PREDIKSI EKONOMI GAZA TAHUN 2015

Salah satu bangunan pemukiman di Kota Bayt Hanoun utara Jalur Gaza, hancur diserang oleh Israel. foto : Mirajnews.com
Salah satu bangunan permukiman di Kota Bayt Hanoun utara Jalur Gaza, hancur diserang oleh Israel. (Foto : Mirajnews.com)

Oleh: Nur Ikhwan Abadi; Wartawan Kantor Berita Islam Mi’raj (Mi’raj Islamic News Agency/MINA) Jalur Gaza

*Lanjutan dari tulisan sebelumnya berjudul Ekonomi Diambang Kehancuran, Masih Mampukah Gaza Bertahan?

DAN KEMISKINAN

Pengangguran di Gaza ibarat bom waktu yang mengancam stabilitas, di mana terjadi kenaikan signifikan bahkan sebelum terjadinya perang ketiga yang begitu dahsyat. Menurut laporan yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik Palestina pada kuwartal kedua tahun 2014, pengangguran di Gaza mencapai 45 persen atau sekitar 200.000 orang dari jumlah angkatan kerja yang ada dan mempengaruhi penghasilan harian sepertiga atau 700.000 dari jumlah penduduk Jalur Gaza.

Masalah pengangguran ini berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan yang hingga kini mencapai 50 persen dari penduduk Gaza. Di samping permasalah lain yang masih belum ada solusinya hingga saat ini seperti banyaknya pekerja di bawah umur, kemudian krisis gaji yang belum terbayar, bahkan hingga saat ini ada 40.000 staf pemerintah belum menerima gajinya selama beberapa bulan terakhir, menyebabkan resesi dan rendahnya daya beli rakyat Gaza.

Hingga akhir tahun 2014 kondisi ekonomi di Jalur Gaza terus memburuk, runtuhnya sistem ekonomi sebagai akibat dari peperangan besar yang terjadi pada Juli-Agustus 2014 lalu.  Jumlah penduduk miskin dan kurang beruntung meningkat secara signifikan menjadi 65 persen dari penduduk Jalur Gaza. Bahkan jumlah ini melampaui jumlah pengangguran yang juga meningkat sebanyak 30.000 orang menjadi 230.000 orang atau 55 persen.

Selain itu UNRWA juga menyatakan jumlah kerawanan pangan di Jalur Gaza mencapai 57 persen sedangkan jumlah penerima bantuan kemanusiaan di Gaza lebih dari satu juta orang atau 60 persen dari jumlah penduduk Jalur Gaza.

Krisis Lisrik

Tahun 2014 menjadi tahun pemadaman listrik untuk jalur Gaza, di mana selama delapan tahun secara terus menerus pemadaman listrik terus terjadi sebagai akibat terbatasnya jumlah solar yang masuk untuk menjalankan pembangkit listrik satu-satunya ditambah lagi pelarang masuknya suku cadang pembangkit listrik tersebut. Hal ini mengakibatkan meningkatnya penderitaan warga Jalur Gaza secara sosial dan psikologis yang memutus aliran listrik perhari dari 8 hingga 12 jam perharinya.

Krisis listrik ini makin bertambah setelah terjadi perang besar, dan pada 28 juli 2014, pesawat tempur Israel menyerang pembangkit listrik satu-satunya di Jalur Gaza tersebut yang mengakibatkan terjadi kerusakan parah pada transformer pembangkit itu.

Akibat krisis ini, sekitar 1,8 juta rakyat Gaza hanya merasakan listrik 8 jam perhari, bahkan pada akhir tahun 2014 rakyat yang tinggal di daerah seluas 365 km persegi ini hanya merasakan listrik 6 jam perhari.

Prediksi Tahun 2015

Situasi politik internal Palestina yang belum jelas arah dan tujuannya masih menjadi salah satu indikator makin memburuknya perekonomian Jalur Gaza. Tidak jelasnya realisasi dari poin kesepakatan rekonsiliasi nasional Palestina dengan pemerintahan bersatunya makin memperparah keadaan rakyat Gaza yang langsung merasakan dampaknya.

Belum lagi blokade yang secara terus menerus diberlakukan dan tidak ada keseriusan niat dari berbagai pihak yang terlibat untuk mencabut blokade ilegal tersebut diprediksi akan makin memperparah keadaan perekonomian Gaza.

Dari sisi eksternal Palestina, tidak ada solusi berarti terutama untuk pelaksanaan perundingan tidak langsung dengan Israel yang terhenti. Kondisi di lapangan yang  rentan terjadi bentrokan kembali juga akan memperparah keadaan Gaza, terlebih menjalang pemilu Israel para Maret 2015 mendatang.

Terlambatnya proses rekonstruksi setelah terjadinya peperangan lima bulan lalu juga makin akan menimbulkan buruknya ekonomi Gaza. Selain itu, permasalahan mendasar dari krisis ekonomi di Jalur Gaza, yaitu blokade Israel yang sudah delapan tahun melanda jika terus terjadi akan memperparah keadaan rakyat Gaza.

Namun, ada asumsi lain yang mungkin saja bisa terjadi jika semua elemen baik internal dan eksternal Palestina melakukan yang terbaik untuk kebaikan dan kebebasan Palestina.

Dari dalam tubuh internal Palestina sendiri diperlukan penyatuan visi dan menyingkirkan segala kepentingan kelompok kemudian bersama-sama maju memecahkan berbagai permasalahan nasional Palestina maka segala kondisi seburuk apa pun akan teratasi.

Karena salah satu permasalahan mendasar yang terjadi di Palestina adalah setiap faksi Palestina terpecah dan tidak fokus terhadap kepentingan bersama namun lebih kepada kepentingan kelompok masing-masing.

Jika setiap pihak bersama bersatu dan pemerintahan rekonsiliasi nasional Palestina bisa memainkan peran aktifnya semua permasalahan seperti blokade Gaza, pengangguran, tertundanya rekonstruksi, kemiskinan akan bisa teratasi.

Di samping itu, peran pihak ketiga dari dunia Muslimin yang netral dan mampu menyatukan visi kebangkitan perekonomian di Jalur Gaza juga sangat diperlukan. Bahkan lebih dari itu, peran ini bahkan mampu untuk memerdekaan Al-Aqsha dan bangsa Palestina, karena selama ini pihak ketiga yang ikut mengurusi permasalahan Palestina lebih terkesan menjadi provokator dan tanpa ada solusi yang jelas.

Untuk itu, diharapkan peran aktif kaum Muslimin untuk membantu menyelesaikan permasalahan di Gaza dan Palestina secara umumnya. Wallahualam.(K01/R05)

 

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Wartawan: Abu Al Ghazi

Editor: Rana Setiawan

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments: 0