Oleh Bahron Ansori, Redaktur MINA
Abu Abdillah Syamsuddin Muhammad bin Abi Bakar bin Ayyub bin Saad bin Hariz Az-Zura’i Ad-Dimasyqi atau yang dikenal dengan Ibnul Qayyim Al-Jauziyah lahir pada tanggal 17 Shafar 691 H, di rumah yang dipenuhi dengan nuansa keilmuan, kemuliaan, kebaikan, dan taqwa.
Ayahnya; Syaikh ash-Shaleh Al-Abid An-Nasik Abu Bakar bin Ayyub Az-Zura’i adalah direktur madrasah Al-Jauziyah di Damaskus untuk beberapa periode, oleh karenanya ia dikenal dengan sebutan “Qayyim Al-Jauziyah”, yang kemudian anak cucunya dikenal dengan sebutan ini. Sehingga seorang dari anggota keluarga mereka pun akhirnya dipanggil dengan sebutan “Ibnul Qayyim Al-Jauziyah.”
Ayah Ibnul Qayyim merupakan sosok yang cukup mulia, tampil apa adanya, memiliki peran penting dalam mengembangkan ilmu faraidh (waris), dimana kepada sang ayah inilah sang putra; Syamsuddin belajar ilmu tersebut. Sang ayah meninggal di Madrasah Al-Jauziyah.
Baca Juga: Ini Doa Terbaik Dari Keluarga untuk Jamaah Yang Pulang Umrah
Dalam lingkungan keilmuan seperti ini, Ibnu Qayyim Al-Jauziyah lahir, berpindah-pindah antara dua sisi keilmuan; belajar dan mengajar, maka dengan pemikiran yang cemerlang, kekuatan hafalan yang menakjubkan, bacaan yang luas, kebersihan jiwa, kelapangan dada, tentu hal itu sangat berpengaruh terhadap kelulusan serta pertumbuhannya hingga memiliki sifat-sifat yang terpuji, hidup bahagia, pujian yang baik, pamor yang mulia, serta meninggalkan pustaka dan keilmuan Islam yang cukup berharga.
Keturunan yang Saling Mewarisi
Sebagaimana Ibnul Qayyim Al-Jauziyah mewarisi ilmu ayahnya, ia juga mewariskan kepada anak-anaknya, mereka adalah: Abdullah; ia sangat cerdas dan hafalannya sangat kuat, ia bisa hafal surat Al-A’raf dalam dua hari, serta menamatkan Al Quran Al-Karim saat usia 9 tahun, ia satu-satunya penerima mandate untuk mengajar di madrasah Ash-Shadriyah setelah ayahnya wafat.
Ibrahim menimba ilmu dari ayahnya dan ulama-ulama lain. Ia telah memberikan fatwa serta mengajar di Madrasah Ash-Shadriyah, mengikuti jejak ayahnya. Ia juga punya andil besar dalam pengembangan ilmu nahwu, seperti penulisan dan penjelasan buku Alfiah Ibnu Malik yang ia namakan, “Irsyad As-Salik Ila Halli Alfiyah Ibnu Malik” (petunjuk bagi yang ingin memahami Alfiyah Ibnu Malik).
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-21] Tentang Istiqamah
Disamping itu Ibrahim juga sangat kaya, meninggalkan harta yang cukup besar; hampir mencapai 100.000 dirham.
Akhlaknya
Ibnul Qayyim memiliki akhlak yang mulia, memiliki perangai lembut dalam pergaulan, memiliki semangat tinggi, wawasan yang luas, termasuk orang besar dalam sisi karakteristik, kebaikan, keilmuan, keutamaan, tahajjud dan ibadah.
Al-Imam Al-Hafizh Ibnu Katsir, salah satu muridnya berkata, “Bacaan dan etikanya sangat baik, banyak berlemah lembut, tidak pernah hasad dan dengki kepada siapa pun, tidak pula menyakiti dan mencela mereka. Secara umum kepribadiannya dipenuhi oleh kebaikan dan akhlak yang mulia.”
Baca Juga: Hijrah Hati dan Diri: Panduan Syariah untuk Transformasi Spiritual dan Pribadi
Zuhud dan Ibadahnya
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah memiliki kemampuan untuk memakmurkan hatinya dengan keyakinan kepada Allah, selalu merasa fakir di hadapan Allah, kembali dan bersimpuh. Ia memiliki kerinduan dan cinta yang memenuhi seluruh rongga hatinya. Ia memakmurkan hatinya dengan ketergantungan kepada Allah baik dalam kondisi sepi maupun ramai, dengan dzikir, sehingga ibadahnya menduduki posisi sebagai pengobatan dan penyembuhan serta olahraga bagi jiwa.
Ia hidup zuhud di dunia serta rendah hati. Baginya fenomena dunia yang menipu telah sirna dalam dirinya setelah nyata bahwa hakikatnya adalah kebinasaan. Ia sering berkata, “Dengan kesabaran dan kefakiran, kepemimpinan dalam agama dapat diperoleh, maka menjadi keharusan bagi pelancong menuju jalan Allah untuk memiliki obsesi yang dapat mengendalikan dan meningkatkannya, serta ilmu yang dapat memberikan arahan dan petunjuk.”
Seusai shalat Subuh ia selalu menetap di tempatnya, berdzikir kepada Allah hingga matahari menyingsing, seraya berkata, “Inilah pagi hariku, jika tidak aku duduki maka kekuatanku akan runtuh.”
Baca Juga: Aksi Peduli Palestina: Cara Efektif dan Nyata Membantu Sesama yang Membutuhkan
Masa Study
Ibnul Qayyim mempunyai potensi sebagai penggerak dengan akal yang luas, dan pemikiran yang subur, serta daya hafal yang cukup menakjubkan. Sejak kecil ia memiliki obsesi yang jujur dalam menuntut ilmu, ia sangat ulet dalam meneliti dan menganalisa, serta memiliki kebebasan dalam menimba ilmu dari guru, ulama dan masyaikhnya.
Ia turut dalam berbagai halaqah keilmuan dari banyak guru. Ia menimba ilmu dari para pakar dibidangnya seperti; Asy-Syihab Al-Abir, Abu Al-Fath Al-Ba’labakki, adalah guru-gurunya dibidang nahwu, lebih khusus pengajar Alfiyah Ibnu Malik. Sehingga ia menguasai dan pandai berbahasa Arab sebelum umurnya menginjak 9 tahun.
Ibnul Qayyim sangat suka menelaah buku-buku ilmu jiwa, ia juga mengoleksi referensi bidang ini dalam jumlah yang cukup banyak. Ia berguru kepada Ibnu Taimiyyah semenjak kepulangan beliau dari Mesir hingga wafatnya. Kecintaan Ibnul Qayyim kepada gurunya ini telah meresap dalam sanubarinya, sehingga ia mengambil mayoritas ijtihadnya, membelanya serta mengembangkan keotentikan dalil-dalilnya, menyerang argumentasi para penentangnya. Inilah yang kemudian mendorongnya untuk melakukan penyederhanaan dan penyuntingan terhadap buku-bukunya serta penyebarluasan ilmu dan ide-idenya.
Baca Juga: Enam Cara Mudah Bantu Palestina
Aktivitas Ibnul Qayyim
Ia adalah Khatib pertama pada masjid agung yang didirikan oleh Najmuddin bin Khalikhan. Disamping itu ia juga sibuk mengajar. Beberapa ulama ternama dan para Huffazh besar juga belajar kepada Ibnul Qayyim seperti; Al-Hafizh Ibnu Rajab Al-Hambali, Imam Syamsuddin Adz-Dzahabi Asy-Syafi’i juga Imam Ibnu Katsir Ad-Dimasyqi.
Selain terkenal sebagai seorang guru, pengarang, dan pengajar, ia juga terkenal sebagai seorang mufti dan ahli dalam berdialog yang selalu mengangkat bendera kemenangan bagi kitab suci Al Quran dan Sunnah.
Beberapa karya terpenting Ibnul Qayyim antara lain seperti; Zadul Ma’ad fi Hadyi Khairil Ibad, I’lamu Al-Muwaqqi’in Rabbi Al-Alamin, Jila’ul Afham fi Shalati wa Salam ‘ala Khairil Anam, Ighatsatul Lahfan min Mashayid Asy-Syaitan, Hadil Arwah ila biladil Afrah, Ad-daa’ wa Ad-Dawaa’ atau Al-Jawaul Kafi Liman Saala’an Dawaa’ Asy-Syafi, Ar-Ruh, Syarh Al-Asma’ Al-Husna, Al-Kalim At-Tayyibuwa Al-Amal Ash-Shalih, Miftah Dar As-Sa’adah, Madariju Salikin Baina Manazila Iyyaka Na’budu wa Iyyaka Nasta’in.
Baca Juga: Makna Mubazir dalam Tafsir Al-Isra’ Ayat 27, Mengapa Pelaku Pemborosan Disebut Saudara Setan?
Wafatnya Ibnul Qayyim
Ibnul Qayyim menghadap Allah SWT saat azan Isya malam Kamis tanggal 13 Rajab 751 H dalam usia 60 tahun. Maka hilang sudah salah satu ulama terbaik umat islam ini. Semoga banyak di antara kaum muslimin yang bisa memetik hikmah dari biografi singkat Ibnu Qayyim di atas. Semoga bermanfaat. (RS3/B05)
(Sumber: Biografi 10 Imam Besar Karya Syaikh Muhammad Al-Jamal)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Suriah dan Corak Bendera yang Berganti