KAMP PENGUNGSIAN OHN TAW GYI, PENJARA TERBUKA ROHINGYA

(Sumber foto: Liberation/REA, Jack Kurtz)
(Sumber foto: Liberation/REA, Jack Kurtz)

Dengan semilir bau ikan dan udang kering, beberapa lelaki dan anak-anak berjalan di lereng di dekat laut di Sittwe, negara bagian Rakhine, . Kantor polisi yang mengibarkan bendera Myanmar menjadi bagian paling mencolok di Myanmar Barat itu.

Namun, di sana juga terdapat bangsa bernama Ohn Taw Gyi yang mencuri perhatian media, organisasi HAM, aktivis Rohingya, dan para pejabat Asia Tenggara. Bangsa Rohingya terdampar di sana sejak tragedi 2012.

yang ditampung di Ohn Taw Gyi mengaku penderitaan mereka tidak berkurang. “Ini adalah penjara terbuka. Kami tidak bisa keluar dari sini,” ujar Jack yang sudah tinggal 3,5 tahun di sana kepada Liberation yang dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA).

Baca Juga:  Dukungan Mahasiswa AS untuk Palestina Menginspirasi Dunia

“Saya tidak tahan tinggal di sini,” keluh remaja berusia 20 tahun itu. Sepupu Jack ditembak mati di rumahnya di Sittwe pada 3 Juni 2012. Saat itu, polisi dan umat Budha radikal menakut-nakutinya hingga membuat Jack lari terbirit-birit tanpa membawa apapun.

Sampai sekarang, Jack tidak pernah bisa kembali ke kampung halamannya. Jika pun bisa, risikonya besar. “Pastinya berbahaya. Umat Islam di Sittwe terancam. Ada terlalu banyak kebencian. Hal yang sama juga terkadang berlaku di kamp pengungsian,” katanya.

Di Ohn Taw Gyi tidak banyak air bersih dan tidak ada listrik. Mereka hanya bisa menadah air hujan yang juga terkadang membanjiri ladang dan perkebunan. “Kami harus berjuang sendiri dan tidak berharap bisa sekolah atau pergi ke klinik,” terang Jack.

Baca Juga:  Fakta Kebusukan Protokol Zionis Israel

Senada dengan Jack, Farouk juga mengatakan selalu dirundung ketakutan. “Kami di sini tidak memiliki masa depan, tidak memiliki pekerjaan, dan terkadang kelaparan selama beberapa hari. Saya benar-benar merasa malu,” terang Farouk.

Farouk melanjutkan, keluarganya tinggal di Sittwe selama tujuh generasi. Namun, pemerintah menolak mengakui sehingga hak-haknya dilucuti. “Kami selalu dihina karena berkulit hitam gelap dan diperlakukan seperti binatang,” ungkapnya.

Pemerintah Myanmar menyebut bangsa Rohingya sebagai imigran ilegal dari . Saat ini, bangsa Rohingya juga kesulitan membuktikan eksistensi mereka secara sah. Sebab, hampir semua dokumen penting dibakar pada tragedi 2012. (T/P020/P2)

 

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Wartawan: Admin

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.