Protes Reformasi Peradilan, Ratusan Tentara Cadangan Israel Tolak Bertugas

Ilustrasi tentara Israel. (Foto: Istimewa)

Tel Aviv, mina – Protes terhadap rencana perombakan peradilan yang kontroversial, semakin banyak tentara cadangan Israel menolak untuk bertugas di militer.

Puluhan ribu orang Israel telah menentang usulan perombakan yudisial dalam beberapa pekan terakhir. The New Arab melaporkannya, Kamis (2/3).

Reformasi sistem peradilan memberi Knesset Israel, yang didominasi oleh koalisi sayap kanan yang berkuasa pengaruh yang menentukan dalam memilih hakim dan membatasi ruang lingkup untuk membatalkan undang-undang atau aturan yang melawan pemerintah.

Puluhan ribu orang memprotes perubahan tersebut, yang dipandang banyak orang di Israel sebagai serangan terhadap institusi “demokratis”.

Setidaknya 180 perwira cadangan angkatan udara mengajukan petisi Rabu (1/3) malam kepada dan kepala staf yang mengumumkan penolakan mereka untuk bertugas di militer, lapor penyiar Kan Israel.

Semua petugas itu bertugas di Departemen Kontrol dan Pemantauan militer.

Langkah Rabu datang setelah pengumuman serupa akhir pekan lalu di mana 100 perwira senior di unit elit menandatangani petisi yang mengatakan mereka tidak akan melakukan dinas militer jika perubahan peradilan disetujui.

Ratusan lagi perwira dan cadangan di korps intelijen ‘Unit 8200’ yang bertanggung jawab atas operasi terkait perang dunia maya dan pengawasan juga mengatakan mereka akan berhenti bekerja.

Keputusan tersebut telah menimbulkan kekhawatiran di Israel mengenai kesiapan militer di tengah meningkatnya ketegangan di yang diduduki, di mana setidaknya 64 warga Palestina telah dibunuh oleh pasukan dan pemukim Israel sejak awal tahun.

Pada hari Rabu, pengunjuk rasa Israel memblokir jalan di ‘hari gangguan nasional’, bentrok dengan polisi, dan bahkan mengepung salon rambut yang dikunjungi istri perdana menteri.

Mereka menyerukan pemerintah ekstrem kanan untuk membatalkan reformasi yang diusulkan.

Netanyahu membela rencana itu sebagai “kunci untuk memulihkan keseimbangan antara cabang-cabang pemerintahan,” dengan alasan hakim saat ini memiliki terlalu banyak kekuasaan atas pejabat terpilih.

Kritikus, termasuk Ketua Mahkamah Agung Israel Esther Hayut, mengutuk reformasi tersebut sebagai serangan terhadap independensi peradilan. (T/R7/R1)

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: sri astuti

Editor: Rana Setiawan

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.