AS ANGGAP MYANMAR LAKUKAN DISKRIMINASI AGAMA

Nay Phiydaw, 3 Syawal 1435/30 Juli 2014 (MINA) – Departemen Luar Negeri Amerika Serikat melaporkan, tindakan pasukan keamanan Myanmar berupa sanksi agama dan kekerasan secara gamblang menunjukkan praktek disikriminatif terhadap kelompok mnoritas dan Kristen.

Menurut laporan tahunan Departemen Luar Negeri AS tentang Kebebasan Beragama yang dikeluarkan pada Senin pagi di Washington DC sebagaimana yang diberitakan DVB dan dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA), Rabu, saat ummat Muslim di seluruh dunia merayakan akhir Ramadhan kedatangan Idul Fitri dengan sukacita, pemerintah Myanmar tidak memfasilitasi apapun.

Hal itu, menurut laoran tersebut, merupakan bukti, Pemerintah Myanmar membatasi kebebasan warga Muslim dan Kristen, sementara preferensi berupa dukungan moril dari negara termasuk pendanaan bagi biara-biara dan kegiatan misionaris diberikan kepada kelompok Buddhisme Theravada.

dan non-Muslim Rohingya menanggung beban diskriminasi dari masyarakat dan kekuatan keamanan pemerintah mereka, kata laporan itu. Di Negara Arakan, pasukan keamanan mengisolasi komunitas Muslim ke kamp-kamp untuk pengungsi internal (IDP) sebagai bagian dari strategi nasional.

“Pembatasan ini menghambat kemampuan umat Islam, termasuk Rohingya, untuk mencari mata pencaharian, akses pasar, dan melibatkan masyarakat lainnya,” kata laporan itu, menambahkan bahwa pejabat pemerintah juga memutus akses warga Muslim ke rumah sakit pemerintah.

Hal itu juga dilakukan kelompok nasionalis, gerakan anti-Muslim 969 sebagai penghasut kekerasan terhadap Muslim, seperti serangan di Meiktila Maret lalu yang menewaskan antara 4O sampai 90-an orang dan menghancurkan lebih dari 1.500 rumah. Kekerasan itu mengakibatkan sekitar 11.000 orang warga Muslim harus mengungsi.

“Munculnya Gerakan 969 bersamaan dengan serangkaian serangan kekerasan terhadap Muslim, dimulai dengan serangan di Meiktila pada 20 Maret,” kata laporan itu. “Beberapa pendukung Gerakan 969 membuat meluasnya kekerasan dan peperangan melalui penggunaan media sosial untuk menyebarkan pidato kebencian dan hasutan mealui pamflet dan DVD di komunitas agama selain Muslim di seluruh negeri menyerukan boikot bisnis Muslim dan membenarkan diskriminasi anti-Muslim.”

Kristen di Myanmar yang dipeluk sebagian besar kelompok etnis minoritas Kachin, Karen, Chin dan Naga tidak bernasib baik dalam satu tahun terakhir. Dilaporkan bahwa tentara Myanmar melukai pemimpin agama Kristen, merusak bangunan dan memblokir akses ke gereja-gereja dalam bentrokan di Negara Bagian Kachin.

“Pada September, tentara pemerintah di distrik Putao utara Negara Kachin dilaporkan menahan dan menganiaya secara fisik pendeta Baptis dan mencuri sedekah dari gereja Baptis di desa Nhka Ga,” kata laporan itu. “Pada akhir Oktober, tentara dilaporkan menembaki gereja Baptis yang dihadiri sekitar 700 warga di desa Mung Ding Pa.”

Ko Ni, seorang pengacara Muslim terkemuka di Rangoon, membenarkan penilaian Departemen Luar Negeri AS dari perbedaan antara bagaimana Konstitusi yang menjanjikan kebebasan beragama dan bagaimana pemerintah bertindak secara nyata.

“Sementara pemerintah mengklaim bahwa mereka memiliki kebijakan kebebasan beragama, non-Buddhis masih mengalami diskriminasi dalam kebijakan dan hukum tidak tertulis,” kata Ko Ni, menambahkan umat Islam saat ini tidak diperbolehkan untuk mengikuti kursus pelatihan perwira militer atau menduduki posisi senior di pemerintah.

“Ada Muslim memiliki talenta seperti dokter, tapi mereka jelas menyingkir dari sektor pemerintah dan manajemen. Ini membuktikan bahwa pemerintah dengan kebijakan tak tertulis yang secara langsung bertentangan dengan kebijakan resmi yang disediakan dalam Konstitusi, “katanya.(T/P08/EO2)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Wartawan: Admin

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments: 0