Peneliti: Dengan Normalisasi, Israel Seperti Mendapat Legitimasi

Jakarta, MINA – Normalisasi hubungan Israel-Uni Emirat Arab (UEA) menurut pandangan Peneliti Islamadina Institut, Fahmi Salsabila menyatakan, Israel seperti mendapat legitimasi atau dukungan dari kawasan Timur Tengah.

“Walaupun negara Arab lain seperti Arab Saudi belum atau tidak akan menormalisasi hubungan diplomatiknya dengan Israel, Israel semakin percaya diri karena salah satu negara Arab yang kaya ini menormalisasi hubungan diplomatiknya dengannya,” ujar Fahmi, saat dihubungi MINA, Ahad (23/8).

Dampak normalisasi hubungan Israel-UEA terhadap perjuangan palestina adalah semakin mengucilkan Palestina dalam perjuangan kemerdekaannya, “Israel akan semakin mudah dan leluasa menindas rakyat Palestina,” ujar Fahmi, yang juga Sekjen The Indonesian Society for Middle East Studies (ISMES).

Baca Juga:  Mendorong Ekonomi Syariah sebagai Arus Utama Perekonomian Indonesia

Israel akan semakin berusaha mewujudkan rencananya menganeksasi wilayah di Tepi Barat, walaupun ditentang banyak pihak, setelah normalisasi yang ditengahi pemeritahan AS Donald Trump.

Terlebih, AS sebelumnya telah memindahkan kedutaan besarnya yang sebelumnya di Tel Aviv ke Yerusalem pada 14 Mei 2018, lanjutnya.

Ia menambahkan, padahal dunia internasional tidak yakin dengan peta damai yang diusulkan oleh Israel, karena Israel selalu mengingkari dengan apa yang telah disepakati. Dunia Islam juga  masih tidak yakin dengan usulan solusi dua negara dari Israel, “karena melihat tindakan Israel yang semena-mena, terutama berkaitan dengan rencana aneksasi Tepi Barat.”

Fahmi juga mengatakan, Indonesia dan dunia Islam berharap OKI menjadi perpanjangan tangan bagi negara-negara Islam bagi perjuangan kemerdekaan Palestina. OKI diharapkan terus mensupport secara penuh perjuangan kemerdekaan Palestina dan mencari dukungan negara lain selain negara-negara anggota OKI.

Baca Juga:  MER-C: Israel Lahir dari Pembantaian dan Pengusiran

“Masalah Palestina adalah masalah murni penjajahan negara  Israel terhadap negara lemah Palestina, dan ini menjadi masalah dunia internasional, bukan hanya dunia Islam,” imbuhnya.

Menyinggung soal internal Palestina, ia mengataan pentingnya terus memperkuat rekonsiliasi, yang telah dilakukan intensif sejak 2017 yang dimediasi oleh Mesir.

“Rekonsiliasi antar berbagai faksi yang ada di Palestina  menjadi sangat penting di tengah tekanan aneksasi oleh penjajah Israel yang didukung Amerika Serikat. Ketika perjuangan kemerdekaan Palestina mempunyai satu visi, maka akan lebih mudah dalam perjuangan melawan Israel,” ujarnya.

Menurutnya, walaupun Palestina dianggap lemah, tapi jika kelompok-kelompok perjuangan bersatu maka akan menjadi modal dalam melakukan perlawanan terhadap penjajah Israel, baik lewat perundingan maupun lewat perjuangan bersenjata. (L/RS2/P2)

Baca Juga:  Aktivis Yahudi Pimpin Aksi Bela Palestina di Parlemen Swedia 

 

Mi’raj News Agency (MINA)