KETENTUAN WAKTU SHALAT SHUBUH

marzaiOleh: K.H. Abu Mukhtar Marsa’i, Amir Dewan Hisab Ru’yat (DHR) Jama’ah Muslimin (Hizbullah)

Waktu itu adalah terbitnya fajar shadiq, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, “Waktu Shalat Shubuh itu terbitnya fajar selama matahari belum terbit,” (H.R. Muslim).

Dan shalat Shubuh itu sunah dikerjakan pada awal waktu pada gelapnya akhir malam sebagaimana ucapan Aisyah Radhiyallahu ‘Anha, yang artinya: “Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam melaksanakan shalat shubuh dan menyaksikan (ikut berjamaah) bersama Rasulullah isteri-isteri dari orang-orang beriman seraya berselimut dengan kain mukenanya. Kemudian mereka pulang ke rumah masing-masing dengan keadaan tidak mengenal satu sama lain karena gelapnya.” (Muttafaqun Alaihi).

Fajar

Fajar itu ada dua macam, pertama fajar kadzib dan kedua fajar shadiq. Fajar kadzib itu artinya fajar bohong, yaitu cahaya putih yang muncul di arah timur sebelum munculnya fajar shadiq, dengan bentuk segitiga. Alasnya di atas ufuk dan ujungnya di atas menghadap langit, yang terjadi karena pantulan cahaya matahari dari bintang-bintang buruj yang beterbangan di langit, Oleh ahli-ahli falak hal tersebut disebut dengan cahaya buruj.

Fajar kadzib muncul bukan hanya sebelum fajar shadiq, juga suka muncul selepas waktu isya’ pada puncaknya gelap di arah barat.

Adapun fajar shadiq yaitu cahaya putih yang ada di sekeliling kulit bumi di arah timur membentang dari utara ke selatan, seperti benang putih, dan terjadi rembesan-rembesan cahaya matahari menjelang terbit.

Di dalam Al-Quran disebutkan :

وَكُلُواْ وَٱشۡرَبُواْ حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَكُمُ ٱلۡخَيۡطُ ٱلۡأَبۡيَضُ مِنَ ٱلۡخَيۡطِ ٱلۡأَسۡوَدِ مِنَ ٱلۡفَجۡرِ‌ۖ

Artinya: “… makanlah dan minumlah kamu sehingga nyata kepada kamu benang putih dan benang hitam dari fajar….” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 187).

(Gambar: imm.saintek)
(Gambar: imm.saintek)

Waktu Shubuh

Waktu Shubuh itu berdasarkan taqwim (jadwal waktu) yang dibuat oleh ahli falak pada zaman dahulu, berdasarkan hasil pengukuran yang teliti dan akurat, pada zaman keadaan alam ini masih normal. Ini seperti dilakukan oleh Syaikh Ibnu Syatir, seorang muadzin di Masjid Al-Umawi di Damaskus. Ia memiliki alat pengukur waktu dengan perjalanan matahari dan bulan.

Adapun waktu shalat shubuh menurut ahli falak di Indonesia telah diteliti pada alam masih normal, yaitu antara 20 derajat sampai 18 derajat matahari di bawah ufuk timur, sebelum terbit matahari. Jika matahari berada di khatulistiwa itu 18 derajat, sebelum matahari terbit atau 72 menit (1 jam 12 menit).

Kalau matahari berada di kutub utara atau kutub selatan, maka 20 derajat sebelum matahari terbit. Oleh karena itu jadwal waktu selalu bergeser setiap tiga hari satu menit. Adapun di negara lain seperti di Arab Saudi dan Mesir itu lain lagi jadwalnya, menurut ukuran keadaan bumi dan perjalanan matahari.

Dari awal munculnya cahaya laksana benang putih sampai terbit matahari itu sekira 80 menit (1 jam 20 menit). Perkembangannya putih kecil memanjang dari utara ke selatan di ufuk timur. Kemudian membesar setelah 20 menit, maka warna bawah berubah menjadi merah dan membesar. Setelah 20 menit kemudian, berubah warnanya menjadi kuning dan membesar. Dan setelah 20 menit kemudian  berubah menjadi terang, kemudian terbitlah matahari.

Perubahan Iklim

Perubahan iklim dan pencemaran cuaca pada masa-masa sekarang ini sangat mempengaruhi perkembangan fajar. Sehingga banyak pakar astronomi Barat mencari jalan untuk melemahkan Muslimin dalam mengacaukan rukyatul hilal awal Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha, serta memperselisihkan waktu terbit fajar.

Seiring dengan munculnya falak jadid (kontemporer) dan hisab modern yang telah mengacaukan falak dengan derajat ketinggian hilal, dan ditambah lagi dengan dikecohkannya perselisihan dalam penentuan terbitnya fajar shadiq, hal ini mengakibatkan perbedaan di kalangan kaum Muslimin.

Pusat-pusat peneropong bintang yang ada di dunia saat ini, sudah dikuasai oleh ilmu Falak modern seperti Jam’iyah Falakiyyah Jeddah (Arab Saudi), Jam’iyah Falakiyyah (Suriah), Jam’iyah Falakiyyah (Oman), Jam’iyah Falakiyyah (Jordania), Al-Masyru Al-Islami li Rushdil Ahillah ICOP (UEA), Ma’had Al-Qaumi lil Buhuts Al-Falakiyyah wal Geofisiqiyyah (Mesir), Ma’had Al-Wathoni li Rushdil Jawi (Tunisia), dan Markaz Falak Ad-Dauli (UEA).

Semuanya itu sudah menggunakan falak modern. Sementara di Indonesia seperti; Nahdhatul Ulama (NU), Menara Kudus menggunakan falak modern. Hanya Muhammadiyyah yang menggunakan kriteria wujudul hilal. Adapun lainnya menggunakan Imkanur Ru’yah dan Wilayatul Hukmi.

Masalah taqwim Ummul Qura, atau jadwal waktu shalat Shubuh di Ummul Qura, Mekkah, sempat diperselisihkan oleh para Mahasiswa di Universitas King Abdullah bin Abdul Aziz dan pembesar-pembesar ulama di Mahkamah Tinggi Arab Saudi sekitar tahun 1990-an. Selanjutnya berkembang ke seluruh negara-negara Islam, termasuk Indonesia.

Adapun jadwal waktu shalat yang telah ditetapkan Kementerian Agama (Kemenag) diperdebatkan hanya pada waktu shalat shubuh. Adapun waktu Dzuhur, Ashar, Maghrib dan Isya’ tidak dipermasalahkan.

Perubahan Iklim

Di antara tanda-tanda Hari Akhir itu adalah Dukhan (Asap) atau pencemaran udara. Seperti Allah Ta’ala sebutkan di dalam ayat:

فَٱرۡتَقِبۡ يَوۡمَ تَأۡتِى ٱلسَّمَآءُ بِدُخَانٍ۬ مُّبِينٍ۬ 

Artinya: “Maka tunggulah hari ketika langit membawa asap yang nyata.” (Q.S. Ad-Dukhan: 10)

Pada saat sekarang, para pakar lingkungan hidup sudah menyatakan adanya perubahan iklim dan pencemaran udara disebabkan keadaan dunia modern. Jadi, keterbelakangan menuju kepada kemajuan, dan kemajuan akhirnya justru menuju pada kehancuran.

Dulu di zaman masih normal, segala keadaan dan perbuatan manusia masih alami, rumah-rumah masih dari kayu dan bambu atapnya dari daun kirai dan genteng. Kendaraan juga masih menggunakan unta dan kuda. Sementara penerangan hanya menggunakan petromak dan lampu teplok.

Maka ketika itu, bumi masih mengeluarkan uap dan asap yang stabil serta cuaca masih jernih dan bening. Akan tetapi zaman sekarang rumah-rumah beton dan kaca tidak memiliki kemampuan mengeluarkan uap air. Hal ini ditambah dengan adanya asap sepeda motor dan pabrik-pabrik, serta beberapa dampak perubahan yang luar biasa dari alat-alat modern lainnya.

Hal ini mengakibatkan suhu panas bumi meningkat dan gunung-gunung es di kutub utara maupun selatan meleleh, mengakibatkan naiknya air laut. Hal itu berdampak pada langitpun menjadi kurang jernih dan tidak bening lagi. Sehingga fajar pada waktu cahaya putih tidak mudah terlihat lagi. Fajar baru terlihat ketika berwarna merah. Itulah sebabnya banyak yang mengira fajar dianggap mundur dari jadwal waktu.

Lalu, bisa saja orang berangapan, mungkin waktu shalat isya’ itu harus dimajukan, karena sekarang mega merah hampir tidak ada sekalipun hanya sebentar. Bisa jadi hanya sekedar adzan maghrib, shalat sunnat qabliyah, iqamat, shalat fardhu maghrib, dan shalat sunnat ba’diyah maghrib. Sesudah itu, habislah waktu maghrib karena mega merah yang ada sudah menghilang.

Maka berdasarkan hal-hal itu, jadwal waktu yang telah ditetapkan oleh para pakar ahli falak di Kemenag tetap bisa digunakan, karena tidak terlihatnya awal fajar itu. Hal ini dikarenakan adanya awarid atau gangguan yang datang baru bukan dari zaman yang normal. Wabillahi taufiq wal hidayah, wama taufiqi illa billah alayhi tawakaltu wailayhi unib. (P011/P4)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments: 0