Saat Syariat Al-Jama’ah Berkembang ke Eropa

Oleh: Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior Kantor Berita Islam MINA (Mi’raj Islamic News Agency)

Yusuf Ismail Patel, aktivis Muslim asal Inggris, Pendiri World Charity Organisation (WCO) dalam Tabligh Akbar Jama’ah Muslimin (Hizbullah) di Pondok Pesantren Al-Fatah Cileungsi, Bogor, Jabar mengatakan, syariat Al-Jama’ah atau Islam yang terpimpin mulai dan akan berkembang pesat di .

“Syariat Al-Jama’ah akan terus Allah bangun di Eropa, terutama melalui Inggris,” ujarnya yakin.

Ia menyebutkan, perkembangan itu didukung oleh kerinduan umat Islam akan adanya pimpinan umat Islam (al-Imaam) yang membawa misi rahmatan lil alamin, keadilan dan kebenaran.

Kesatuan umat Islam dalam wujud Al-Jama’ah membawa misi saling menghormati dan saling mencintai karena Allah.

Meningkatnya Jumlah Muslim

Peningkatan jumlah umat Muslim di Eropa mengalami peningkatan yang signifikan tiap tahun. Hal ini merupakan suatu fenomena yang menonjol, terutama setelah serangan terhadap World Trade Center (WTC) di Amerika Serikat pada tanggal 11 September 2001. Justru dengan tragedi itu, tetertarikan secara alamiah dan rasa ingin tahu yang mendalam, telah mendorong peningkatan jumlah warga dunia yang berpaling kepada Islam.
“Walaupun masih ada beberapa pandangan Islamphobia di Eropa, tapi secara almiah jumlah malaf terus saja bertambah,” ujar Yusuf Patel.

Sejumlah data tahun 2013-an menyebutkan beberapa negara dengan perkembangan umat Muslim terbesar antara lain : di Italia jumlah populasi penduduk 58,4 juta, dengan penduduk Muslim 825.000 orang atau sekitar 1.4%. Lainnya, di Inggris dengan populasi penduduk 58,8 juta, memiliki jumlah Muslim 1,6 juta orang (2,8%).

Di Jerman jumlah Muslim lebih banyak lagi, yakni 3 juta orang dari populasi 82,5 juta atau sekitar 3,6%.  Sementara di Perancis lebih banyak lagi, yaitu 5-6 juta Muslim dari total populasi 62.3 juta jiwa (8-9,6%).

Dan memang dalam kajian sosiologis dan demografis ini, bahwa Eropa bersentuhan dengan Islam sudah cukup lama. Islam merupakan bagian tak terpisahkan dari Eropa.

Eropa dan dunia Islam telah saling berhubungan dekat selama berabad-abad, terutama era Andalusia (tahun 756-1492) di Semenanjung Iberia, selama masa Perang Salib (1095-1291), serta era wilayah Balkan dalam pangkuan Utsmaniyyah (1389) memungkinkan terjadinya hubungan timbal balik antara kedua masyarakat itu.

Banyak pakar sejarah dan sosiologi menegaskan bahwa Islam adalah penggerak utama Eropa dari gelapnya Abad Pertengahan menuju terang-benderangnya Masa Renaisans. Di masa ketika Eropa terbelakang di bidang kedokteran, astronomi, matematika, dan di banyak bidang lain, kaum Muslim memiliki perbendaharaan ilmu pengetahuan yang sangat luas dan kemampuan hebat dalam membangun peradaban.

Dialog Terbuka

Perkembangan Islam di Eropa meningkat dengan semakin berkembangnya dialog terbuka antar-agama di sana. Ada titik-titik temu antaragama yang dapat mempersatukan dialog sehingga umat non-Muslim mulai menerima Islam sebagai agama yang sesuai dengan keterbukaan, kesamaan dan kemanusiaan.

Bahwa sebagian besar mereka baru mengetahui ternyata ajaran Islam sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, perbaikan alam, pembangunan berkesimbangan dan berkelanjutan, menghargai kaum wanita, melinsungi anak-anak, menghormati pemeluk agama lain. Tidak ada ajaran ekstremisme apalagi terorisme seperti yang selama ini mereka dengan dan lihat melalui media.

Dan memang begitulah, bagaimana dahulu Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam juga membangun dialog dengan membangun komunikasi dengan para pemimpin dunia (raja-raja) agar mengikuti ajaran tauhid. Caranya dengan mengirim utusan, mengirim surat, menerima utusan, dengan mengedepankan dialog dan akhlakul karimah.

Beberapa raja seperti raja Persia, Mesir, Ethiopia dikirimi surat melalui para utusannya dan lebih dari 43 surat untuk pemimpin dunia seperti para raja, tokoh agama dan kepala suku.

Ternyata memang demikianlah, mereka akan lebih menerima dialog argumentatif dan persuasif dibandingkan pertentangan dan saling hujat yang justru menjadi kontraprodukif.

Ini karena memang Islam adalah agama yang bersifat rahmatan lil ’alamin (Al-Anbiya 107), mengedepankan perdamaian dan kesejahteraan, terbuka, menghargai pendapat orang lain, tapi tetap teguh memegang prinsip aqidah.

Mereka akan lebih ertarik untuk berbicara tentang kesamaan kemanusiaan akan perlunya Tuhan. Seperti Allah telah singgung dalam ayat, “Katakanlah: Hai Ahli Kitab, marilah [berpegang] kepada suatu kalimat [ketetapan] yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak [pula] sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri [kepada Allah]”. (QS Ali Imran: 64).

Begitulah, syariat Al-Jama’ah dengan izin dan pertolongan Allah sedang dan akan terus berkembang dari Indonesia ke daratan Eropa, Amerika dan seterusnya.

Ini diperkuat dengan kesepakatan bersatunya media pemberitaan dunia Islam, seperti dibahas dalam sidang Internastional Conference Islamic Media (ICIM) di Jakarta 25-26 Mei 2016 lalu. Para pembicar adan peserta pun menanti kehadiran para da’i dari Indonesia guna menyebarkan dakwah islam yang penuh rahmat, membawa visi misi Al-Jama’ah, dan akhlakul karimah.

Maka, terbukalah jalan bagi Al-Jama’ah, persatuan dan kesatuan umat Islam sedunia di bawah pimpinan Khalifah atau Imaam bagi kaum Muslimin. Dan ini menuntut antara lain konsekwensi kemampuan dakwah, integritas dan loyalitas aqidah, dan kemahiran berbahasa internasional. Aamiin. (P4/P2)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.