Membaca Dan Menulis Untuk Peradaban Islam (Oleh Imaam Yakhsyallah Mansur)

Oleh : Imaam Yakhsyallah Mansur

Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala :

اِقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ (١) خَلَقَ الْإِنسَانَ مِنْ عَلَقٍ (٢) اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ (٣) الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ (٤) عَلَّمَ الْإِنسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ (٥) (العلق [٩٦]: ١-٥)

Artinya : “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, (1) Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. (2) Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Mahamulia, (3) Yang mengajar (manusia) dengan pena. (4) Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya. (5)” (Q.S. Al-Alaq [96]: 1-5).

Kata perintah “bacalah!” merupakan firman pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Wahyu Al-Qur’an mulai turun pada malam 27 Ramadan 611 Masehi, ketika Rasulullah sedang tafakur di Gua Hira dekat Makkah.

Ayat-ayat pertama ini menegaskan bahwa membaca memiliki tempat khusus dalam Al-Quran. Akan tetapi, tindakan membaca juga menghajatkan sesuatu untuk dibaca. Jadi, membaca diikuti oleh menulis, penggunaan kalam atau pena, atau alat seperti komputer, yang membuat kita mengetahui “apa yang tidak kita ketahui sebelumnya”. Oleh karena itu, membaca dan menulis merupakan bagian penting dalam ibadah.

Kata qara’a (membaca) pada mulanya berarti menghimpun, karena membaca adalah aktivitas menghimpun atau merangkai huruf kemudian diucapkan. Di samping itu, kata qara’a juga berarti menelaah, meneliti, mendalami, menyampaikan, dan sebagainya.

Membaca dan menulis itu bukan hanya bagi masyarakat terdidik yang hendak dibangun Al-Quran. Melainkan juga untuk menciptakan kebudayaan, menghasilkan pengetahuan baru, dan membangun satu peradaban dinamis yang maju.

Sejarah menunjukkan peradaban Emas Islam adalah peradaban dengan puncak keilmuan yang tinggi. Salah satu instansi budaya yang berpengaruh dalam kemajuan peradaban Islam adalah perpustakaan-perpustakaan umum, yang saat itu dikenal dengan istilah Darul Ulum. Darul Ulum mulai didirikan pada abad ke-4 Hijriah. Perpustakaan umum pertama didirikan berlandaskan tradisi terpuji wakaf dalam Islam.

Selain Darul Ulum, terdapat pusat ilmiah dan budaya yang sangat berpengaruh dalam kemajuan peradaban dan kebudayaan Islam. Pusat ilmiah itu dikenal dengan istilah Nizamiya. Di pertengahan abad kelima hijriah, Nezam al-Mulk yang juga menteri di masa Alp Arsalan Saljouqi, mendirikan sekolah-sekolah dengan nama Nizamiya di Baghdad, Nishabour dan kota-kota lainnya. Dengan sekolah-sekolah tersebut, tingkat pendidikan umat Islam mencapai puncaknya. Nizamiya di Baghdad didirikan pada tahun 459 hijriah. Di tempat itu, Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali mengajar.

Setelah itu, sekolah-sekolah Islam berkembang pesat di dunia Islam dan merambah ke daratan Eropa. Di Eropa ada wilayah cerah gemilang di tengah kegelapan yaitu Andalusia (Spanyol). Kemajuan Al-Andalus sangat ditentukan oleh adanya penguasa-penguasa yang kuat dan berwibawa, yang mampu mempersatukan kekuatan-kekuatan umat Islam.

Keberhasilan kepemimpinan Islam tersebut ditunjang oleh kebijaksanaan penguasa-penguasa lainnya yang memelopori kegiatan-kegiatan ilmiah.

Sejak abad ke-11 dan seterusnya, banyak sarjana mengadakan perjalanan dari ujung barat wilayah Islam ke ujung timur, sambil membawa buku-buku dan gagasan-gagasan, sehingga membawa kesatuan budaya dunia Islam.

Universitas Cordova yang letaknya di Masjid Cordova adalah tempat yang paling baik untuk belajar pada saat itu. Saat itu telah ada jurusan astronomi, matematika, kedokteran, teologi dan undang-undang/hukum.

Semasa abad yang berikutnya, bertambah ramai lagi pelajar dari wilayah Islam Timur dan Kristen Eropa berduyun-duyun datang ke Universitas Cordova, Toledo, Granada dan Sevilla untuk menimba ilmu dari perigi ilmu pengetahuan yang mengalir ke sana dengan banyak sekali.

Selanjutnya, menulis adalah kegiatan yang sangat penting dalam Islam. Hal ini terbukti kitab Al-Quran sebelum seperti sekarang ini berawal dari firman Allah yang kemudian ditulis dalam lembaran-lembaran pelepah kurma dan kulit binatang. Kemudian lembaran-lembaran tersebut dikumpulkan menjadi kumpulan pada masa Khalifah Utsman.

Pengembangan intelektual dalam Islam tidak terlepas dari karya-karya tulisan cendekiawan Muslim yang aktif terus membuat karya yang meningkatkan pengetahuan ilmu agama, ilmu pengetahuan disipliner dan mengispirasi untuk terus mengembangkan keilmuan yang telah ada.

Menulis, dalam Islam Al-Quran terdiri dari tiga akar kata, yaitu kata pena (qalam), kata tinta (midad), dan menulis (kataba).

Di dalam al-Qur’an kata “pena” secara eksplisit hanya disebutkan tiga kali; (1) pada Surat al-Alaq, (2) kata pena (qalam) dalam surat yang diberi nama al-Qalam yang dibuka dengan huruf nun, dan (3) kata pena qalam yang terdapat dalam Surat Luqman: 27.

Perintah untuk menulis di dalam Al-Qur’an memang banyak, tetapi jika dibandingkan dengan perintah untuk membaca, berfikir, dan menggunakan akal secara kuantitatif jumlahnya lebih sedikit. Sedikitnya perintah menulis, bukan berarti kegiatan menulis menjadi tidak penting. Sebaliknya, sedikitnya perintah menulis itu seharusnya lebih memotivasi umat Islam untuk lebih giat menulis, sebagaimana yang dilakukan oleh ulama-ulama besar dahulu.

Karena itu, menulis adalah salah satu cara untuk melestarikan ilmu. Ilmu akan sangat mudah hilang jika kita hanya sekilas membaca, bahkan menghafal tanpa ditulis. Karena manusia sebagai makhluk yang mudah lupa. Suatu saat ilmu yang telah dihafalnya akan menjadi hilang sehubungan dengan faktor tingkat usia dan permasalahan-permasalahan yang telah dihadapi setiap hari.

Selain itu, tulisan adalah salah satu cara untuk memperkenalkan dan menyampaikan pengetahuan kepada masyarakat luas. Di dalam Al-Quran sendiri ada istilah Al-Kitab dan Al-Qur’an.

Dengan tulisan segala sesuatu bisa tersampaikan dengan rinci dan runtut. Maka dari itu Al-Quran yang telah diturunkan oleh Allah untuk manusia melalui Nabi Muhammad ﷺ jangan sampai punah.

Maka, ilmu pengetahuan tidak akan berkembang ketika dunia tulisan tidak mengalami perkembangan. Masyarakat menjadi malas menulis, itu suatu tanda ilmu pengetahuan akan mengalami stagnan atau kemandekan.

Kita harus bersyukur bila kita mampu menuliskan suatu pengetahuan. Itu bertanda bahwa hasil karya tulisan kita akan menjadi ilmu yang bermanfaat. Karena suatu saat orang lain akan membacanya, dibandingkan pengetahuan jika tidak dituliskan tentu akan menjadi hilang, hingga hilanglah manfaat pengetahuan dalam tulisan itu. Ini tentu sangat disayangkan.

Terlebih jika menulis itu didasari keikhlasan dan hanya karena Allah, maka kemuliaan akan didapat. Tentu saja jaminannya adalah surga. Karena dengan menulis seorang hamba akan memberikan ilmu pengetahuan kepada generasi yang akan datang. Tentu saja Allah tidak akan menyia-nyiakan perbuatan hamba-Nya. Allah berfirman: “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan sekecil apapun, niscaya ia akan melihat balasannya.” (Q.S. Az-Zalzalah [99]: 7).

Tulisan itu kelak akan menjadi amal Jariyah bagi Penulisnya, yang mendatangkan pahala, meskipun ia telah berada di alam akhirat. Pahala dari amal perbuatan tersebut terus mengalir kepada Penulisnya, selama orang yang hidup mengikuti atau memanfaatkan hasil amal perbuatannya. Terlebih hampir separuh isi buku ini bertemakan tentang Al-Aqsa Palestina. Perjuangan untuk membebaskan Masjid Al-Aqsa harus menempuh usaha yang luar biasa karena upaya yang dilakukan oleh Zionis Yahudi pun juga menempuh jalan yang luar biasa.

Pembelaan umat Islam terhadap Masjid Al-Aqsa merupakan barometer keimanan kepada Allah. Termasuk pembelaan melalui tulisan-tulisan, dan ini yang menjadi sangat penting, sekaligus masih perlu lebih banyak lagi, seperti yang dikatakan ulama Palestina.

Karena itu, kami sangat memberikan apresiasi dan penghargaan setinggi-tingginya kepada Para Penulis Pemula, Para Mujahid Pena, yang tergabung dalam Komunitas Literasi (), yang telah mengupayakan karya-karya terbaiknya, yang telah dimuat di media Kantor Berita MINA (Mi’raj News Agency). Untuk kemudian diterbitkan dalam sebuah buku kumpulan artikel.

Kami juga mendorong untuk Para Penulis, untuk terus membaca dan menulis menuju kembalinya Masjid Al-Aqsa ke pangkuan Muslimin, dan kejayaan peradaban Islam yang Rahmatan lil’alamin. Selamat ! (A/RS2/P1)

Disampaikan pada Niyabah Jama’ah Muslimin (Hizbullah) Bandung Selatan dan “Menjemput Kejayaan Masa Depan Pembebasan Al-Aqsa ke Pangkuan Muslimin”, di Masjid Al-Karomah Ciparay, Kab. Bandung, Jabar, Sabtu, 6 Dzulhijjah 1444 H. / 24 Juni 2023 M.

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: Ali Farkhan Tsani

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.