JILBAB DAN TOLERANSI DI BALI

jilbaboleh: Nur Rahmi

Bali kembali menjadi sorotan publik, lagi-lagi terkait masalah pelarangan jilbab. Kasus pelarangan yang sebelumnya terjadi di sejumlah sekolah kini merebak di tempat umum terutama di situs perbelanjaan.

Menanggapi kasus yang sejak 2012 lalu hingga saat ini di wilayah yang mayoritas penduduknya beragama Hindu tersebut, Dirjen Bimas Hindu Kemenag Ida Bagus Yudha Triguna mengatakan bahwa Bali masih tetap menghormati kehidupan dan kepercayaan agama lain.

Dia mengatakan mungkin ada kesalahpahaman, mengingat mayoritas memiliki kepercayaan Hindu sebesar 83,46% (sensus tahun 2010), muslim sekitar 3,37%) dan pemeluk agama lainnya.

Kasus ini berawal dari sebuah surat perusahaan-perusahaan BUMN dan beberapa pusat perbelanjaan seperti Hypermart, Smartfren, Hoka-hoka Bento dan Taman Nusa kepada karyawannya pada Ramadan lalu, agar memakai pakaian muslim.

Akhirnya sebuah gerakan dari The Hindu Center Of Indonesia dibawah pimpinan Dr.Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna meminta agar surat tersebut dicabut karena dianggap merusak citra budaya Bali.

Akhirnya, adanya desakan dari The Hindu Center, kepala BUMN di Bali mencabut surat pemakaian busana muslim dan tidak memberlakukan untuk semua karyawan.

Sejatinya, larangan jilbab kembali mencuat di Bali, berawal ketika PT Matahari Putra Prima secara resmi mengeluarkan surat larangan berbusana Muslim bagi kasirnya di Hypermart Bali Galeria.

Baca Juga:  Ustadz Adi Hidayat, Pakar Al-Qur’an yang Langka

Larangan berjilbab itu untuk memenuhi desakan The Hindu Center of Indonesia yang melarang berbusana Muslim bagi kasir Hypermart Bali Galeria dikeluarkan pada 24 Juli lalu.

Usut punya usut surat persetujuan dari Hypermart tersebut dikeluarkan hanya selisih satu hari dari surat desakan permohonan The Hindu Center of Indonesia untuk melarang adanya penggunaan jilbab dan peci bagi karyawan Hypermart.

Pihak Hypermart juga menganggap ijin penggunaan busana Muslim oleh Kasir Hypermart sebagai perusak citra bagi budaya Bali.

“Kami juga mohon maaf jika telah membuat citra yang kurang baik bagi budaya Bali,” demikian salah satu isi dalam surat persetujuan larangan tersebut.

Tolerasi Agama

Toleransi beragama sangatlah vital dalam kondisi negara kita yang sangat multikultural guna menjaga kesatuan bangsa kita. Tujuan yang lebih luas lagi adalah menjaga perdamaian dunia. Setiap orang akan sangat sensitif terhadap isu agama. Alasan ini juga menjadi senjata oknum-oknum yang bermaksud meruntuhkan persatuan dan kesatuan yang kita bina bersama.

Namun sayangnya, toleransi di negara yang kaya akan suku dan budaya ini masih diselimuti persoalan. Klaim kebenaran suatu agama terhadap agama lainnya mendorong penganutnya untuk memaksakan kebenaran itu dan bersifat sangat fanatik terhadap kelompok agama lain.

Baca Juga:  Inilah Negara yang Mendukung Palestina, Menentang dan Abstain di PBB

Perlu diketahui, prinsip dari toleransi adalah menghargai keberagaman dan mengakui hak-hak asasi manusia. Keberagaman hendaknya bukan hanya disadari keberadaannya, namun juga dianggap sebuah kebutuhan, maka kita harus merawatnya, karena dengan keberagaman, hidup kita menjadi lebih bermakna dan bermanfaatuntuk banyak orang.

Rakyat Indonesia juga perlu menghayati lebih mendalam makna dan hakekat toleransi. Hidup berdampingan, namun satu sama lain tidak saling peduli akan berakibat tidak adanya saling memiliki dan menjaga satu dengan yang lain. Moto : “hidupmu adalah hidupmu dan hidupku adalah hidupku” adalah sesuatu yang perlu kita singkirkan dalam masyarakat kita.

Jilbab di Bali

Sebelumnya, kasus pelarang penggunaan jilbab di Bali terjadi ketika seorang siswi Muslimah SMAN-2 Denpasar-Bali, Anita Wardani harus berjuang mempertahankan jilbabnya karena pihak sekolah merasa terganggu dengan keyakinannya.

Anita adalah salah satu siswi yang istiqomah dengan jilbabnya, meski tekanan terus menghadang dari pihak sekolah yang meminta ia melepaskan jilbabnya, karena dianggap menyalahi aturan seragam sekolah yang berlaku. Kasus ini mencuat sampai pemerintah daerah ikut turun tangan. Singkat cerita, gadis kelahiran 4 April 1996 itu dibantu oleh Tim Advokasi Pembelaan Hak Pelajar Muslim di Bali mendapatkan hak sepenuhnya menggunakan jilbab di sekolahnya pada pertengahan Januari, meski muslimah lainnya belum sebebas Anita.

Baca Juga:  Dukung Mahasiswa AS, Aksi Solidaritas Palestina Menggelora di Berbagai Kampus Indonesia

Selang beberapa bulan, tepatnya Juli lalu, pelarangan jilbab kembali menjadi sorotan, seorang karyawati Hypermart Bali dan beberapa teman lainnya yang bekerja di tempat perbelanjaan dilarang menggunakan jilbab. Hal itu disebabkan adanya instruksi dari The Hindu Center of Indonesia yang dipimpin oleh Arya Wedakarna.

Tujuannya, The Hindu Center of Indonesia ingin menerapkan Bali sebagai pusat pergerakan Hindu. Meski mayoritas penduduk pulau dewata itu beragama Hindu. namun, tindakan seperti itu jelas berlebihan karena mencerminkan minimnya toleransi beragama.

Banyak di negara-negara yang minoritas penduduknya Muslim, namun mereka bisa hidup berdampingan, melakukan aktivitas ibadahnya di tempat masing-masing dan muslimah mengenakan jilbab tanpa ada hambatan.

Jika Indonesia agama mayoritas Muslim telah memberikan jaminan dan perlindungan kepada agama lain, termasuk Hindu dalam menjalankan aktivitas peribadatannya, sepantasnya masyarakat Hindu Bali lebih menjaga kerukunan beragama.

Indonesia sebagai negara yang kaya akan suku dan budaya dilindungi oleh Undang-Undang 1945 untuk menjalankan agama menurut kepercayaan masing-masing sebagaimana yang termaktub dalam UUD 1945 Pasal 29 ayat 2.

Aksi pelarangan jilbab yang bermotif SARA tersebut dapat merusak kerukunan beragama dan merusak persatuan dan kesatuan. Saatnya pemerintah berbuat sesuatu dan tidak  membiarkan hal itu terjadi.(P004/R03)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

 

penulis adalah wartawan kantor berita Mi’raj Islamic News Agency (MINA).

 

Wartawan: Admin

Editor: Widi Kusnadi

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments: 0