Jenewa, MINA – Armenia dan Azerbaijan bersepakat untuk menghindari penembakan di daerah pemukiman di tengah pertempuran atas wilayah Nagorno-Karabakh. Kesepakatan itu menyusul sehari setelah pembicaraan antara Menteri luar negeri Armenia dan Azerbaijan di Jenewa.
Mengutip dari Al Arabiya, Sabtu (31/10), kedua belah pihak juga sepakat, tidak akan dengan sengaja menargetkan warga sipil atau objek non-militer sesuai dengan hukum humaniter internasional.
Juga, dalam waktu seminggu akan memberikan daftar tahanan perang yang ditahan untuk pertukaran.
Pembicaraan kedua negara disponsori oleh Grup Minsk, Organisasi untuk Keamanan dan Kerjasama di Eropa, yang diketuai bersama oleh Rusia, Amerika Serikat dan Prancis.
Baca Juga: Pengadilan Belanda Tolak Gugatan Penghentian Ekspor Senjata ke Israel
Dalam pernyataan bersama, ketua organisasi tersebut mengatakan Armenia dan Azerbaijan berjanji untuk menawarkan proposal mereka mengenai kemungkinan mekanisme verifikasi gencatan senjata. Dan mendesak kedua belah pihak untuk menghormati komitmen gencatan senjata.
Nagorno-Karabakh terletak di Azerbaijan tetapi telah berada di bawah kendali pasukan Armenia, sejak perang berakhir pada tahun 1994. Ledakan permusuhan terbaru dimulai 27 September dan menyebabkan ratusan bahkan ribuan orang tewas, menandai eskalasi pertempuran terburuk sejak perang berakhir.
Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev menegaskan, Azerbaijan berhak mengambil kembali wilayahnya setelah tiga dekade mediasi internasional tidak membuahkan hasil.
ia mengatakan, Armenia harus berjanji untuk mundur dari Nagorno-Karabakh sebagai syarat untuk gencatan senjata permanen.
Baca Juga: Macron Resmi Tunjuk Francois Bayrou sebagai PM Prancis
Pasukan Azerbaijan, yang mengandalkan drone penyerang dan sistem roket jarak jauh yang dipasok oleh Turki, telah merebut kembali kendali atas beberapa wilayah di pinggiran Nagorno-Karabakh dan masuk ke wilayah separatis dari selatan.
Menurut pejabat Nagorno-Karabakh, 1.166 tentara mereka dan 39 warga sipil telah tewas. Otoritas Azerbaijan belum mengungkapkan kerugian militer mereka, tetapi mengatakan pertempuran itu telah menewaskan sedikitnya 91 warga sipil dan melukai 400 lainnya.
Namun, Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan pada pekan lalu, menurut informasi Moskow, jumlah kematian sebenarnya secara signifikan lebih tinggi dan mendekati 5.000. (T/Hju/P2)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Jerman Batalkan Acara Peringatan 60 Tahun Hubungan Diplomatik dengan Israel