Bayi Pertama Lahir di RS Turki untuk Rohingya di Bangladesh

(Anadolu Agency)

Dhaka, MINA – Bayi pertama lahir di rumah sakit yang dibangun Turki untuk pengungsi di distrik Cox’s Bazar, tenggara Bangladesh, menurut Kedutaan Besar Turki di Dhaka, Rabu (21/2/2018).

Kedubes Turki mengumumkan kelahiran bayi laki-laki bernama Muhammed Alperen itu, pada akun Twitter resminya dan memasang foto bayi dan ibunya.

Foto lain menunjukkan bayi tersebut dengan perawat dan dokter yang bekerja di rumah sakit lapangan di distrik Cox’s Bazar, tuan rumah pengungsi Rohingya yang melarikan diri dari penganiayaan militer Myanmar.

Rumah sakit dibangun dan dioperasikan oleh Kementerian Kesehatan Turki dan Otoritas Manajemen Darurat Turki (AFAD) untuk memberikan bantuan kesehatan darurat kepada para pengungsi.

Jemaluddin Mohammad, kepala dokter rumah sakit, pada Anadolu Agency mengungkapkan kepuasan dan kegembiraannya atas keberhasilan kelahiran bayi pertama pengungsi Rohingya tersebut.

Mohammad mengatakan, ada kekurangan fasilitas medis di kamp sebelum pembentukan rumah sakit tersebut.

“Orang-orang di kamp berada dalam kondisi yang sangat memprihatinkan, terutama sebagian besar wanita hamil belum pernah ke dokter, dan tidak mengonsumsi zat besi, vitamin atau asam folat,” ujarnya.

Dia mengatakan, layanan perawatan kesehatan meningkat di kamp setelah rumah sakit lapangan mulai beroperasi bulan Januari.

“Sekarang pasien dapat dengan mudah melakukan pemeriksanaan, mereka telah melihatnya sebagai pintu harapan. Mereka banyak berdoa untuk Turki, terutama untuk Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan,” Mohammad menambahkan.

Rohingya, yang digambarkan oleh PBB sebagai orang-orang yang paling teraniaya di dunia, telah menghadapi ketakutan yang meningkat atas serangan Myanmar sejak puluhan orang terbunuh dalam kekerasan komunal tahun 2012.

Kini, lebih dari 750.000 pengungsi, kebanyakan anak-anak dan perempuan, telah meninggalkan Myanmar sejak 25 Agustus 2017, ketika pasukan Myanmar melancarkan tindakan keras terhadap komunitas Muslim minoritas, menurut Amnesty International.

Sedikitnya 9.000 Rohingya tewas di negara bagian Rakhine dari 25 Agustus hingga 24 September, menurut Doctors Without Borders.

Dalam sebuah laporan yang diterbitkan pada 12 Desember 2017, organisasi kemanusiaan global tersebut mengatakan, kematian mencapai 71,7 persen atau 6.700 Rohingya disebabkan oleh kekerasan. Mereka termasuk 730 anak di bawah usia 5 tahun.

PBB juga telah mendokumentasikan perkosaan massal, pembunuhan – termasuk bayi dan anak kecil – pemukulan brutal dan penculikan yang dilakukan oleh petugas keamanan.

Dalam sebuah laporan, penyidik ​​PBB mengatakan bahwa pelanggaran tersebut mungkin merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan

. (T/RS2/RS1)

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: Ali Farkhan Tsani

Editor: illa

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.