jihad kepadanya, maka kita bisa mengikhlaskan dan ridho dengan kepergiannya. Kalau perlu kita mendukungnya.

“Sungguh, antara ilmu dan praktik mengikhlaskan suami untuk berangkat berjihad itu bagaikan langit dan bumi. Tidak semudah yang kita bayangkan. Mungkin dulu kita bilang dengan mudah akan mengikhlaskan suami untuk berangkat berjihad, tapi kalau sudah tiba saatnya, itu tidak akan mudah. Maka dari itu bagi yang belum menikah sebisa mungkin melatih diri dengan ibadah sunnah.”

Agar anak kita menjadi penerus cita-cita abbinya dalam meraih kemuliaan islam atau mencapai syahid. Dan hal tersebut tidaklah mudah.

Kita juga bisa membantu para ikhwan dalam melakukan perlawanan propaganda kaum kafirin terhadap kaum muslimin di dunia nyata maupun di dunia maya dengan cara banyak menghasilkan karya-karya terjemahan ataupun liputan kabar-kabar dari berbagai pelosok dunia ma’rikah (medan jihad) baik berupa tulisan, video, ceramah audio, membantu mengelola forum-forum jihad ataupun menghasilkan karya tulisan yang apabila kaum Muslimin membacanya, maka seketika itu berkobarlah kembali semangat mereka hingga mereka kembali ingat tugas mereka, tetap waspada dan tetap istiqomah dalam berjihad, baik di dunia nyata maupun dunia maya, agar semuanya (dengan izin-Nya) bisa tetap istiqomah melakukan persiapan yang diserukan Allah dalam Surat Al Anfal ayat 60 yang artinya:

 

وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ وَآَخَرِينَ مِنْ دُونِهِمْ لَا

تَعْلَمُونَهُمُ اللَّهُ يَعْلَمُهُمْ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تُظْلَمُونَ (60)

 

“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan).” (QS al Anfal:60)

Kita juga bisa mulai dari sekarang belajar dan mencari tahu bahan makanan apa sajakah yang bisa kita buat dengan bahan seadanya namun memiliki kalori yang tinggi, dengan alat seadanya untuk membuat api. Agar bila suatu hari kita diberi Allah kesempatan untuk berada di tengah medan jihad, kita bisa membantu membuatkan makanan dengan bahan seadanya bagi para mujahidin.

Kita juga perlu belajar P3K, Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan. Atau segala hal yang berkaitan dengan pengobatan praktis yang mungkin bisa kita manfaatkan apabila suatu hari kita bisa berkesempatan membantu mengobati kaum Muslimin yang terluka di medan jihad.

Kita juga bisa mulai belajar dari saudari kita atlit muslimah mengenai cara menggunakan belati, pistol, panah, pedang dan berbagai alat lain yang bisa membantu kita mempertahankan diri apabila kita terjebak pada suatu situasi yang mengharuskan kita untuk melakukan pembelaan diri terhadap diri kita dari musuh Allah. Minimal kita tahu cara penggunaannya. Tolong jangan disalahartikan bahwa penulis mengajak wanita untuk menyalahi fitrahnya sebagai wanita muslimah.

Setidaknya sebagai bekal kita apabila kita harus melindungi diri kita pada situasi tertentu di rumah ataupun di perjalanan di luar rumah.

Kalau kita diberi kelebihan harta, maka hendaklah kita bantu para janda mujahidin yang telah ditinggal syahid, atau muslimah yang menjadi istri para masjunin (mereka yang ditangkap thaghut karena mereka berjihad fii sabilillah) dengan apa yang kita mampu dan miliki. Karena Rasulullah salallahu ‘alaihi wa salam bersabda, “dari Zaid bin Khalid Al Juhani bahwa Rasulullah salallahu ‘alaihi wa salam bersabda,’Siapa menyiapkan perbekalan orang yang berjihad berarti telah berjihad dan siapa mengurus harta dan keluarga orang yang berjihad berarti telah ikut berjihad.’” (HR Bukhari Muslim).

Jadi, sungguh! Ada banyak hal yang bisa kita lakukan sekarang para muslimah.

Jangan lupa pula, bahwa peranan muslimah amatlah signifikan dalam jihad fii sabilillah ini.

Namun, janganlah pernah berhenti dari mencari ilmu. Karena amal tanpa ittiba’urRasul (mengikuti sunnah Rasulullah) tidak akan ada artinya. Sedang dari mana kita tahu suatu amal itu ittiba’ur Rasul, kalau bukan dari ilmu yang kita peroleh dari proses thalabul ‘ilm?

“Takutlah kamu kepada Allah, janganlah menjadi penghalang jalannya kaum laki-laki yang ingin berjihad. Sedikit saja yang kami minta dari kalian, ketika seorang laki-laki keluar berjihad, hendaklah kalian diam dan ridha dengan apa yang telah menjadi perintah Allah. Ketahuilah, ketika kalian mengecualikan kaum laki-laki dari berjihad, baik itu putra-putramu, atau suamimu, atau saudaramu atau selain mereka, maka itu adalah tindakan menghalangi dari jalan Allah, dan Allah tidak akan pernah ridha selamanya.” (P007/R03)

Walahualam bishowab

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Referensi:

* Dawr An Nisa, by Syeikh Yusuf Al uyairi, Tibyan publication

* Muslimah Berjihad, Peran Wanita di Medan Jihad oleh Syeikh Yusuf Al Uyairi, penerbit Islamika

* Syarah Riyadhush Shalihin Jilid 4 Oleh Syaikh Salim

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments: 0