BRIN dan Institut Teknologi Indonesia Gelar Lokakarya Internasional Bahas Ketahanan Air

Lokakarya internasional tentang Small Island Research and Development (SIRaD) mengusung tema “Tentang Ketahanan Air dan Kehidupan Berkelanjutan bagi Masyarakat Lokal,” Jakarta. (Dok. MINA)

Jakarta, MINA – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan Institut Teknologi Indonesia (ITI) menggelar internasional tentang Small Island Research and Development (SIRaD) dengan mengusung tema “Ketahanan Air dan Kehidupan Berkelanjutan bagi Masyarakat Lokal.”

Hadir Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno sebagai pembicara utama secara virtual, Kepala BRIN Laksana Tri Handoko, Rektor ITI Marzan Aziz Iskandar, Direktur UNESCO Jakarta Maki Katsuno Hayashikawa, dan Komisi Nasional untuk UNESCO Itje Chodijah.

Kepala BRIN Laksana Tri Handoko menyampaikan, kegiatan ini untuk menyediakan wadah interaksi dan berbagi hasil kajian pulau-pulau kecil, perilaku masyarakat lokal, dan pengelolaan pulau

“Acara diselenggarakan untuk bertukar pikiran dan juga bertukar teknologi dengan negara lain. Ada partisipan dari negara yang lain untuk pulau-pulau kecil, karena pulau kecil itu penting yang banyak memiliki masalah,” ucap Tri dalam konferensi pers usai pembukaan lokakarya di Jakarta, Selasa (29/8).

Ia menjelaskan, masalah di pulau kecil yang tersebar diwilyah Indonesia. Mulai dari masalah alam sampai masalah ketesedian (litelitas) dimana menyediakan listrik komunikasi dan juga air minum bersih.

“Karena pada umumnya pulau kecil tidak memiliki sumber air bersih, belum lagi problem intrusial laut. Belum lagi penurunan permukaan laut di berbagai kasus,” ujar Tri.

Dia menyampaikan, BRIN memilih dua studi kasus pulau-pulau kecil, yaitu Pulau Pari dan Pulau Weh karena dua alasan. Pulau Pari merupakan sebuah pulau karang yang terletak di dekat ibu kota negara Indonesia. Pencemaran laut merupakan masalah paling kronis yang dihadapi masyarakat lokal seperti sampah laut, kebocoran minyak kronis, dan limbah rumah tangga.

Saat ini permasalahan lingkungan hidup seperti kelangkaan air tawar, genangan pantai, dan erosi pantai menjadi isu lingkungan yang sedang hangat di Pulau Pari.

Sedangkan, Pulau Weh, lanjut dia, merupakan pulau vulkanik dengan beberapa sesar yang tersebar di dalam pulau tersebut. Pulau ini memiliki tipe pesisir yang beragam, mulai dari pesisir datar di timur hingga pesisir terjal di sisi barat. Kualitas air laut jauh lebih bersih dibandingkan Pulau Pari, hanya sedikit sampah laut pada bulan-bulan tertentu.

“Kedua pulau tersebut mempunyai permasalahan yang sama, yaitu kelangkaan sumber daya air tawar,” ujarnya.

BRIN juga turut mengundang pakar internasional dari Tiongkok, Jepang, Korea, dan Malaysia untuk berbagi pandangan. Para ahli tersebut merupakan bagian dari Kelompok Kerja Regional IOC-Westpac untuk studi pulau-pulau kecil yang dibentuk pada 14th Intergovernmental Session of IOC UNESCO Western Pacific Region pada April 2023.

Sementara Ketua Komite Nasional untuk program Intergovernmental Oceanographic Commission (IOC) UNESCO-BRIN Wahyu Widodo Pandoe  menyebut, terdapat tiga hasil yang diharapkan dari penyelenggaraan lokakarya inernasional ini.

Pertama, dicanangkannya Rekomendasi Pengembangan dan Penelitian Pulau-Pulau Kecil, berupa ringkasan kebijakan yang akan disusun oleh sekelompok ahli nasional, dan disampaikan kepada pemerintah daerah dan instansi terkait lainnya.

Hasil selanjutnya adalah terbentuknya Jaringan Penelitian dan Pengembangan Pulau Kecil, di mana hal tersebut diharapkan dapat meningkatkan kerja sama dan kolaborasi di tingkat nasional dan regional.

“Lalu International Workshop Report akan disusun setelah kegiatan lokakarya, dan akan diserahkan ke Kantor UNESCO, Jakarta, paling lambat 30 Desember 2023,” tuturnya.(L/R8/R1)

Mi’raj News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.