Wanita Keluarga Tamimi yang Ditakuti Israel

melawan tentara penjajah Israel.

Ahed Tamimi, seorang gadis remaja Palestina berusia 16 tahun, pada 19 Desember 2017 ditangkap dalam satu penyergapan pasukan Israel Selasa dini hari di rumahnya. Otoritas Israel menuduhnya “menyerang” seorang tentara Israel dan seorang perwira.

Sehari sebelumnya, Ahed bersama sepupunya Nour Naji Tamimi (21) menghadapi tentara Israel yang telah memasuki halaman belakang rumah keluarganya. Mereka memukul dan menendang tentara yang dalam rekaman video bersikap menjadi tentara baik dengan tidak melakukan reaksi balasan.

Insiden tersebut terjadi tak lama setelah seorang tentara menembak kepala sepupu Ahed yang berusia 14 tahun dengan peluru karet hingga koma selama 72 jam. Tentara juga melepaskan tabung gas air mata langsung ke rumah mereka dan memecahkan jendela.

Ibunda Ahed, Nariman Tamimi (43) dan Nour kemudian ditangkap juga. Hingga akhir tahun 2017, ketiganya tetap dalam tahanan Israel setelah masa tahanan mereka diperpanjang.

Ahed Gadis Remaja Bernilai Seribu Pria

Saat masih berusia 11 tahun, tanpa takut, Ahed mengepalkan tangan dihadapan Pasukan Pertahanan Israel (IDF). Fotonya yang menjadi viral membuat dunia pun kagum akan keberaniannya.

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan yang saat itu menjabat sebagai perdana menteri mengganjarnya dengan penghargaan Handala Courage.

Foto Ahed mengenakan kaus Tweety Pie, menggigit tangan tentara Israel yang berusaha menangkap saudara laki-lakinya pada 2015 juga beredar viral.

Warga Palestina menganggap Ahed sebagai pahlawan. Di media sosial, mereka menggambarkan dia sebagai remaja bernilai seribu pria. Keberanian Ahed melawan kejahatan terhadap anak-anak dipuji-puji.

Adapun bagi sejumlah kalangan Israel, tindakan Ahed dianggap provokatif. Aksi Ahed dipandang sengaja untuk menuai kecaman bagi Israel, sedangkan si tentara dipuji telah bertindak menahan diri dengan kesabaran luar biasa. Meski begitu, penahanan Ahed tetap dianggap berlebihan.

Pengadilan militer Israel telah memperpanjang penahanan Ahed karena dia dianggap “menimbulkan bahaya” pada tentara yang dianggap “wakil negara” dan dapat menghalangi berfungsinya negara.

Padahal, seorang Ahed hanya menjalankan haknya untuk melindungi kesejahteraan keluarganya dengan segala kemungkinan.

Begitu dianggap berbahayanya Ahed dan keluarganya, Menteri Pendidikan Israel Naftali Bennet bahkan berharap Ahed dan keluarganya “menyelesaikan hidup mereka di penjara”.

Manal Tamimi, Ibu Super Palestina

Manal Tamimi saat tahun 2015.

Pada Kamis, 28 Desember 2017, giliran Manal Tamimi (45) yang ditangkap oleh polisi Israel, saat ia melakukan protes di luar Penjara Ofer karena ketiga kerabatnya belum juga dibebaskan.

Manal menjadi wanita keempat dari Keluarga Tamimi yang ditangkap oleh polisi Israel.

Tamimi pernah mengungkapkan bahwa menjadi seorang ibu di Palestina berarti juga menjadi seorang aktivis. Dua peran ini nyaris sulit dipisahkan. Para ibu harus senantiasa awas mengawasi dan melindungi anak-anak mereka dari kekejaman tentara Israel.

“Saya dapat katakan, 90 persen ibu di Palestina pasti pernah merawat anak mereka yang terluka atau berupaya membebaskan anak yang ditahan aparat Israel,” kata Manal.

Manal pernah merawat anak sulungnya, Osama. Selama dua bulan, Manal harus merawat putranya yang nyaris buta karena terkena tembakan gas air mata.

Putra keduanya, Hamada, juga pernah dua kali luka-luka. Salah satunya akibat peluru caliber 22 yang menembus kakinya.

Manal bersama suaminya, Bilal, dan Keluarga Tamimi lainnya tinggal di Desa Saleh yang yang berpenduduk 600 jiwa. Desa ini berjarak sekitar 20 kilometer sebelah barat laut Ramallah.

Suami istri ini aktif di sebuah media lokal. Bilal biasa mendokumentasikan dalam bentuk film dan foto setiap aksi unjuk rasa di desanya, lalu Manal mengunggahnya di Twitter.

“Kami ingin dunia melihat setiap hari apa yang dilakukan militer Israel di tanah kami,” kata Manal.

Dia menyebut aksi nekadnya ini demi masa depan anak-anak dan generasi muda Palestina dalam mempertahankan dan memperjuangkan hak-hak mereka dari kesemena-menaan Israel.

Manal mengaku pernah sekali ditahan dan ditembak Israel. Kenyataan itu membuat salah satu anak perempuannya traumatis. Untuk sementara waktu dia memutuskan berhenti berunjuk rasa. Selain untuk menentramkan putrinya, sekaligus juga memulihkan luka di tubuhnya.

Kini, Manal menjadi tuan rumah bagi para jurnalis dan aktivis yang datang ke desa Nabi Saleh. Ia biasa menyiapkan sendiri hidangan bagi para pendemo, meski tubuhnya sudah lelah karena bertugas di jalan sepanjang hari.

“Berjuang tidak bisa hanya dengan satu cara,” kata Mannal. (A/RI-1/P2)

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: Rudi Hendrik

Editor: Widi Kusnadi

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.