Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Penduduk Xinjiang Kesusahan Karena Lockdown Covid-19

siti aisyah - Rabu, 14 September 2022 - 20:46 WIB

Rabu, 14 September 2022 - 20:46 WIB

3 Views ㅤ

BEIJING, CHINA - FEBRUARY 16: A Chinese man wears a protective mask as he stands outside a main entrance at Beijing West Railway Station as it is nearly empty on February 16, 2020 in Beijing, China. The number of cases of the deadly new coronavirus COVID-19 rose to more than 57000 in mainland China Sunday, in what the World Health Organization (WHO) has declared a global public health emergency. China continued to lock down the city of Wuhan in an effort to contain the spread of the pneumonia-like disease which medicals experts have confirmed can be passed from human to human. In an unprecedented move, Chinese authorities have maintained and in some cases tightened the travel restrictions on the city which is the epicentre of the virus and also in municipalities in other parts of the country affecting tens of millions of people. The number of those who have died from the virus in China climbed to over 1650 on Sunday, mostly in Hubei province, and cases have been reported in other countries including the United States, Canada, Australia, Japan, South Korea, India, the United Kingdom, Germany, France and several others. The World Health Organization has warned all governments to be on alert and screening has been stepped up at airports around the world. Some countries, including the United States, have put restrictions on Chinese travellers entering and advised their citizens against travel to China. (Photo by Kevin Frayer/Getty Images)

Xinjiang, MINA – Penduduk sebuah kota di wilayah Xinjiang Barat China mengatakan, mereka mengalami kelaparan, karantina paksa, dan berkurangnya pasokan obat-obatan serta kebutuhan sehari-hari setelah lebih dari 40 hari dalam penguncian (lockdown) COVID-19.

Ratusan unggahan dari pengguna media sosial di distrik Ghulja, China pada pekan ini berbagi video bahwa mereka kehabisan stok makanan, kulkas kosong, anak-anak demam, dan orang-orang berteriak dari jendela mereka, demikian Independent melaporkan, Rabu (14/9).

Ketika varian virus corona yang lebih menular menyebar ke China, wabah menjadi semakin umum. Di bawah strategi “nol-COVID” China, puluhan juta atau orang mengalami penguncian bergilir, melumpuhkan ekonomi, dan membuat perjalanan menjadi tidak pasti.

Kondisi mengerikan dan kekurangan makanan mengingatkan pada penguncian keras di Shanghai musim semi ini, ketika ribuan penduduk memposting secara online, mengeluh mereka dikirimi sayuran busuk atau ditolak perawatan medis kritis.

Baca Juga: Ribuan Warga Yordania Pawai Dukung Badai Al-Aqsa

Tidak seperti di Shanghai, kota metropolis kosmopolitan yang berkilauan dengan 20 juta orang dan rumah bagi banyak orang asing, lockdown di kota-kota kecil seperti Ghulja kurang mendapat perhatian pemerintah.

Penguncian di Ghulja juga menimbulkan ketakutan akan kebrutalan polisi di antara orang-orang Uighur, kelompok etnis Turki yang berasal dari Xinjiang.

Selama bertahun-tahun, wilayah tersebut telah menjadi target tindakan keras keamanan, menjerat sejumlah besar orang Uighur dan minoritas Muslim lainnya di jaringan kamp dan penjara yang luas.

Lockdown yang terjadi sebelumnya di Xinjiang sangat sulit, dengan pengobatan dan karantina paksa, penangkapan, dan penduduk disemprot dengan disinfektan.

Baca Juga: Para Menlu Arab dan Turkiye Akan Bertemu di Yordania Bahas Situasi Terkini Suriah

Pihak berwenang telah memerintahkan pengujian massal, lockdown distrik di kota-kota di seluruh China dalam beberapa pekan terakhir, dari Sanya di pulau tropis Hainan hingga barat daya Chengdu, dan kota pelabuhan utara Dalian.

Gubernur setempat meminta maaf atas kekurangan pemerintah dalam menanggapi Covid-19. Gubernur menyinggung titik-titik buta dan titik-titik yang terlewatkan. Dia menjanjikan perbaikan dalam distribusi bantuan.

Kendati pihak berwenang mengakui ada kekurangan, sensor pemerintah telah membungkam mereka. Unggahan terkait kondisi kelaparan di Ghulja dihapus dari media sosial. (T/R6/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Walid Barakat Bebas Setelah 42 Tahun di Penjara Suriah

Rekomendasi untuk Anda

Internasional
Internasional
Asia
Asia
Palestina
Dunia Islam