Komisi VIII DPR RI Nilai Logo Halal Baru Asing Bagi Tak Bisa Bahasa Arab

Jakarta, MINA – Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal Kementerian Agama (BPJPH Kemenag) telah resmi menetapkan label halal baru yang berlaku secara nasional. Alasan perubahan desain logo ini merupakan bagian dari perpindahan wewenang sertifikasi halal dari LPPOM Majelis Ulama Indonesia (MUI) ke BPJPH Kemenag.

Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengatakan label halal baru yang diterbitkan BPJPH Kemenag berlaku secara nasional. Dengan ini, secara bertahap label halal MUI tidak berlaku lagi.

Wakil Ketua Ace Hasan Syadzily menilai setiap orang memiliki interpretasi sendiri tergantung melihat dari sudut mana. “Soal logo tersebut diinterpretasi atau dimaknai secara berbeda-beda tentu tergantung dari sudut pandang masing-masing yang menilainya,” kata Ace kepada awak media di Jakarta sebagaimana dikutip dari Parlementaria, Selasa (15/3).

Ace melihat tidak ada yang salah dengan logo baru halal itu. Menurutnya, makna halal sudah terkandung dalam logonya. Dia menilai tulisan itu tidak akan asing bagi mereka yang memahami jenis tulisan Arab.

“Bagi saya, yang terpenting tulisan Arab itu mengandung kata ‘halal’ dan sudah terkandung dalam tulisan Arab yang bermakna itu. Sepengetahuan saya jenis tulisan itu dalam kaligrafi Arab termasuk dalam kategori khat kufi,” ujarnya.

Menurut politisi Partai Golkar itu, bagi orang yang terbiasa membaca huruf Arab dengan berbagai jenisnya, tentu akan mudah untuk membacanya bahwa itu huruf Arab yang artinya halal. Tapi bagi yang tak terbiasa membaca Arab, pasti teramat asing.

“Oleh karena itu, perlu disosialisasikan kepada masyarakat lebih luas soal logo tersebut,” ujarnya.

Terkait adanya anggapan Jawasentris karena bentuk logo seperti wayang, Ace tidak mempermasalahkan. Dia menganggap bentuk logo baru seperti itu mengadaptasi kearifan lokal. “Soal memakanainya ya tergantung cara kita memandangnya. Yang jelas bahwa pembuat logo ini memiliki tujuan huruf Arab halal ini mengadaptasi kearifan lokal yang dimiliki budaya bangsa kita,” ujar legislator dapil Jawa Barat II tersebut.

Anggota Komisi VIII DPR RI lainnya Bukhori menilai label halal yang baru memiliki beberapa kelemahan yang tidak cukup memberikan kejelasan halal bagi konsumen umat Islam sehingga akan membingungkan konsumen.

“Kendati otoritas penerbit sertifikat halal di setiap negara di dunia memiliki karakteristiknya masing-masing, khususnya pada bagian label, namun ada ciri khas yang sama antara satu dengan yang lainnya, yakni penekanan pada unsur Islami yang tercermin dari penggunaan kaligrafi ‘halal’,” jelas Bukhori dalam keterangan persnya.

Bukhori menilai tingkat keterbacaan kaligrafi ‘halal’ pada label halal yang baru sulit dikenali, padahal elemen kaligrafi halal merupakan elemen yang paling signifikan untuk diperhatikan agar mempermudah konsumen mengidentifikasi produk halal dengan cepat.

Mayoritas label halal di dunia juga menggunakan kaligrafi dengan 80 persen menggunakan bentuk ornamen berbentuk melingkar yang memiliki filosofi siklus hidup manusia.

Legislator dapil Jawa Tengah 1 ini juga menambahkan jika ciri khas tersebut memiliki semacam kesatuan tema label harga di seluruh dunia agar produk halal mudah dikenali oleh umat Islam di seluruh dunia yang melakukan mobilitas lintas negara.
“Esensi dari label adalah menyederhanakan. Idealnya, maksimal dalam dua detik konsumen sudah dapat mengidentifikasi produk tersebut,” tuturnya.

Penggantian warna ungu yang digunakan pada label halal yang baru pun tidak relevan dengan unsur keislaman. “Pasalnya, mayoritas label halal di berbagai negara di dunia menggunakan unsur hijau sebagai salah satu paduan warnanya. Sebab, warna hijau identik dengan identitas Islam dan muslim,” ucap Anggota Fraksi PKS DPR RI ini.

Terakhir, Bukhori juga menilai motif label harga yang mirip gunungan wayang menimbulkan kesan etnosentris dan tidak merepresentasikan identitas keindonesiaan dan membuat kaligrafi halal sulit dibaca.

“Di beberapa negara seperti Australia, Bangladesh, Jepang, Selandia Baru, dan Meksiko dalam label halalnya menyisipkan unsur peta negaranya sebagai penegasan kekhasan atau identitas bangsanya tanpa mengaburkan kaligrafi “halal” yang merupakan elemen penting dalam label,” tegas Bukhori.

Sementara itu, anggota Komisi VIII DPR RI M. Husni mengapresiasi adanya pergantian label atau desain halal oleh Kementerian Agama baru-baru ini. Hal ini sekaligus memperkuat fungsi BPJPH Kemenag itu sendiri.

“Sebenarnya keberadaan BPJPH ini kan sudah lama, dan dengan adanya pergantian label atau desain halal baru ini menjadi tanda beralihnya sebagian fungsi MUI ke BPJPH terkait sertifikasi halal. Pada akhirnya hal ini akan memperkuat fungsi dari BPJPH itu sendiri. Oleh karenanya saya sangat mengapresiasi itu,” ujar Husni.

Dilanjutkan Husni, pihaknya berharap dengan beralihnya otoritas atau wewenang sertifikasi halal ke BPJPH itu akan memudahkan para pelaku UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) dalam memperoleh sertifikat atau label halal.

Pasalnya, selama ini mereka (para pelaku UMKM) terutama yang berada di daerah-daerah mengaku sulit mendapatkan sertifikat halal. Meskipun telah mengajukan permohonan sertifikasi.

“Saya berharap peralihan otoritas atau wewenang sertifikasi halal ke BPJPH ini akan membantu atau memudahkan para UMKM dalam mendapatkan sertifikasi produk halal, yang selama ini menurut mereka sangat sulit diperoleh. Namun tentu tidak mengurangi kualitas dari proses uji coba pemberian sertifikat halal,” harap politisi Partai Gerindra tersebut.(R/R1/P1)

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: Rana Setiawan

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.