Kisruh terkait pembatalan 3.143 Peraturan Daerah (Perda) oleh Presiden Djoko Widodo yang diumumkan oleh Mendagri menuai banyak kecaman.
Banyak suara yang mempertanyakan tindakan pemerintah yang secara sepihak melakukan pembatalan Perda. Sementara seperti yang diketahui bahwa konstitusi legalitas dan pembatalan perda hanya bisa dilakukan lewat jalur Mahkamah Agung dan harus sesuai prosedur yang berlaku, karena juga melibatkan banyak pihak seperti DPD.
Mi’raj Islamic News Agency (MINA) melakukan wawancara ekslusif kepada Wakil Ketua Komite III DPD Fahira Idris, berikut petikan wawancaranya :
MINA: Apa pendapat Anda terkait Keputusan Presiden yang membatalkan 3.143 Perda?
Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof El-Awaisi: Ilmu, Kunci Pembebasan Masjid Al-Aqsa
Fahira: Pendapat saya, presiden terburu-buru memutuskan, terlebih lagi tidak ada transparasi.
MINA: Bagaimana semestinya?
Fahira: Pemerintah mestinya dalam mencabut sejumlah Perda harusnya dikaji dan melibatkan DPD dalam setiap proses pembatalan Perda-Perda. Karena jelas, tugas DPD itu memperjuangakan aspirasi rakyat. Dan kami siap memfasilitasi ruang dialog antara kepala daerah atau organisasi masyarakat di daerah yang keberatan dengan pembatalan Perda.
MINA: Tanggapannya mengenai ketidaktahuan pemerintah daerah mengenai perda/">penghapusan Perda?
Sebenarnya aneh jika pemerintah daerah sendiri tidak tahu mengenai perda/">penghapusan Perda ini. Karenanya setiap pemerintah daerah harus lebih aktif untuk mencari tahu, jangan pemerintah bingung akan kehilangan atau perda/">penghapusan Perda di daerahnya sendiri.
MINA: Apa mungkin ada pihak-pihak tertentu yang mengambil keuntungan?
Fahira: Mestinya pemerintah dalam hal ini dalam menerima informasi jangan hanya satu pihak saja. Mendengarkan dan menerima masukan dari pihak yang lain juga. Memang ada kesan ada pihak yang tidak suka dengan hadirnya Perda yang bernuansa Islami dan memandangnya sebagai Perda intoleransi.
MINA: Apa dampak jika isu ini terus dibiarkan liar?
Baca Juga: Wawancara Ekskusif Prof Abdul Fattah El Awaisi (2): Urgensi Rencana Strategis Bebaskan Baitul Maqdis
Fahira: Pembatalan Perda ini dinilai simpang siur karena tidak disebutkan alasan yang jelas dan tidak dipublikasikan secara resmi. Jika terus dibiarkan maka dikhawatirkan masyarakat bingung dan gaduh, maka alangkah baiknya jika kita mengurangi kegaduhan ini, karena akan menambah banyak persoalan untuk bangsa ini.
MINA: Siapa yang bertanggung jawab untuk terus memantau perda/">penghapusan Perda?
Fahira: Kita semua, tokoh masyarakat atau tokoh agama mestinya pro aktif untuk memantau Perda mana yang harus dipertahankan atau mana yang tidak lagi sesuai.
MINA: Bagaimana sikap DPD dalam perda/">penghapusan Perda?
Baca Juga: Fenomana Gelombang Panas, Ini Pendapat Aktivis Lingkungan Dr. Sharifah Mazlina
Fahira: Kami mendukung kebijakan pemerintah mengevaluasi dan membatalkan Perda-Perda bermasalah, karena menjadi penghambat pertumbuhan ekonomi daerah dan memperpanjang birokrasi, mengenai perizinan dan investasi. Namun, jika ingin menghapus sebuah Perda, harus dilakukan sesuai peraturan. review.
MINA: Apa yang mesti dilakukan oleh pemerintah daerah jika ternyata Perda yang berlaku tetap akan dihapus?
Fahira: Gugat. Pemerintah daerah memiliki wewenang yang sudah diatur dalam undang-undang. Kita diberi waktu 14 hari untuk menggugat.
MINA: Langkah apa yang bisa dilakukan pemerintah daerah atau masyarakat?
Fahira: Masyarakat, LSM atau tokoh agama bisa mengirim surat kepada pemerintah secara resmi. Atau jika tidak, sampaikan pada setiap senator yang setiap daerah kan didampingi oleh empat senator. Mereka nantinya yang akan menyampaikan dan membawa ini kepada Mendagri yang kemudian mengawal sampai keputusan Perda itu dihapus atau tidak.(P004/R02-P2)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: HNW: Amanat Konstitusi! Indonesia Sejak Awal Menolak Kehadiran Penjajah Israel