Ini Anjuran dalam Islam, Gunakan Sosmed dengan Bijak

Oleh : , Wartawan MINA (Mi’raj News Agency)

Sekarang jamannya jaman digital. Semua serba internet dan serba online. Semua juga bisa terhubung kapan saja dan di mana saja. Tanpa kendala waktu dan tempat.

Apa-apa sekarang tinggal klik saja. Mau beli apapun, barang atau jasa, tinggal klik. Kirim uang pun tinggal klik, pakai aplikasi e-bangking.

Semua bisa dikerjakan dengan jari-jemari. Sesuai dengan makna digital, dari bahasa Yunani, digitius, yang berarti jari-jemari.

Semua ada di dalam genggaman, melalui smartphone. Asal ada kuota atau jaringan wifi saja. Bisa dijalankan.

Era digital pun merambah ke dunia remaja hingga anak-anak. Ini dengan maraknya industri game online. Game online bagi sebagian besar generasi kita pun, bukan sekedar menjadi hobi. Tapi sudah menjadi candu.

Sebagian besar lagi, generasi muda juga menggunakan media sosial untuk berkomunikasi. Mulai dari melalui group komunitas keluarga, alumni, sesama hobi, dsb. Group emak-emak pun tak mau ketinggalan. Hingga urusan pemerintahan dan dunia, semua menggunakan digital.

Menurut laporan We Are Social dan Hootsuite, seperti disebutkan Katadata, jumlah pengguna internet di seluruh dunia telah mencapai 5,07 miliar orang per Oktober 2022.

Jumlah tersebut mencapai 63,45% dari populasi global penduduk dunia 7,99 miliar orang. Dari jumlah itu, 92,1% menggunakan ponsel untuk online.

Adapun jumlah pengguna aktif media sosial di Indonesia mencapai 191 juta orang per Januari 2022. Demikian menurut Dataindonesia mengutip We Are Social.

Dari jumlah tersebut, Whatsapp (WA) menjadi media sosial paling banyak digunakan masyarakat Indonesia, mencapai 88,7%.

Setelahnya, ada Instagram (IG) dan Facebook (FB) dengan persentase masing-masing sebesar 84,8% dan 81,3%. Sementara, proporsi pengguna TikTok dan Telegram berturut-turut sebesar 63,1% dan 62,8%.

Dari segudang fasilitas medsos itu, maka jutaan, malah tak terhitung, banyak konten tulisan, gambar dan video, yang beredar di dunia maya.

Para pengguna medsos pun leluasa mengunggah, membuat konten, sampai share apa saja sesukanya, sebebas-bebasnya, sekehendaknya. Semua tinggal klik.

Bijak Bersosmed

Tentu saja, kebebasan bermedsos, tidak sebebas-bebasnya. Ada aturan untuk mewujudkan ketertiban dan kepastian hukum, yaitu dengan adanya Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan UU No. 11 tahun 2008, tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Tentunya juga, karena perkembangan teknologi informasi tidak hanya membawa dampak positif saja. Namun juga banyak membawa dampak negatif. Mulai dari menghabiskan waktu, maraknya berita , ujaran kebencian, ajakan kemaksiatan, hingga kejahatan di dunia maya.

Maka, gencarnya arus informasi di era digital, perlu diikuti dengan kesadaran dan kearifan dalam mengolah informasi.

Dalam ajaran agama Islam, kita diarahkan untuk bijak dalam bersosmed, sebagai cerminan akhlak atau adab seorang Muslim. Di antaranya :

  1. Check and Rhecheck atas informasi yang meragukan

Jika kita menerima sebuah informasi atau berita, terutama yang dipandang meragukan, kita tidak langsung share begitu saja.

Prinsip check and rhececk disebut dengan . Tabayyun, dalam bahasa Indonesia disepadankan dengan kata klarifikasi. Tabayyun bermakna mencari kejelasan tentang sesuatu hingga jelas benar keadaannya.

Di dalam Al-Quran disebutkan :

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنْ جَاۤءَكُمْ فَاسِقٌۢ بِنَبَاٍ فَتَبَيَّنُوْٓا اَنْ تُصِيْبُوْا قَوْمًاۢ بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوْا عَلٰى مَا فَعَلْتُمْ نٰدِمِيْنَ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasiq membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya, yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS Al-Hujurat [49]: 6).

  1. Tidak ikut sebarkan informasi hoaks

Hoaks artinya berita bohong. Menyebarkan hoaks merupakan sikap tercela. Hoaks acapkali dibuat untuk menggiring pola pikir manusia pada opini tertentu.

Jika kita mengetahui bahwa suatu informasi itu berisi kebohongan atau hoaks, tidak sesuai fakta, bertentangan dengan hati nurani. Maka, kita tidak sepatutnya ikut serta menyebarkan ke para pengguna medsos.

Ini agar, kebohongan itu tidak meluas, dan tidak menimbulkan keburukan (mudharat) bagi masyarakat luas. Juga karena para pelaku kebohongan diancam dengan adzab yang berat.

Allah mengingatkan kita di dalam Al-Quran :

اِنَّ الَّذِيْنَ جَاۤءُوْ بِالْاِفْكِ عُصْبَةٌ مِّنْكُمْۗ لَا تَحْسَبُوْهُ شَرًّا لَّكُمْۗ بَلْ هُوَ خَيْرٌ لَّكُمْۗ لِكُلِّ امْرِئٍ مِّنْهُمْ مَّا اكْتَسَبَ مِنَ الْاِثْمِۚ وَالَّذِيْ تَوَلّٰى كِبْرَهٗ مِنْهُمْ لَهٗ عَذَابٌ عَظِيْمٌ

Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah kelompok di antara kamu (juga). Janganlah kamu mengira bahwa peristiwa itu buruk bagimu, sebaliknya itu baik bagimu. Setiap orang dari mereka akan mendapat balasan dari dosa yang diperbuatnya. Adapun orang yang mengambil peran besar di antara mereka, dia mendapat azab yang sangat berat”. (QS An-Nuur [24]: 11).

Di dalam Tafsir Al-Quran Kementerian Agama RI dijelaskan, Allah mengisahkan salah satu kasus yang menimpa keluarga Nabi, yang lazim disebut hadits al-ifk (berita bohong). Ayat ini mengecam mereka yang tanpa bukti menuduh ‘Aisyah berbuat zina dengan Safwan bin Mu’attal. Sesungguhnya orang-orang yang membawa dan dengan sengaja menyebarluaskan berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga.

Janganlah kamu mengira berita bohong itu buruk bagi kamu, bahkan itu baik bagi kamu karena kamu dapat membedakan siapa yang munafik dan siapa mukmin sejati. Setiap orang dari mereka yang menyebarkan berita bohong tersebut akan mendapat balasan sesuai kadar dari dosa yang diperbuatnya. Dan barang siapa di antara mereka yang mengambil bagian terbesar dari dosa yang diperbuatnya, yakni orang yang menjadi sumber utama berita bohong itu, dia mendapat azab yang besar di akhirat nanti.

Pada ayat lain disebutkan :

لَىِٕنْ لَّمْ يَنْتَهِ الْمُنٰفِقُوْنَ وَالَّذِيْنَ فِيْ قُلُوْبِهِمْ مَّرَضٌ وَّالْمُرْجِفُوْنَ فِى الْمَدِيْنَةِ لَنُغْرِيَنَّكَ بِهِمْ ثُمَّ لَا يُجَاوِرُوْنَكَ فِيْهَآ اِلَّا قَلِيْلًا

Artinya : “Sesungguhnya   jika   tidak   berhenti   orang-orang munafik, orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya dan orang-orang yang menyebarkan kabar bohong di Madinah (dari menyakitimu), niscaya Kami perintahkan kamu (untuk memerangi) mereka, kemudian mereka tidak menjadi tetanggamu (di Madinah) melainkan dalam waktu yang sebentar”. (QS Al-Aḥzab [33]: 60).

  1. Tidak ikut membagikan informasi yang cenderung fitnah dan mengadu domba

Sebagai Muslim yang mencintai persaudaraan, persatuan dan kedamaian, maka jika kita membaca atau menerima konten di medsos yang cenderung fitnah, memprovokasi atau mengadu domba, kita tidak ikut membagikannya ke group-group lain.

Konten-konten yang cenderung mengadu domba bertujuan untuk merusak hubungan sesama manusia, ingin menimbulkan perselisihan di tengah-tengah umat, dan mengundang konten saling mengejek atau pun menghina.

Allah mengingatkan di dalam Al-Quran :

وَقُلْ لِّعِبَادِيْ يَقُوْلُوا الَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُۗ اِنَّ الشَّيْطٰنَ يَنْزَغُ بَيْنَهُمْۗ اِنَّ الشَّيْطٰنَ كَانَ لِلْاِنْسَانِ عَدُوًّا مُّبِيْنًا

Artinya: “Katakan kepada hamba-hamba-Ku supaya mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (dan benar). Sesungguhnya setan itu selalu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya setan adalah musuh yang nyata bagi manusia.” (QS Al-Isra [17]: 53).

Di dalam hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda :

خِيَارُ عِبَادِ اللَّهِ الَّذِينَ إِذَا رُءُوا ذُكِرَ اللَّهُ وَشِرَارُ عِبَادِ اللَّهِ الْمَشَّاءُونَ بِالنَّمِيمَةِ الْمُفَرِّقُونَ بَيْنَ الْأَحِبَّةِ الْبَاغُونَ الْبُرَآءَ الْعَنَتَ

Artinya : “Sebaik-baik hamba Allah adalah mereka yang membuat orang lain mengingat Allah saat melihat mereka. Dan seburuk-buruk hamba Allah adalah mereka yang berjalan ke sana ke mari menyebarkan fitnah, yang menyebabkan perpisahan di antara orang-orang yang saling mencintai, yang berusaha mendatangkan kesulitan kepada orang-orang yang tidak bersalah.” (HR Ahmad).

  1. Tidak membuat ujaran kebencian

Dalam agama Islam, ujaran kebencian () termasuk ke dalam akhlak tercela (akhlak madzmumah).

Adapun ayat Al-Quran yang menjelaskan tentang larangan ujaran kebencian, di antaranya :

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّنْ قَوْمٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُوْنُوْا خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَاۤءٌ مِّنْ نِّسَاۤءٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّۚ وَلَا تَلْمِزُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوْا بِالْاَلْقَابِۗ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوْقُ بَعْدَ الْاِيْمَانِۚ وَمَنْ لَّمْ يَتُبْ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokkan) dan jangan pula wanita-wanita (menjelek-jelekkan) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita (yang dijelek-jelekkan) lebih baik dari wanita (yang menjelek-jelekkan) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri, serta janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) fasiq sesudah iman, dan barang siapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim”. (QS Al-Hujurat [49] :11).

Bahkan terhadap orang yang kita benci sekalipun, kita tetap harus berlaku adil, tidak membalas dengan ujaran kebencian yang serupa. Itu artinya sama saja kita dengan mereka.

Allah mengingatkan kita di dalam ayat-Nya:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُوْنُوْا قَوَّامِيْنَ لِلّٰهِ شُهَدَاۤءَ بِالْقِسْطِۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَاٰنُ قَوْمٍ عَلٰٓى اَلَّا تَعْدِلُوْا ۗاِعْدِلُوْاۗ هُوَ اَقْرَبُ لِلتَّقْوٰىۖ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌۢ بِمَا تَعْمَلُوْنَ

Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penegak (kebenaran) karena Allah (dan) saksi-saksi (yang bertindak) dengan adil. Janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlakulah adil karena (adil) itu lebih dekat pada takwa. Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.” (QS Al-Maidah [5]: 8).

Termasuk tidak dibenarkan mengunggah atau membagikan konten yang mengandung unsur kebencian berdasarkan sentimen Suku, Ras, Agama, Antargolongan (SARA), pornografi dan kekerasan.

  1. Lebih menekankan konten-konten yang baik, penuh hikmah, pembelajaran dan argumentatif

Islam diturunkan membawa misi ajaran yang membawa rahmat, kesejukan, kedamaian dan kebaikan untuk seluruh alam.

Kalaupun terjadi perbedaan pendapat dan pandangan, maka hendaknya disampaikan dengan baik dan argumentatif, tanpa ada unsur kedengkian apalagi hendak menimbulkan permusuhan.

Era sinergi dan kolaborasi saat ini dan ke depan, kita sebagai komunitas, umat dan bangsa, memerlukan suasana dialogis dua arah, mencari titik-titik temu (chemistry) yang saling tersambungkan dan ada kecocokan. Soal perbedaaan, tinggal saling memahami dan memaklumi. Indahnya kebersamaan.

Misi dakwah Islam antara lain disebutkan di dalam ayat :

اُدْعُ اِلٰى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُۗ اِنَّ رَبَّكَ هُوَ اَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِهٖ وَهُوَ اَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِيْنَ

Artinya : “Serulah (manusia) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, serta debatlah mereka dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang paling tahu siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia (pula) yang paling tahu siapa yang mendapat petunjuk.” (QS An-Nahl [16]: 125).

Pada ayat lain dikatakan :

وَمَآ اَرْسَلْنٰكَ اِلَّا رَحْمَةً لِّلْعٰلَمِيْنَ

Artinya : “Kami tidak mengutus engkau (Nabi Muhammad), kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam.” (QS Al-Anbiya [21]: 107).

Di dalam hadits disebutkan dari sahabat Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda :

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَليَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُت

Artinya : “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia diam.” (HR Bukhari dan Muslim).

Berkaitan dengan hal ini, Imam Asy-Syafi’i mengatakan, “Jika seseorang hendak berbicara, maka hendaklah dia berpikir terlebih dahulu. Jika dia merasa bahwa ucapannya itu tidak akan merugikan, silakan diucapkan. Namun, jika dia merasa ucapan tersebut ada mudharatnya atau ia ragu, maka hendaknya ditahan, jangan bicara.”

Demikian halnya dalam konteks bermedia sosial, kita patut lebih berhati-hati lagi dalam mengunggah status, membagikan konten dan dalam berkomen menanggapi berbagai isu yang beredar.

Harapannya, tentu agar tercipta suasana keharmonisan dalam berkomunitas, keutuhan dalam berbangsa dan bernegara, serta kesatuan ummat dalam menjalankan visi Islam yang rahmatan lil ‘alamin. Aamiin. (A/RS2/RS3)

Mi’raj News Agency (MINA)

Penulis, Ali Farkhan Tsani, Wartawan & Redaktur Senior Kantor Berita MINA (Mi’raj News Agency), Da’i Pondok Pesantren, Penulis Buku. Dapat dihubungi melalui [email protected] atau WA : 0858-1712-3848

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.