Makna “Islam Rahmatan Lil Alamin”

Ratusan ribu umat memadati kawasan Masjid Istiqlal. (Foto: Rendy/MINA)

Oleh: Rendy Setiawan*

Allah Ta’ala berfirman:

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلاَّ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ

Dalam beberapa bulan terakhir, umat Islam Indonesia kembali menunjukkan solidaritasnya sebagai umat yang damai, sejuk, penuh kasih sayang. Hal itu terlihat dari berbagai aksi yang dilakukan oleh kaum muslimin di Indonesia berskala nasional. Mulai dari 411, Aksi Bela Islam 212, hingga yang terakhir Aksi Bela Islam 55, semua terlihat sangat kondusif dan menyejukkan bagi siapa saja yang memiliki iman di dalam hatinya.

Berbagai ormas, lembaga, paguyuban, hingga kelompok umat Islam berkumpul menjadi satu tanpa menimbulkan sedikitpun keresahan, tanpa sedikitpun menimbulkan konflik, apalagi niatan melakukan makar terhadap pemerintah yang sah seperti yang belakangan dituduhkan kepada umat Islam.

Meski demikian, di luar sana masih banyak orang yang menganggap bahwa umat Islam Indonesia adalah umat intoleran, umat yang tidak senang dengan persatuan. Pun demikian tidak sedikit pula orang yang membawa istilah “” untuk mendiskreditkan Aksi Bela Islam yang dilakukan oleh jutaan umat Islam itu sendiri. Pada waktu bersamaan, kalimat tersebut dijadikan dalil untuk bermesraan dengan orang kafir yang memusuhi Islam.

Sebagian lainnya masih berpikiran bahwa Islam sebagai agama rahmatan lil alamin, maka para pemeluknya tidak perlu risau ketika ada orang lain menghina Islam, karena Islam tidak akan pernah terhina. Tidak perlu gundah gulana dan melawan ketika ada orang lain yang mencela Alqur’an, karena Alqur’an akan tetap mulia dan terjaga kesuciannya. Sehingga Aksi Bela Islam, Aksi Bela Alqur’an dianggapnya hanya membuang-buang waktu dan energi.

Apakah sesederhana itu? Maka untuk apa ada perang Badar, ada perang Uhud, ada perang Khandaq, ada perang Tabuk, ada Fathu Makkah, ada perang Hunain di zaman Shallallahu ‘Alaihi Wasallam? Karena pada dasarnya siapa saja yang menghina Islam, siapa saja yang mencela Alqur’an, siapa saja yang merendahkan harkat dan martabat kaum muslimin, maka bagi kita sebagai umat Islam, wajib untuk membela dengan cara-cara yang dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

Tujuan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam diutus adalah agar risalahnya menjadi rahmat bagi manusia. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam diutus agar menjadi rahmat bagi manusia, bermakna bahwa risalahnya diturunkan untuk mewujudkan kemaslahatan bagi mereka dan mencegah kemafsadatan dari mereka.

Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah rh. ketika menafsirkan surat Al-Anbiyaa ayat 107 mengatakan bahwa pendapat yang lebih benar dalam menafsirkan ayat ini adalah bahwa rahmat disini bersifat umum. Dalam masalah ini, terdapat dua penafsiran:

Pertama, alam semesta secara umum mendapat manfaat dengan diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Orang yang mengikuti beliau, dapat meraih kemuliaan di dunia dan akhirat sekaligus.

Orang kafir yang memerangi beliau, manfaat yang mereka dapatkan adalah disegerakannya pembunuhan dan maut bagi mereka, itu lebih baik bagi mereka. Karena hidup mereka hanya akan menambah kepedihan adzab kelak di akhirat. Kebinasaan telah ditetapkan bagi mereka. Sehingga, dipercepatnya ajal lebih bermanfaat bagi mereka daripada hidup menetap dalam kekafiran.

Orang kafir yang terikat perjanjian dengan beliau, manfaat bagi mereka adalah dibiarkan hidup didunia dalam perlindungan dan perjanjian. Mereka ini lebih sedikit keburukannya daripada orang kafir yang memerangi Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

Orang munafik, yang menampakkan iman secara zhahir saja, mereka mendapat manfaat berupa terjaganya darah, harta, keluarga dan kehormatan mereka. Mereka pun diperlakukan sebagaimana kaum muslimin yang lain dalam hukum waris dan hukum yang lain.

Dan pada umat manusia setelah beliau diutus, Allah tidak memberikan adzab yang menyeluruh dari umat manusia di bumi. Kesimpulannya, semua manusia mendapat manfaat dari diutusnya Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

Kedua, Islam adalah rahmat bagi setiap manusia, namun orang yang beriman menerima rahmat ini dan mendapatkan manfaat di dunia dan di akhirat. Sedangkan orang kafir menolaknya. Sehingga bagi orang kafir, Islam tetap dikatakan rahmat bagi mereka, namun mereka enggan menerima. Sebagaimana jika dikatakan ‘Ini adalah obat bagi si fulan yang sakit’. Andaikan fulan tidak meminumnya, obat tersebut tetaplah dikatakan obat”

Di bawah naungan Islam yang dipraktekkan dengan benar, dunia akan aman, damai dan sentosa, diliputi keadilan. Muslim, kristen, yahudi dan penganut agama lain pun bisa hidup berdampingan dengan aman dan damai selama berabad-abad lamanya. (R06/P1)

*Penulis Adalah Wartawan MINA dan Mahasiswa STAI AL-FATAH Bogor

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Wartawan: Rendi Setiawan

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.