Guinea-Bissau Tarik Bendera dari Misi Pelayaran Gaza FFC Karena Desakan Israel

Komite Tinggi Freedom Flotilla Coalition (FFC), Huwaida Arraf saat Konferensi Pers di Alun-alun Sultan Ahmed Istanbul Turkiye, Sabtu, 27 April 2024 sore waktu Istanbul. (Photo: Nurhadis/MINA)

, MINA –  Republik Guinea-Bissau terpaksa menarik benderanya dari dua kapal dalam Coalition (), yang akan berlayar menembus blokade , karena tekanan .

Dalam Konferensi Pers di lapangan Sultan Ahmed Istanbul , Sabtu (27/4) sore waktu Istanbul, Komite Tinggi FFC, mengatakan, peneraikan bendera tersebut berdampak pada jadwal keberangkatan berlayarnya Freedom Flotilla yang sudah ditetapkan, dan terpaksa diundur hingga waktu yang tidak ditentukan.

Huwaida juga mengatakan, langkah tersebut merupakan tindakan politik terang-terangan Israel terhadap kapal yang memuat lebih dari 5000 ton bantuan penyelamatan jiwa bagi warga di Gaza.

“Pada Kamis sore, Koalisi Freedom Flotilla dihubungi oleh Bagian Pendaftaran Kapal Internasional Guinea-Bissau, meminta pemeriksaan kapal utama, Akdeniz.  Ini adalah permintaan yang sangat tidak biasa karena kapal kami telah melewati semua pemeriksaan yang diperlukan. Namun demikian, kami setuju,” kata Huwaida pada konferensi yang diikuti aksi unjuk rasa peserta Freedom Flotilla dari berbagai negara ini.

Lebih lanjut kata Huwaida, pada Jum’at (26/4) sore, sebelum inspeksi selesai, Pendaftaran Kapal Internasional Guinea-Bissau (GBISR), memberi tahu Koalisi Freedom Flotilla bahwa mereka telah menarik bendera dari dua kapal Freedom Flotilla.

Baca Juga:  Tiga Orang Ini Akan Menjadi Penghuni Surga, Siapa Saja?

Dalam komunikasinya kepada FFC tentang pembatalan ini, GBISR secara khusus merujuk pada rencana misi kemanusiaan Freedom Flotilla ke Gaza.

“Mereka juga mengajukan beberapa permintaan informasi yang luar biasa, termasuk konfirmasi tujuan kapal, kemungkinan kunjungan pelabuhan tambahan, dan pelabuhan penerima bantuan kemanusiaan serta perkiraan tanggal dan waktu kedatangan,” kata Huwaida.

Lebih lanjut mereka menuntut adanya surat resmi yang secara eksplisit menyetujui pengangkutan bantuan kemanusiaan dan daftar lengkap muatannya. Ini adalah langkah yang sangat tidak biasa dari otoritas pemilik bendera kapal.

“Biasanya, otoritas bendera kapal nasional hanya memperhatikan keselamatan dan standar terkait pada kapal yang membawa benderanya, dan tidak peduli dengan tujuan, rute, manifes kargo atau sifat pelayaran tertentu.  Sama seperti ketika Anda mendaftarkan mobil Anda, pihak berwenang tidak mengharuskan Anda untuk merinci ke mana Anda akan pergi,” katanya.

Baca Juga:  Khutbah Jumat: Memuliakan Bulan-Bulan Haram

Huwaida menyayangkan sikap Guinea-Bissau yang dinilai membiarkan dirinya terlibat dalam kelaparan yang disengaja, pengepungan ilegal, dan genosida Israel terhadap warga Palestina di Gaza.

“Israel menunjukkan kepada dunia sejauh mana mereka akan menolak bantuan yang dibutuhkan warga Palestina untuk tetap hidup, yang merupakan pelanggaran langsung terhadap Hukum Humaniter Internasional, resolusi Dewan Keamanan PBB, dan dua perintah Mahkamah Internasional,” tegasnya.

Israel lolos dari hal ini, kata Huwaida, karena dunia mempunyai tatanan internasional di mana hukum tidak berlaku sama, masyarakat tidak dihargai sama, padahal punya hak yang sama satu sama lain.

“Tapi, ini bukanlah akhir. Israel tidak dapat dan tidak akan menghentikan tekad kami untuk membuka blokade ilegal. Kami ingin menjangkau masyarakat Gaza. Rakyat Gaza dan seluruh Palestina tetap bertahan menghadapi kondisi yang paling mengerikan dan tak terbayangkan,” tegasnya.

FFC menegaskan meski harus menunda pelayaran, persiapan berikutnya tetap dikerjakan.

“Kami menghargai kekuatan dari kemampuan warga Gaza yang luar biasa dan tidak dapat dijelaskan untuk mempertahankan kemanusiaan, martabat dan harapan mereka ketika dunia tidak memberi mereka alasan untuk melakukan hal tersebut. Adalah tanggung jawab kita untuk menjaga harapan itu tetap hidup. Kami akan tetap berlayar,” ujarnya.

Baca Juga:  AS: Operasi Militer di Rafah ‘Makin Melemahkan’ Posisi Israel

Usai konferensi pers, ratusan peserta Freedom Flotilla menggelar longmarch mengelilingi lapangan Sultan Ahmed dengan meneriakkan dukungan terhadap Gaza, dan mengutuk keras Israel.

Menurut peraturan pelayaran, kapal yang akan berlayar harus melengkapi dokumen pelayaran, termasuk izin mengibarkan bendera asal negara, dan naungan berbadan hukum bagi kapal tersebut. Dengan sertifikat kebangsaan ini, kapal yang bersangkutan berhak atas perlindungan hukum.

Menurut Ann Wright, pensiunan kolonel Angkatan Darat AS dan pejabat Departemen Luar Negeri AS yang ikut dalam misi FFC, ini adalah “permainan politik Israel” untuk menghentikan atau menunda-nunda keberangkatan konvoi tiga kapal yang membawa 5.000 ton bantuan dan lebih dari 500 peserta dari 40 negara di dalamnya.

Republik Guinea-Bissau adalah sebuah negara yang berada di Afrika Barat, salah satu anggota dari Uni Afrika.

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: hadist

Editor: Chamid Riyadi

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.