Partai Hijau Australia Samakan Menteri Imigrasi Dengan Teroris

Para pengunjuk rasa berkumpul di Kota Melbourne tgl 17/4 lalu untuk menuntut penutupan tempat penahanan milik Australia di dan Nauru, PNG. (Foto: AAP)

Melbourne, MINA – Anggota parlemen dari mengkritik kebijakan pemerintah Perdana Menteri (PM) Malcolm Turnbull dalam menangani pengungsi yang ditempatkan di pusat penahanan Pulau Manus, Papua Nugini (PNG).

Adam Bandt, anggota parlemen, melangkah lebih jauh dengan menggambarkan tindakan Menteri Imigrasi Peter Dutton sama saja dengan terorisme, Deutsche Welle melaporkan, Sabtu (4/11).

“Jika definisi teror adalah menggunakan kekerasan dan mengancam kehidupan manusia untuk tujuan politik, maka Peter Dutton adalah seorang teroris,” ujarnya.

Human Rights Watch (HRW) dan pengungsi di pulau itu pada Jumat meminta Presiden Jerman Frank-Walter Steinmeier yang berkunjung ke Australia memberi tekanan pada PM Turnbull.

“Jerman memiliki catatan membanggakan dalam merawat migran secara manusiawi. Presiden Steinmeier harus meminta Turnbull untuk membawa orang-orang di Pulau Manus ke tempat yang aman,” kata Elaine Pearson, Direktur HRW Australia, dalam sebuah pernyataan kepada kantor berita DPA.

Sementara itu Koalisi Aksi Pengungsi mengatakan pemerintah Australia berusaha memaksa para pengungsi yang selama ini ditampung di Pulau Manus terjerembab ke dalam ‘kondisi yang tambah sangat tidak aman’.

Ribuan orang berdemonstrasi di kota-kota Australia di Melbourne dan Sydney, Sabtu (4/11), untuk mengkritik kebijakan penanganan pengungsi di Pulau Manus.

Sekitar 600 pengungsi di pusat penahanan tersebut hidup tanpa listrik atau persediaan makanan setelah menolak pindah ke akomodasi sementara di kota utama pulau tersebut. Pasalnya, mereka takut diserang oleh penduduk lokal.

Australia dalam beberapa tahun terakhir melaksanakan operasi keras terhadap ‘manusia perahu’ yang tiba di negara tersebut. ‘Negeri Kanguru’ mendirikan kamp penjara di kepulauan Pasifik Manus dan Nauru, hampir lima tahun yang lalu, untuk memproses para pencari suaka tersebut.

PBB dan pembela hak asasi manusia telah mengecam perlakuan Australia terhadap pencari suaka di tengah tuduhan pelanggaran hak asasi manusia, dan menuntut agar kamp-kamp tersebut ditutup.

Fasilitas penahanan Pulau Manus telah ditutup pada Selasa lalu, namun 600 orang di sana membarikade diri mereka tanpa makanan dan air untuk memprotes tindakan otoritas Australia dan PNG. Mereka meminta negara lain untuk menerima mereka.

Penghuni kamp mengau terpaksa minum air hujan dan menggali sumur mereka sendiri agar bisa bertahan.

Pemerintah Australia mengatakan 600 orang telah ditawarkan akomodasi alternatif di tempat lain di Pulau Manus, namun para pengungsi mengatakan langkah itu tidak akan memberikan mereka rasa aman dari penduduk lokal yang mengganggu mereka.

Banyak pencari suaka melaporkan bahwa mereka diserang oleh orang PNG yang tidak menginginkan kehadiran mereka di pulau itu. (T/R11/P1)

 Mi’raj News Agency (MINA)

 

Wartawan: Syauqi S

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.