Refleksi Tahun Baru Islam 1445 H: Hijrah dan Persaudaraan Umat Islam

Oleh : , Redaktur Senior Kantor Berita MINA (Mi’raj News Agency)

Menelusuri jejak sejarah, fase Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan para sahabatnya dari Makkah ke Madinah, merupakan era awal kebangkitan Islam. Era yang semula diliputi suasana dan situasi tidak kondusif, penuh intimidasi dan penyiksaan  di Makkah, menuju suasana prospektif, aman dan berkembang di Madinah.

Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah mengatakan, hijrah Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sebagai hijrah sejati (al-hijrah al-haqiqiyyah). Alasannya, hijrah fisik sekaligus refleksi dari hijrah maknawi itu sendiri.

Dua makna hijrah tersebut sekaligus terangkum dalam hijrah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan para sahabatnya ke Madinah.

Secara fisik, para sahabat berjalan kaki dari Mekkah ke Madinah, menempuh padang pasir sejauh kurang lebih 450 km. Secara maknawi juga jelas, mereka berhijrah demi terjaganya misi Islam.

Memang begitulah, dalam mengembangkan risalah dakwah ilahiah, para Nabi utusan Allah itu melakukan hijrah secara dinamis dari satu tempat ke tempat lain. Di antaranya adalah Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam.

Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam bahkan melakukan hijrah perjalanan secara fisik beberapa kali, dari tanah kelahirannya di Babylonia (Irak) menuju Palestina. Lalu dari Palestina ke Mesir, dari Mesir kembali Palestina lagi.

Termasuk, hijrah Nabi Ibrahim dari Palestina menuju Mekkah yang dalam perkembangannya menjadi syariat haji. Kembali lagi ke Palestina, dilanjutkan kembali ke Mekkah.

Nabi Musa ‘Alaihis Salam juga mendapatkan perintah dari Allah untuk berhijrah dari negeri Fir’aun di Mesir menuju Perbatasan Palestina, melalui Jordania.

Sebuah perjalanan membangun peradaban atas semangat loyalitas, kesetiaan, keimanan, dan ketaatan yang berujung pada sesuatu lebih baik atas ridha Allah.

Hijrah dalam arti luas adalah berpindah dari hal-hal yang dilarang Allah menuju hal-hal yang diperintahkan-Nya. Hijrah dari perbuatan yang mubadzir dan mafsadat (merusak), menuju amal shalih yang lebih bermanfaat.

Intinya hijrah meningalkan segala yang dilarang Allah menuju yang Allah perintahkan. Seperti disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam :

الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ

Artinya : “Seorang muslim adalah orang yang menjadikan muslim lainnya merasa selamat dari lisan dan tangan (perbuatannya). Sedangkan muhajir (orang yang hijrah) adalah orang yang meninggalkan segala yang dilarang Allah”. (HR Muttafaqun ‘Alaih).

Begitulah, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan para sahabatnya telah melawan rasa sedih dan takut dengan berhijrah, meski harus meninggalkan tanah kelahiran, sanak saudara dan harta benda yang dicintainya. Namun, Allah, Rasul-Nya, dan jihad fi sabilillah lebih dicintai dari semua daya pikat dunia. Dan di tempat hijrah itu, Allah mengganti semuanya dengan yang lebih baik lagi.

Mereka sangat menikmati bagaimana mengamalkan ayat :

قُلْ إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّىٰ يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ ۗ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ

Artinya : ”Katakanlah : jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik”. (Q.S. At-taubah [9] : 24 ).

Memperkuat

Lebih besar lagi adalah hijrah dari perpecahan menuju persatuan, dan dari pertikaian menuju persaudaraan. Ini seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pada saat beliau berhijrah,

Langkah awal yang dilakukan beliau setelah membangun masjid sebagai sentral perjuangan kaum muslimin, adalah mempersaudarakan kaum pendatang (Muhajirin) dengan kaum pribumi (Anshar).

Di dalam Al-Quran, Allah menyebutkan persaudaraan mereka dalam ayat:

وَالَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالْإِيمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ

Artinya : “Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshâr) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu).” (QS Al-Hasyr [59] : 9).

Adapun maksud Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mempersaudarakan mereka itu adalah, untuk:

(1) melenyapkan rasa asing pada diri sahabat Muhajirin di daerah yang baru yaitu kota Madinah,

(2) membangun rasa persaudaraan antara satu sama lain di dalam agama Allah,

(3) agar satu sama lain saling tolong-menolong, yang kuat menolong yang lemah, yang mampu menolong yang kekurangan, dan sebagainya.

Semangat persaudaraan sesama orang-orang beriman Allah tegaskan di dalam Al-Quran :

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

Artinya : “Sesungguhnya orang-orang mu’min adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat. (QS Al-Hujurat [49] : 10).

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ. وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا ۚ وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَىٰ شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kalian mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. Dan berpeganglah kalian semuanya kepada tali [agama] Allah seraya berjama’ah, dan janganlah kalian bercerai-berai, dan ingatlah akan ni’mat Allah kepada kalian ketika kalian dahulu [masa Jahiliyah] bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hati kalian, lalu menjadilah kalian karena ni’mat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kalian telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kalian daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kalian, agar kalian mendapat petunjuk”. (QS Ali Imran[3] : 102-103).

Begitulah makna hijrah kaitannya dengan persaudaraan umat Islam dalam kehidupan sehari-hari.

Semoga kehadiran Tahun Baru 1445 Hijriyah ini mampu menumbuhkembangkan optimisme perjuangan membangun peradaban masyarakat, bangsa dan dunia dengan berlandaskan nilai-nilai persaudaraan Islam. Aamiin. (A/RS2/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: Ali Farkhan Tsani

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.