In Memoriam Ustadz Damiri Thalib: Da’i yang Gigih, Santun dan Istiqamah

Oleh : Tim Wartawan MINA (Ali Farkhan Tsani, Widi Kusnadi, Nur Hadis dan M.Habib Hizbulloh)

Salah satu asatidz golongan awal (assabiqunal awwalun) dalam wadah kesatuan umat, Jama’ah Muslimin (Hizbullah), Ustadz  H.Muhammad Damiri bin Thalib (80 tahun), menghadap Allah, pada Sabtu malam Ahad pukul 20.15 WIB, 6 Muharram 1443 H. bertepatan dengan 14 Agustus 2021.

Allah telah menjemput Ustadz Damiri, pada bulan Allah (Syahrulah) Muharram, awal bulan yang mulia pada tahun baru Islam 1443 Hijriyah.

Kediamannya di kampung Islam Dusun Al-Muhajirun, Desa Negararatu, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung, menjadi tempat terakhir sosok yang murah senyum itu.

Bukan hanya warga Jama’ah, tapi juga para asatidz, santri, alumni, warga dan umat Islam yang kehilangan figur juru dakwah yang santun itu.

Jenazah dishalatkan di Masjid An-Nubuwwah, Kompleks Pondok Pesantren Al-Fatah Al-Muhajirun, Lampung Selatan pada Ahad (15/8/2021), dan dimakamkan di pemakaman warga Jama’ah di kampung tersebut.

Perintisan

Perjuangan dalam mendakwahkan kesatuan umat, hidup berjama’ah dalam satu kepemimpinan seorang Imaam, ia mulai sejak tahun 70-an.

Bekal agama Islamnya ia mulai ketika mondok di salah satu pondok pesantren di Cilegon, Banten, dan Pondok Pesantren Al-Khairiyah Talangpadang, Lampung.

Pada bulan Desember 1974, Ustaz Damiri hijrah (pindah) dari kediamannya di Talangpadang, Tanggamus, ke Dusun Al-Muhajirun Lampung Selatan.

Saat itu dusun seluas lebih dari 80 hekar tersebut, yang kini menjadi Markas (pusat) Wilayah Lampung, masih belum tertata rapi, penuh dengan berbagai bangunan pendidikan dan perumahan, seperti saat ini. Waktu masih hutan belantara dan ladang ilalang. Masih bertahap mbabat alas perintisan kampung untuk dihuni.

Bersama dengan beberapa sahabat seperjuangannya dalam dakwah, seperti Ustaz Saifuddin Marzuki (Waliyul Imaam pertama Wilayah Lampung tahun 1968-1982), Ustaz Anshorullah, Ustaz Muchdir Alimin, dan yang lainnya, mereka menata dan mengurus administrasi pembukaan kampung.

Almarhum juga termasuk bagian dari perintis awal cikal bakal Pondok Pesantren Al-Fatah Al-Muhajirun. Saat itu Ustadz Damiri sebagai Amir Tarbiyah Wilayah Lampung.

Ia melaksanakan amanah bidan tarbiyah sampai tahun 1980-an. Selanjutnya diteruskan oleh Ustasz Abul Hidayat Saerodjie, yang kini aktif dalam dakwah di Jabodetabek, yang juga salah satu pemateri di Radio Silaturrahim 720 AM.

Beberapa amanah yang pernah diemban almarhum di Wilayah Lampung, seperti data yang diperoleh dari Ustadz Muchdir Alimin, salah satu perintis awal kampung Al-Muhajirun, antara lain:

1971 : Katib Wilayah, Merangkap sebagai staff Pembantu.

1972 : Majelis Kuttab, Merangkap sebagai Majelis Taklim, Staff Pembantu.

1975 : Majelis Tarbiyah Merangkap sebagai staff pembantu.

1982-1998 : Waliyul Imaam Wilayah Lampung.

2005-2008 : diamanahkan kembali sebagai Waliyul Imaam Wilayah Lampung.

Pendakwah yang Gigih

Imaam Jama’ah Muslimin (Hizbullah) KH Yakhsyallah Mansur,MA dalam pernyataan dukanya mengatakan, almarhum adalah pendakwah yang gigih mengajak manusia mengamalkan syariat Islam secara kaffah dan menetapi hidup berjama’ah dalam ketaatan kepada Allah, Rasul-Nya dan Ulil Amri.

“Kami bersaksi bahwa beliau selalu istiqamah dalam perjuangan di jalan Allah sampai akhir hayatnya. Berbagai cobaan dan ujian bahkan firtnah kekerasan dan kezaliman yang dialaminya, sampai kehilangan pendengarannya, tidak sekejap pun menghentikannya dari membela agama Allah,” ujar Imaam Yakhsyallah.

Menurutnya, almarhum juga adalah pibadi yang santun, lembut hati dan menyayangi sesama Muslim, tidak memandang dari golongan manapun.

Kesaksian lainnya disampaikan oleh Ustadz Abdullah Muthalib, Waliyul Imaam Lampung saat ini, yang pernah menjadi staf Wilayah saat Ustadz Damiri sebagai Walynya.

Baginya, pribadi almarhum adalah seorang hamba Allah yang berjuang dalam Jama’ah dengan penuh ketaatan dan penuh keikhlasan.

“Beliau itu kalau sudah panggilan Imaam, sami’na wa atho’na,” ujarnya.

Ia menambahkan, Allahu yarham juga pribadi yang penyantun, juga teliti dalam menghadapi berbagai persoalan, khususnya masalah yang terjadi di tengah-tengah ikhwan. Ketika ia memprosesnya, sangat detail menguraikan masalahnya.

“Begitu juga ketika menyampaikan ceramah betul-betul rinci, dengan kalimat yang tersusun dengan baik dan mudah diterima,” lanjutnya.

Ustadz Abdullah menceritakan pengalaman pribadinya saat diamanahi bersama tim oleh Imaam Muhyiddin Hamidy untuk mendamaikan kejadian konflik antaretnis Madura dan Melayu di Kalimantan Barat tahun 1999.

Waktu itu Ustadz Damiri (sebagai amirnya), Ustadz Zawawi Romli (alm), dan Ustadz Iman Anshorullah, naik kapal laut dari Jakarta. Kapal penuh, sehingga tidak kebagian tempat tidur. Mereka tidur di bawah tangga.

“Menurut saya, Ustadz Damiri sebagai umaro itu sangat-sangat sederhana. Bisa memposisikan diri dalam situasi apapun. Beliau geletak saja bersama-sama yang lain di bawah tangga. Itu yang jadi kesan buat kami, pelajaran buat kami sosok seorang ulama itu yang zuhud”, lanjutnya.

Namun di samping sosok yang sederhana dan penyantun, almarhum juga tegas dalam prinsip. Pernah, imbuhnya, ketika terjadi suatu masalah di Kalbar, ada ikhwan setempat yang kurang mengindahkan arahannya. Ia dengan tegas menyatakan, ”Silahkan, tetapi saya berlepas diri terhadap urusan ini.”

Artinya, almarhum mempunyai sikap tegas dalam menyikapi peristiwa itu, imbuhnya

Sahabat seperjuangan almarhum, Ustadz Muchdir Alimin menambahkan, almarhum sosok da’i yang sangat gigih, alim, tegas dan istiqamah.

“Dakwah beliau cukup mudah dipahami oleh masyarakat. Untuk urusan administrasi beliau juga cukup telaten,” katanya.

Nasihat Ukhuwah

Ustadz Muhammad Damiri bin Thalib, juga dikenal sebagai penceramah yang sangat menekankan prinsip tauhidullah dan ukhuwah dalam nasihat-nasihatnya.

Ini seperti ia sampaikan dalam Ta’lim Wilayah Jama’ah Muslimin (Hizbullah) Wilayah Lampung, di Kompleks Pesantren Al-Fatah Al-Muhajirun, Lampung Selatan, pada Ahad, 1 Muharram 1438 H bertepatan dengan 2 Oktober 2016.

“Kehidupan dinamis yang diajarkan Islam adalah dengan bersikap seimbang serta terbuka dengan kehidupan sosial. Hidup damai dengan mengeratkan ukhuwwah dan berakhlak mulia penuh muatan keimanan, ketakwaan kepada Allah,” ujarnya kala itu.

Ia memberikan nasihat di tengah kenyataan kaum Muslimin masih jauh dari fitrah ideal, “Jangan sampai ibadah hanya terhenti sebatas ritual kewajiban dan hanya menjadi lambang keshalihan. Namun ruh-ruh ibadah yang berdimensikan kehidupan sosial itulah yang harus tampak.”

Dalam hal tauhidullah, almarhum juga sangat konsen membahasnya dalam materi ta’lim-ta’limnya.

Menurutnya, ajaran tauhidullah merupakan inti ajaran Islam, yaitu menyembah hanya kepada Allah tanpa berbuat syirik.

“Seringkali manusia lalai, telah menjadikan materi dan unsur keduniaan lain lebih dicintai daripada cintanya kepada Allah. Nilai tauhidullahnya belum tertanam,” ujarnya, saat memberikan materi pada Ta’lim Wilayah Jama’ah Muslimin (Hizbullah) Wilayah Lampung, di Kompleks Pesantren Al-Fatah Al-Muhajirun, Lampung Selatan, Sabtu malam Ahad, 15 Jumadil Awwal 1435 H, bertepatan dengan 16 Maret 2014 M.

Saat itu ia menguraikan Al-Quran Surat Al-Baqarah ayat 208 yang menyebutkan tentang masuk Islam secara kaffah.

Muslim yang kaffah ujarnya, adalah Muslim yang benar imannya dan akan sangat mudah untuk diatur sesuai syariat Islam.

“Sesuai firman Allah, ucapan orang mukmin apabila dia diajak, diajar, atau diseru oleh Allah dan Rasul-Nya mereka akan menjawab kami dengar dan kami taat,” nasihatnya.

Ia menambahkan dalam tausiyahnya, kesatuan umat Islam, hidup berjama’ah, merupakan bagian tak terpisahkan dari aqidah tauhidullah, bersatu karena Allah.

Istiqamah dalam Jama’ah

Kesan membekas tampak dari salah satu putera almarhum, Saifullah MD.

“Istiqamah dalam Jama’ah, jangan terpedaya dengan kehidupan dunia,” itu pesan yang berkali-kali diulang, ujar Saifullah.

“Abah adalah sosok yang penyabar, tidak banyak bicara tapi banyak berbuat. Sosok yang visioner, gemar membaca buku, dan tegas,” lanjutnya.

Begitulah, Ustadz Muhammad Damiri bin Thalib, sosok yang sederhana, santun, tapi tegas dalam prinsip kehidupan berjama’ah bagi kaum Muslimin.

Sosok lembutnya terlihat tegar manakala menghadapi berbagai ujian yang hendak menghentikan dakwahnya. Ia tetap bertahan dalam keistiqamahan. Bahkan maju terus dalam mengamalkan prinsip hidup berjama’ah dan berimaamah.

Ya begitulah, ketaatan kepada Allah, Rasul-Nya dan Ulil Amri bagi almarhum pun merupakan harga mati yang tak bisa ditawar-tawar lagi.

Penyampaian materi dakwahnya meyakinkan tapi dalam bahasa yang santun, sederhana tapi sistematis, meyakinkan berdasar dalil-dalil Al-Quran dan As-Sunnah, serta penghayatan keislaman. Menunjukkan kedalaman keyakinannya dan visi keumatannya.

Almarhum wafat dalam usia 80 tahun,  meninggalkan seorang istri, 13 anak, 41 cucu dan 6 cicit. Subhaanallaah.

Terkirim doa untuk almarhum, “Allaahummaghfirlahu, warhamhu, wa’afihi, wa’fu’anhu”.

Semoga keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan dan dapat melanjutkan amal shalihnya. Juga ikhwan-ikhwan lain semoga pula dapat meneladani juang dan kebaikannya . Aamiin. (A/RS2/B03/R12/P2/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: Ali Farkhan Tsani

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.