NASIB PENGUNGSI ROHINGYA SETELAH PEMILU

“Kami adalah orang yang paling teraniaya hidup di muka bumi -telah dipelintir menjadi pengungsi di negara kami sendiri. Kami adalah orang-orang tanpa hak-hak sipil dan dari waktu ke waktu mengalami kekerasan. Dunia tahu ini, tapi masih tidak mengatakan apa-apa.”

– Razia Sultana, aktivis kemanusiaan Arakan Rohingya National Organization (ARNO)-

Razia Soltana saat berbicara dengan pengungsi Rohingya yang lainnya.
Razia Sultana saat berbicara dengan pengungsi Rohingya yang lainnya.

Krisis Rohingya yang berlangsung selama bertahun-tahun telah menimbulkan banyak korban. Mulai dari anak-anak hingga dewasa. Mereka tidak diakui sebagai warga negara hanya karena bahasa, agama, dan etnis yang berbeda. Banyak di antara mereka yang dibunuh, diperkosa, dibakar rumahnya, dan tidak diberi status kewarganegaraan.

Pelanggaran hak asasi tersebut membuat sebagian etnis Rohingya lari dari tempat tinggalnya. Mereka berlayar mengarungi Samudera Hindia menggunakan perahu kecil dengan muatan penuh manusia menuju daratan-daratan terdekat dengan penuh harap, seperti Indonesia dan Malaysia. Selama di perjalanan mereka kekurangan makanan dan minuman dalam waktu berbulan-bulan, sebagiannya berguguran dan menjadi jenazah yang bergelimpangan di permukaan laut.

Kini, masa pemilihan umum di negeri tersebut tiba, namun nasib mereka tetaplah sama, tak diakui sana-sini. Pemilu yang berlangsung baru-baru ini dimenangkan partai Liga Nasional bagi Demokrasi (NLD) di bawah pimpinan Aung San Suu Kyi yang dikenal keras terhadap keberadaan para pengungsi Rohingya di Myanmar.

Bagaimanakah keberadaan mereka ke depannya, berikut kutipan wawancara wartawan Mi’raj Islamic News Agency (MINA) Farhanah dengan Razia Sultana, seorang Rohingya yang juga aktivis kemanusiaan Arakan Rohingya National Organization (ARNO) mengenai isu ini:

MINA: Bagaimana keadaan terbaru tentang Rohingya di Myanmar?

Razia Sultana: Juru Bicara Menteri Informasi dan Kepresidenan Ye Htut mengatakan, pada Sabtu lalu bahwa pemerintah tidak akan menjamin hak kewarganegaraan komunitas Muslim Rohingya. Dia menulis dalam akun Facebook-nya, pemerintah kami (Myanmar) berpendirian bahwa kami akan menolak menggunakan istilah Rohingya. Komentar tersebut muncul setelah Universal Periodic Review PBB (Persatuan Bangsa-Bangsa) meneliti situasi hak asasi manusia di semua negara anggota PBB.

Pengadilan Myanmar mendenda lima orang laki-laki karena mencetak “Kalender Rohingya” Selasa (24/11/2015). Sebuah pengadilan di Yangon telah mengeluarkan peraturan untuk menghukum siapa pun yang membantu percetakan atau penerbitan Kalendar Rohingya dengan denda 800 Dolar AS.

Di samping itu, Dan U Win Htein, juru bicara dan tokoh terkemuka partai NLD yang memenangkan pemilu, mengatakan nasib ‘Muslim’ Rohingya tidak ada dalam agenda partainya.

“Kami memiliki prioritas lain,” katanya dengan berdalih, “Perdamaian, transisi kekuasaan damai, pembangunan ekonomi dan reformasi konstitusi” adalah fokus mereka. Dia juga menegaskan bahwa Rohingya adalah imigran gelap dari Bangladesh.

MINA: Sebagaimana kita tahu, partai Liga Nasional Demokrasi (NLD) telah memenangkan pemilu,. Apa yang akan terjadi dengan orang-orang Rohingya ke depan?

Razia Sultana: Seorang ajudan Aung San Suu Kyi mengatakan Rohingya tidak menjadi prioritas kami.

Dia juga melanjutkan, “Muslim Rohingya tidak ada dalam perhatian NLD dan partai ini tidak memiliki kebijakan untuk meningkatkan hak asasi manusia Rohingya.” Sementara seorang pemimpin Senior NLD juga ikut menegaskan bahwa Rohingya bukan bagian dari Myanmar melainkan Bangladesh.

Di bawah pemerintahan NLD, sekarang kami tidak mengharapkan perbaikan atau pencabutan undang-undang yang sudah menindas dan mengambil hak kewarganegaraan kami. Tapi saya tahu rezim telah menolak bukti yang jelas dari beberapa pelanggaran hukum internasional terhadap Rohingya.

Akan sangat berlebihan jika kami menaruh harapan setelah ia (Suu Kyi) mendapat kekuasaan dan akan perhatian dengan kami. Namun, kami masih menaruh harapan dan menunggu serta melihat apa yang akan NLD lakukan. Pengungsi Rohingya tetap isu utama, menurut saya.

MINA: Apa saja yang telah ARNO lakukan sejauh ini untuk membantu Rohingya?

Razia Sultana: ARNO adalah salah satu organisasi wakil rakyat Rohingya, Arakan, Burma, yang berkedudukan di London, Inggris. Organisasi luas ini berbasis dari Rakyat Rohingya yang muncul pada tahun 1998.

ARNO merupakan salah satu anggota pendiri dari Arakan Rohingya Union yang dibentuk dengan inisiatif dari Kantor Euro-Burma dan Organisasi Kerjasama Islam (OKI). Kami fokus pada hak penentuan diri warga Rohingya dalam federasi Burma; pelestarian sejarah dan warisan budaya Rohingya tanpa mengurangi pertumbuhan dan pelestarian budaya, agama, dan adat lainnya di Arakan; kecaman dari penganiayaan agama oleh militer; pemulangan pengungsi Rohingya dari tempat pengungsian mereka; pengembangan sumber daya manusia khususnya di bidang sosial budaya, ekonomi, pendidikan dan teknis; pembentukan kesejahteraan masyarakat berdasarkan kesetaraan, kebebasan, demokrasi, hak asasi manusia dan kebebasan bagi semua orang; “Ko-eksistensi damai” dengan masyarakat Rakhine (Arakan Buddha) dan di antara semua bangsa lain di Arakan serta di seluruh negeri; perjuangan bersama dengan oposisi Burma dan kekuatan demokratis; dukungan terhadap perjanjian larangan ranjau darat; dukungan dari hak-hak perempuan dan anak perempuan Rohingya untuk pendidikan, kesehatan dan pemberdayaan ekonomi; mendidik para pemuda dari bahaya narkoba (termasuk infeksi AIDS); perlindungan lingkungan, termasuk hutan, sungai, lahan basah, garis pantai samudera dan menyelamatkan tanah mereka dari penebangan liar, membunuh spesies yang terancam punah, segala bentuk polusi, lebih memancing dan melestarikan surga hijau untuk anak-anak mereka dan dunia; dukungan untuk pembangunan berkelanjutan, yang sesuai, bersih, dan bermanfaat untuk masa depan masyarakat umum.”

ARNO menegaskan kembali seruannya pada PBB untuk menetapkan penyelidikan independen terhadap genosida pada warga Rohingya di Myanmar.

ARNO mengungkapkan keprihatinannya terkait penemuan kuburan massal pada 1 dan 4 Mei ini di mana puluhan mayat ditemukan di dekat kamp ‘perdagangan manusia brutal’ di Thailand Selatan.

ARNO menyambut dan mengadopsi resolusi Majelis Umum PBB pada Senin 29 Desember 2014, mendesak Myanmar untuk memberikan kewarganegaraan penuh terhadap minoritas Rohingya serta memberikan mereka akses yang adil dan sama sebagaimana rakyat pada umumnya.

MINA: Banyak yang meragukan Aung San Suu Kyi dapat menyelesaikan masalah ini, bagaimana pendapat Anda?

Razia Sultana: Secara pribadi saya menyukai dia. Dari awal saya sangat terinspirasi dengan fokusnya pada anti kekerasan. Tapi diamnya dia pada genosida Rohingya membuat saya sangat kecewa, saya tahu dia memiliki beberapa batasan, tapi setidaknya dia harus mengatakan sesuatu tentang masalah ini.

Masih ada harapan dan dukungan untuknya. Saat ini ia memiliki kekuatan dan partainya dipilih oleh rakyat sehingga dia harus memberikan komentar positif tentang masalah bangsa Rohingya dan menyarankan anggota partainya agar menjadi sadar dengan sejarah. Mereka tahu lebih baik dari kita tentang sejarah Rohingya, kami tidak perlu membuktikan siapa diri kami dalam masalah itu. Mereka telah mendengar konsep yang jelas tentang sejarah maka mereka harus beri komentar tentang etnis kami.

MINA: Menurut Anda, siapa yang harus bertanggung jawab untuk kasus Rohingya?

Razia Sultana: Sejak Juni 2012, kekerasan terhadap Muslim di Burma telah dikutuk PBB, pemerintah internasional, badan-badan regional, dan kelompok-kelompok hak asasi manusia. Tidak terpengaruh oleh pendapat negatif internasional, pemerintah Burma belum berusaha untuk menyediakan sistem keadilan transisional bagi umat Islam yang telah diserang.

Sebaliknya, para pejabat pemerintah telah berpartisipasi dalam serangan baru, memperketat pembatasan Muslim, memblokir bantuan untuk pengungsi, dan sebagian besar orang Rohingya tidak diberi kewarganegaraan dan dipisahkan dari polpulasi Muslim lainnya.

Meskipun pertahanan pemerintah tidak adil, masyarakat internasional telah gagal mengambil tindakan yang diperlukan untuk melindungi korban Muslim. Masyarakat internasional sejauh ini tidak melakukan apa-apa untuk melindungi kita. Dunia tampaknya duduk di atas pagar saat kami sedang dianiaya secara sistematis.

Kami adalah orang yang paling teraniaya hidup di muka bumi – telah dipelintir menjadi pengungsi di negara kami sendiri-. Kami Rohingya adalah orang-orang tanpa hak-hak sipil dan dari waktu ke waktu mengalami kekerasan sistematis. Dunia tahu ini, tapi masih tidak mengatakan apa-apa.

MINA: Apakah Anda percaya solusi politik dapat memecahkan masalah ini?

Razia Sultana: 80 persen warga negara Myanmar percaya bahwa masalah ini dapat diselesaikan secara politik. Karena itu dimulai dari isu politik, tidak sepenuhnya masalah agama. Tapi ketika agama masuk ke titik itu menjadi isu politik. Seyogyanya agama saja tidak bisa menyelesaikan masalah ini. Untuk mendapat solusi harus melibatkan politik, pengambil kebijakan (negara) sehingga dapat dihasilkan solusi.

MINA: Apa yang Anda harapkan dari badan internasional untuk membantu Rohingya dalam mencapai perdamaian hidup dan untuk mendapatkan kewarganegaraan mereka?

Razia Sultana: Myanmar sekarang di jalur demokrasi, kami berharap pemerintah terpilih dapat memecahkan masalah ini sesegera mungkin. Komunitas politik internasional dan dewan hak asasi manusia atau organisasi internasional harus memberi tekanan agar masalah ini selesai.

Lima puluh enam negara Muslim di dunia ini tidak ada yang langsung menunjuk atau setuju untuk mengatasi situasi ini dan tidak berniat memecahkan masalah ini. Sebanyak 1,3 juta warga Rohingya atau sekitar empat persen dari jumlah penduduk Myanmar sekarang di bawah aniaya dan tidak berdaya.Seolah tidak terjadi sesuatu atau tidak ada masalah yang sangat besar.

Saya menyampaikan, dunia internasional harus melakukan sesuatu dan menekan pemerintah terpilih yang tidak setuju memberi kami kewarganegaraan, mereka akan mengambil alih kekuasaan lima bulan lagi. Apa yang terjadi saat ini, bagaimana dengan orang-orang yang berada di kamp IDP atau ketegasan Myanmar untuk seluruh Muslim.

Atas nama keamanan membunuh seluruh Muslim harus dihentikan untuk memberi tekanan kepada pemerintah militer.

MINA: Apa pesan Anda untuk dunia internasional?

Razia Sultana: Hukum internasional memiliki tanggung jawab untuk melindungi semua etnis dan bangsa. Jika Anda hanya satu orang pun, Anda tetaplah manusia dan bangsa. Setiap manusia memiliki hak untuk hidup di dunia ini. Nama agama, bangsa, dan etnis tidak bisa mengabaikan hak orang lain. Orang-orang di dunia ini memiliki hak yang sama di setiap tanah dan negara. Diperlakukan sebagaimana manusia, kami pastikan pemerintah bahwa bangsa kami ingin hidup bersama, ingin membantu untuk membangun demokrasi yang sempurna dan makmur bagi Myanmar.

MINA: Apa yang Anda harapkan dari pemerintah Indonesia sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar untuk membantu masalah Rohingya?

Razia Sultana: Indonesia adalah negara muslim terbesar yang memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dengan dunia Muslim dan komunitas ASEAN. Negara Muslim terbesar ini dapat dengan mudah menekan pemerintah Myanmar secara internasional atau dengan OKI atau dengan komunitas ASEAN. Dapat memberi kesempatan lebih baik bagi orang Rohingya, misalkan beasiswa pendidikan untuk pemuda, memberi suaka hingga mereka dapat menemukan kehidupan yang lebih baik. Juga dapat memberikan kesempatan hidup dengan suaka bagi Rohingya itu. Pastikan Perlindungan harus tepat di tempat penampungan pengungsi.(M02/R04/R05)

 

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Wartawan: Rudi Hendrik

Editor:

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments: 0