Washington, MINA – Hampir 60% warga Amerika Serikat (AS) akan mendukung aksi militer jika upaya diplomatik gagal menghalangi Korea Utara (Korut) dari ambisi nuklirnya, menurut jajak pendapat yang dikeluarkan oleh Gallup.
Di sisi lain, laporan Gallup menunjukkan hanya sedikit responden yang percaya agresi militer akan datang dari Pyongyang itu sendiri, Russia Today melaporkan yang dikutip MINA. Sabtu (16/9).
Hasil jajak pendapat tersebut, yang diterbitkan pada Jumat (15/9), juga menemukan perpecahan politik yang jelas antara pendukung dua partai utama, dengan 82% anggota Partai Republik mendukung aksi angkatan bersenjata, berbanding 37% anggota Partai Demokrat.
Agak paradoks, hanya 38% yang percaya Korea Utara benar-benar akan melancarkan serangan terhadap AS, meski mereka medukung opsi serangan militer terhadap Pyongyang.
Baca Juga: Wabah Kolera Landa Sudan Selatan, 60 Orang Tewas
Jumlah orang AS yang mendukung tindakan bersenjata meningkat secara signifikan sejak terakhir pertanyaan diajukan pada tahun 2003, ketika ketegangan berkobar antara Washington dan Pyongyang setelah Presiden George W. Bush menuduh Pyongyang mempersenjatai dirinya dengan ‘rudal dan senjata pemusnah massal’.
Bush juga mengelompokan Korea Utara dengan Iran dan Irak dalam pidatonya yang bertajuk ‘poros jahat’.
Sebanyak 70% orang Amerika yakin bahwa isu tersebut dapat diselesaikan secara diplomatis dan hanya 47% yang mendukung tindakan militer.
Pada Jumat (15/9) pagi, Korea Utara kembali menembakkan rudal yang terbang di atas pulau Hokkaido di utara Jepang.
Baca Juga: Kedubes Turkiye di Damaskus Kembali Beroperasi setelah Jeda 12 Tahun
Peluncuran tersebut terjadi beberapa hari setelah Dewan Keamanan PBB, termasuk Cina dan Rusia, menyetujui sebuah babak baru sanksi yang menetapkan pemotongan 2 juta barel minyak mentah per tahun ke Korut dan juga larangan ekspor tekstil negara tersebut.
Ketegangan terus meningkat di Semenanjung Korea selama beberapa bulan terakhir. Pyongyang melakukan beberapa uji coba rudal dan nuklir untuk menentang keputusan Dewan Keamanan PBB. Sementara AS terus melakukan latihan gabungan dengan Korea Selatan dan Jepang.
“Korea Utara sebaiknya tidak melakukan ancaman lagi terhadap AS. Mereka akan direspons dengan api dan amarh yang dunia belum pernah lihat,” kata Presiden Donald Trump pada bulan Agustus.
Sebagai tanggapan, Korut malah mengatakan pihaknya ‘sedang mengkaji dengan hati-hati’ sebuah rencana untuk melakukan serangan rudal di wilayah AS di Guam, sebuah pulau Pasifik yang berjarak sekitar 3.400 km dari Semenanjung Korea.
Baca Juga: UNICEF Serukan Aksi Global Hentikan Pertumpahan Darah Anak-Anak Gaza
Baru-baru ini pada hari Rabu, Trump mengungkapkan keraguannya apakah sanksi baru-baru ini yang disetujui oleh Dewan Keamanan PBB bisa berpengaruh.
“Saya tidak tahu apakah akan ada dampaknya. tapi sanksi tersebut tidak seberapa dibandingkan dengan apa yang seharusnya terjadi,” kata Trump dalam sebuah pertemuan dengan Perdana Menteri Malaysia Najib Razak.
Kemudian pada Kamis, pemerintah di Pyongyang mengeluarkan sebuah pernyataan melalui kantor berita resmi KCNA yang menuntut agar “orang-orang Yankee (sebutan untuk warga Amerika) dipukuli sampai mati menggunakan tongkat yang cocok untuk anjing gila.”
“Ada batas kesabaran. Sekarang adalah waktu untuk memusnahkan agresor imperialis AS. Mari kita pangkas daratan AS menjadi abu dan kegelapan,” bunyi pernyataan itu.
Baca Juga: Drone Israel Serang Mobil di Lebanon Selatan, Langgar Gencatan Senjata
Rusia dan Cina, dua sekutu utama Korut, telah mengajukan solusi ‘pembekuan ganda’ terhadap krisis tersebut, bahwa AS harus menghentikan latihannya dengan Korea Selatan dengan imbalan Korea Utara menangguhkan program senjatanya.
Namun, AS telah menolak proposal tersebut, dengan mengatakan bahwa mereka berhak melakukan latihan dengan para sekutu di kawasan. (T/R11/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Presiden Venezuela: Bungkamnya PBB terhadap Gaza adalah Konspirasi dan Pengecut