Aksi-Aksi Perlawanan Terhadap Islamfobia

Oleh: Illa Kartila – Redaktur Senior Miraj Islamic News Agency/MINA

Banyak aksi dilakukan sebagai bentuk perlawanan terhadap Isamfobia yang kian meluas di dan Amerika. Presiden Jerman Joachim Gauck misalnya, menggelar buka bersama di bulan puasa lalu dengan warga muslim di kawasan mayoritas imigran, Moabit, Berlin. Dalam sejumlah dokumentasi yang beredar, terlihat Gauck duduk bersama warga Muslim yang ada di daerah itu.

Pada kesempatan itu, Gauck menyuarakan perlawanan terhadap Islamfobia dan pengucilan warga Muslim di Jerman. Menurutnya, umat lintas agama berkumpul seperti itu sangat penting pengaruhnya, terlebih ketika rasa kurang percaya mulai muncul secara sepihak.

“Pasca insiden serangan teror di Paris dan Brussels, malah semakin banyak warga Jerman yang takut pada Muslim, bukannya terorisme,” katanya sambil menambahkan semua yang hadir pada  buka bersama ini bisa menyaksikan: pertemuan seperti ini memungkinkan untuk dilakukan.

Perdana Menteri Inggris yang baru saja mengundurkan diri, David Cameron mengatakan akan senang bertemu dengan Donald Trump jika nanti miliarder itu menjadi calon Partai Republik. Namun, Cameron mengulangi komentarnya soal usulan larangan Muslim masuk AS oleh Trump, yang menurut dia tetap salah dan memecah belah.

Dilansir oleh Al-Arabiya, Cameron mengatakan itu adalah pernyataan yang sangat berbahaya karena menyamakan mayoritas Muslim yang damai dengan minoritas ekstremis.

Sementara itu puluhan Muslim Amerika Serikat (AS) di Dallas menyerukan penolakan kepada siapa pun yang memandang sinis Islam. Untuk mencegah adanya Islamfobia, mereka berjalan di sekitar kota dan  membawa spanduk yang menuliskan tentang Islam dan penganutnya.

Islamfobia adalah suatu gejala di mana orang-orang non-Muslim khawatir untuk bertemu, berbicara, ataupun melakukan kegiatan bersama dengan warga Muslim. Selama ini, masyarakat Muslim AS menilai banyak orang yang salah paham terhadap agama Islam. Mereka terkadang sering memandang sinis dan menyebar kebencian pada setiap Muslim di negara tersebut.

Hal inilah yang mengakibatkan Islamfobia semakin timbul di masyarakat. Penyakit ini membawa kesengsaraan bagi tiap Muslim yang harus menghadapi penganut Islamfobia di mana pun mereka berada.

Para aktivis Muslim  AS berharap gerakan yang mereka lakukan dapat mempengaruhi pemikiran setiap orang yang memandang buruk agama Islam. Mereka ingin agar orang-orang tahu jika Islam bukanlah agama yang penuh dengan kekerasan, melainkan kedamaian dalam setiap ajarannya.

“Saya memilih untuk menjadi Muslim  karena Islam membawa kedamaian dalam hidup saya,” kata Nicole Queen, salah satu aktivis Muslim  yang melakukan gerakan anti Islamofobia, seperti yang dilansir dari OnIslam.

Gerakan ‘peluk warga Muslim’

Seorang mahasiswa Toronto University, Kanada, menggagas gerakan sosial ‘peluk warga Muslim’ untuk mengatasi Islamofobia yang melanda dunia barat. Aksi yang dinamakan ‘The Blind Trust Project’ ini dilakukan untuk menunjukkan bahwa orang Islam bukanlah teroris. Islam adalah agama yang penuh kedamaian dan tak pernah mengajarkan kekerasan.

Tak butuh waktu lama, gerakan ini menyebar ke negara lain, termasuk di Inggris, Jerman, Swedia, dan Norwegia. Seperti dimuat  Huffington Post, sebuah video di YouTube menunjukkan Karim Metwaly berdiri di jalan New York dengan posisi mata ditutup dan membentangkan kedua tangannya.

Di sampingnya ada spanduk bertuliskan, “saya Muslim, saya dicap teroris. Saya percaya kamu, apakah kamu percaya pada saya? Peluklah saya.”

Awalnya, satu, dua, dan tiga orang lewat begitu saja. Tapi beberapa menit kemudian, satu per satu orang yang melintas mulai memeluknya. “Saya senang bisa melihat seorang Yahudi memeluk umat Muslim. Video yang bagus, Karim,” ujar seseorang yang melihat video itu di YouTube, mengomentari aksi Karim, seperti dilansir  Al Arabiya.

Penggagas gerakan ini, Maaz Khan dan dua rekannya, Mustafa Mawla dan Asoomii Jay mengaku aksi itu bertujuan untuk mengirimkan pesan positif bahwa Islam tidak seperti yang dikira oleh sejumlah pihak di kawasan Barat.

The Huffington Post belum lama ini mengundang sejumlah Muslim Amerika untuk berbicara ihwal bagaimana menjadi Muslim di Amerika Serikat saat ini. Beberapa Muslim mengatakan, Islamfobia merupakan perlakuan terburuk yang pernah diterima Muslim.

Para Muslim diminta berkomentar soal bagaimana cara Muslim menunjukkan ketaatan mereka di tengah gejolak Islamofobia. Apakah masih dengan berhijab, menumbuhkan jenggot, berpuasa dan lain-lain? Sebab, cara Muslim menunjukkan keimanannya terakadang membuat orang-orang menjadi salah paham.

Salah satu Muslim yang bekerja sebagai editor media sosial The Huffington Post, Rowaida Abdelaziz berbicara tentang bagaimana materi iman yang telah dipolitisasi. Ia mencontohkan, pasca penembakan yang terjadi di San Bernardino, California, terjadi penggeledahan di rumah terduga penembak.

Ia berujar, apartemennya merupakan tempat yang ia gunakan untuk kehidupan pribadi, salah satunya untuk kegiatan spiritualitas, sehingga wajar jika di suatu rumah terdapat perlengkapan ibadah.

Da menyayangkan jika benda-benda yang digunakan untuk beribadah, disamakan dengan alat teroris. “Dan tiba-tiba, mereka menyamakan (sajadah dan Alquran) dengan alat-alat teroris,” ujarnya.

Sementara itu, Imam New York University Islamic Center, Imam Khalid Latif mengungkapkan, saat ini banyak Muslim yang harus memilih, tetap mempraktikkan imannya atau ‘hanya hidup dari hari ke hari’.

Islam Indonesia bisa jadi role model

Cendikiawan Muslim yang juga Senior Professor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Azyumardi Azra mengatakan dalam seminar bertajuk “Islam dan the Challenge of Muslim Democrats” di Brussels yang dihadiri lebih 100 peserta, Islam di Indonesia dapat menjadi alternatif pencitraan Islam yang positif di Eropa.

Mantan Rektor UIN Syarif Hidayatullah  itu menjadi pembicara dalam seminar yang diadakan Friends of Europe bekerja sama dengan Sasakawa Foundation Executive Director Habibie Centre Indonesia.

Menurut Azra, Indonesia dapat dijadikan role model di mana Islam dan demokrasi dapat berjalan beriringan dan peranan penting itu dapat dilakukan melalui penyebaran pemahaman Islam yang moderat.

Hal senada juga disampaikan Nurul Izzah Anwar dari Malaysia, yang menekankan pentingnya peran Muslim Moderat untuk menyuarakan Islam sebagai agama yang teduh dan damai dan memastikan promosi demokrasi dan perlindungan hak asasi manusia tetap berjalan dengan semestinya.

Dari kaca mata Uni Eropa, Marte Bilde menyerukan sudah saatnya UE mendengarkan Islam dari belahan dunia lain, bukan dari Islam yang selama ini biasa didengar, yaitu Timur Tengah.

Terkait hal itu, Bilde menyerukan agar UE meningkatkan kerja sama yang lebih erat dengan Muslim Moderat, seperti pernah disampaikan Wakil Presdien Komisi Eropa, Frederica Mogherini, setelah kunjungannya ke Indonesia beberapa waktu lalu.

Islamofobia lahir dari ketakutan orang-orang terhadap Islam. Semua itu berawal dari para teroris yang mengatasnamakan Islam sebagai pembenaran tindakan mereka. Orang-orang yang mengalami Islamophobia, cenderung berpikir semua muslim sama dengan teroris.

Mendengar orang yang berbahasa Arab, bahkan perempuan yang memakai hijab saja, mereka sudah ketakutan setengah mati. Bagi mereka, melihat seorang muslim di sekitar merupakan sebuah ancaman. Pandangan tersebut sama sekali tidak benar. (R01/P4)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Wartawan: illa

Editor: Ali Farkhan Tsani

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.