Muslim Pendukung Donald Trump: Tugas Kita Mendidiknya

Oleh: Rudi Hendrik, jurnalis Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Pekan ini, secara resmi diterima pencalonannya sebagai kandidat Presiden Amerika Serikat dari . Ia bersumpah untuk memulihkan hukum, ketertiban dan keamanan untuk warga Amerika.

Sebelumnya hingga kini, miliarder ini menjadi sosok yang dikecam dan dibenci oleh banyak kalangan umat Islam dunia, karena ia mendesak larangan bagi Muslim masuk ke negara itu.

Ujaran kebencian anti-Islam itu adalah respon pengusaha properti tajir ini atas penembakan massal di San Bernardino, California, pada Desember 2015 yang menewaskan 14 orang.

Ia juga pernah mengatakan bahwa orang yang menghancurkan Gedung WTC, serta membuat kekacauan di banyak negara-negara dunia, sama-sama orang Islam. Meski empat tahun kemudian, ketika ditanya kembali maksud pernyataannya itu, Trump meluruskan intinya masalah radikalisme Muslim yang wajib dilawan.

“Kita punya masalah dengan kelompok Muslim radikal, itu tidak perlu dipertanyakan lagi,” kata Trump.

Dalam wawancara dengan stasiun televisi Fox News hampir setahun lalu, Donald Trump mengatakan dia akan menutup masjid-masjid di Amerika Serikat jika terjadi serangan teror.

“Tak seorang pun ingin mengatakan ini, tak seorang pun ingin menutup bangunan ibadah keagamaan, tapi Anda tahu, Anda paham. Banyak orang akan mengerti. Kita tidak punya pilihan,” ujarnya.

Dalam wawancara dengan stasiun televisi NBC News pada akhir November 2015, Trump menyatakan dia akan menerapkan aturan warga Muslim harus memakai identitas khusus di Amerika Serikat.

Agama yang dianut Presiden Barack Obama pun ia pertanyakan.

“(Obama) tidak punya sertifikat kelahiran, atau mungkin dia punya, tetapi ada sesuatu, mungkin agamanya, mungkin dia Muslim,” kata Trump empat tahun lalu dalam masa kampanye Presiden AS.

Trump mendesak Presiden Barack Obama untuk memperlihatkan sertifikat kelahirannya guna  membuktikan bahwa dia lahir di Hawaii dan bukan seorang Muslim.

Upayanya itu memicu teori konspirasi tentang kelahiran Obama. Trump bahkan mengancam akan membentuk tim investigasi khusus untuk menyelidiki di Hawaii.

Gedung Putih akhirnya bereaksi dengan merilis sertifikat kelahiran Obama.

“Kita tidak punya waktu untuk hal konyol ini,” kata Obama ketika itu.

Kata Muslim Pendukung Trump

Namun, di antara anggota Partai Republik, ada pula Muslim yang mendukung pencalonannya.

Jadi, apa yang Muslim Republik pikirkan tentang calon presiden partai mereka?

Di tengah ribuan pendukung yang menghabiskan harinya di Konvensi Nasional Republik (RNC), Al Jazeera bertanya kepada empat Muslim Republik tentang dukungan mereka kepada Trump.

“Kami mendukung nilai-nilai Republik. Saya merasa bahwa nilai-nilai Islam konservatif sejalan dengan Partai Republik. Sejauh bahwa mereka menjadi anti-Islam, anti-Muslim, itu adalah tugas kita untuk mendidik mereka, untuk mengubah hati dan pikiran mereka tentang Islam dan Muslim. Kecuali kita tidak terlibat, mereka tidak akan mengubah perspektif mereka kepada kami,” kata Presiden Koalisi Republikan Muslim, Saba Ahmed.

Muslimah berjilbab ini menggambarkan, ketika Trump mendapat cemoohan dari sebagian orang, orang lain menghentikannya.

“Saya pikir suara toleransi dan penerimaan, lebih kuat dari suara-suara kebencian. Untungnya, saya tidak punya pengalaman buruk di sini. Kebanyakan orang datang dan mereka sangat mendukung, mereka senang melihat umat Islam di sini. Larangan Trump kepada Muslim telah melunak signifikan. Dan saya tahu itu inkonstitusional dan ilegal, tapi tidak pernah akan diberlakukan. Itu hanya kampanye retorika yang saya pikir kita bisa mengabaikan untuk sebagian besarnya,” ujarnya di RNC.

Waqqas Khan, seorang psikiater yang menjadi donatur bagi RNC, mengatakan bahwa ia tidak mendukung setiap kata yang keluar dari mulut Donald Trump.

“Saya mendukung pesan inti di balik pernyataannya. Dia telah membawa masalah yang sangat substantif ke meja, yang meliputi imigrasi, keamanan dan ekonomi,” kata Khan.

Menurut Khan, sebagian orang memang sangat membutuhkan, seperti banyak pengungsi di seluruh dunia, tapi di sisi lain pemerintah harus memastikan mereka berfokus pada imigrasi yang masuk akal, bukan imigrasi yang tidak masuk akal.

“Jika dia ingin melarang imigran, maka dia perlu untuk melarang mereka berdasarkan penilaian risiko, bukan berdasarkan agama mereka,” katanya.

Menurutnya, retorika anti-Islam Trump, sentimen anti-Muslim, telah disalahartikan dan dibesar-besarkan oleh media liberal.

“Dia tidak anti-Islam, dia tidak anti-Muslim. Dia hanya perlu lebih banyak informasi tentang hal itu, dan dia ingin belajar. Dia orang yang terus menerus melunak sikapnya pada keduanya, Muslim dan Islam,” ujarnya.

Sementara itu, Hossein Khorram, Wakil Ketua USO Northwest, mengatakan, mereka sebagai Muslim bertujuan “membangun jembatan”, bukan untuk “membakar”.

“Jika kami tidak mau berbicara satu sama lain dan kami menutup pihak lain dengan turut mengatakan mereka Islamofobia, kami tidak akan pernah dapat memiliki percakapan yang layak dan menyelesaikan masalah,” kata Khorram. “Saya seorang Muslim, saya seorang Amerika dan saya mendukung sesama orang Amerika yang memperlakukan saya sama.”

Ia mengaku bahwa ia tidak merasa sedikit pun mendapat perlakuan diskriminasi. Menurutnya, di Amerika, menjadi Muslim bukanlah halangan.

Adapun Suhail Khan, aktivis konservatif, Ketua Koalisi Inklusi Konservatif mengatakan, ada beberapa pernyataan yang meresahkan terhadap kelompok sasaran dari kampanye Trump, tetapi pandangan semua pihak dalam masyarakat adalah sama di mata hukum.

“Saya bukan pendukung Trump. Saya awalnya pendukung Rand Paul. Partai itu sendiri tidak bersalah, banyak anggota Kongres dari Partai Republik melakukan pekerjaan yang sangat baik bersama umat Islam,” ujarnya.

Ia mengakui, komentar Trump tentang Muslim dan lainnya telah memiliki dampak negatif terhadap partai. (P001/P4)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.