Riyadh, MINA – Sabtu tanggal 23 September 2023 menandai Hari Nasional Arab Saudi ke-93, hari kebanggaan dan perayaan bagi warga negara dan penduduknya.
Di bawah kepemimpinan visioner yang mengutamakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, peristiwa menggembirakan ini merefleksikan perjalanan luar biasa bangsa ini menuju masa depan yang menjanjikan.
Saat memperingati hari bersejarah ini, Saudi Press Agency (SPA) menyiarkan perjalanan reflektif melalui kehidupan seorang negarawan sejati, Raja Abdulaziz bin Abdulrahman Al-Faisal Al Saud.
Pada tanggal 23 September 1932, Raja Abdulaziz Al Saud mencapai tugas monumental untuk menyatukan suku-suku yang berbeda dan wilayah yang tersebar di Jazirah Arab, mendirikan Kerajaan Arab Saudi.
Baca Juga: Ini Doa Terbaik Dari Keluarga untuk Jamaah Yang Pulang Umrah
Arab Saudi dengan Riyadh sebagai ibukotanya, mengadopsi Al-Qur’an dan Sunnah Nabi sebagai konstitusinya.
Perjalanan luar biasa Raja Abdulaziz Al Saud dimulai di Riyadh pada tahun 1293 Hijriah.
Pada usia tujuh tahun, ia mulai belajar membaca dan menulis, dan pada usia sepuluh tahun, ayahnya, Imam Abdulrahman Al-Faisal, mengumpulkan ulama dan para guru untuk menanamkan dalam dirinya dasar-dasar Islam dan keterampilan berkuda.
Pendidikannya sangat dipengaruhi oleh ayahnya yang pemberani dan ibu yang bijaksana, Putri Sarah Al-Sudairi.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-20] Tentang Istiqamah
Raja Abdulaziz memiliki ikatan yang erat dengan saudara-saudaranya, termasuk saudara perempuannya, Putri Noura.
Sepanjang hidupnya, Raja Abdulaziz menghadapi banyak tantangan yang membentuk karakternya dan menanamkan dalam dirinya kualitas kesabaran, kekuatan, dan kenegarawanan.
Salah satu momen yang paling sulit adalah kepergiannya yang terpaksa dari Riyadh pada tahun 1308 Hijriah ketika ia dan keluarganya menetap di berbagai lokasi, termasuk oasis Yabrin, Bahrain, dan Kuwait.
Meskipun mengalami kesulitan, tekadnya untuk merebut kembali Riyadh, sebuah kota dengan makna sejarah yang mendalam bagi keluarganya, tetap teguh.
Baca Juga: Utusan PBB Peringatkan Pengungsi Tidak Kembali Dulu ke Suriah
Pada usia dua puluhan, Raja Abdulaziz memulai perjalanan kembali ke Riyadh, memimpin pasukan.
Kedatangannya di distrik Al-Shaqib menandai awal dari sebuah babak penting.
Setelah pertempuran singkat namun intens, ia memulihkan ketertiban, mengantarkan periode stabilitas politik yang meletakkan dasar bagi pertumbuhan dan kemakmuran Riyadh.
Pada tahun 1320 Hijriah, masyarakat dan tokoh-tokoh Riyadh mengikrarkan kesetiaan kepadanya sebagai Emir Najd dan pimpinan umatnya.
Baca Juga: Israel Serang Suriah 300 Kali Sejak Assad Jatuh, Situs Militer Jadi Sasaran
Kemenangan ini membawa stabilitas yang sangat dibutuhkan setelah bertahun-tahun mengalami kekacauan, dan membuka jalan bagi transformasi Riyadh.
Upaya tak kenal lelah Raja Abdulaziz untuk mempersatukan bangsa, memulihkan keamanan, dan memerangi kekacauan di Semenanjung Arab mencapai puncaknya dengan menjadi pemimpin terhormat dari sebuah negara yang baru dibangun, dan mendapatkan tempat yang dihormati di panggung dunia.
Pada tanggal 23 September 1932, Raja Abdulaziz mengeluarkan dekrit kerajaan yang mengganti nama negara dari Kerajaan Hijaz dan Najd menjadi Kerajaan Arab Saudi.
Upaya Ambisius Kerajaan
Baca Juga: Hijrah Hati dan Diri: Panduan Syariah untuk Transformasi Spiritual dan Pribadi
Dengan berjalannya proses pembangunan bangsa dengan baik, Raja Abdulaziz mengalihkan perhatiannya memperluas Dua Masjid Suci untuk melayani jamaah haji, serta mendirikan sekolah, rumah sakit, pembangunan desa, dan sistem irigasi untuk mendukung pertanian.
Upaya ambisius ini memerlukan pendanaan yang besar.
Pada musim gugur tahun 1933, upaya eksplorasi minyak dimulai, awalnya tidak membuahkan hasil.
Namun, kegigihannya membuahkan hasil ketika minyak ditemukan 5.000 kaki di bawah tanah di kawasan Ain Jet pada tahun 1939.
Baca Juga: Aksi Peduli Palestina: Cara Efektif dan Nyata Membantu Sesama yang Membutuhkan
Penemuan ini menandai titik balik, membuka pintu bagi proyek-proyek besar negara.
Kepentingan Raja Abdulaziz tidak hanya mencakup urusan dalam negeri; ia memelihara hubungan diplomatik dengan negara-negara di seluruh dunia, memprioritaskan kemerdekaan Kerajaan sambil membina hubungan terlepas dari perbedaan agama, budaya, atau peradaban.
Pendekatannya mendapat kekaguman dari para pemimpin dunia dan media.
Pada bulan Muharram 1373 Hijriah, Raja Abdulaziz jatuh sakit parah di Taif, dan meninggal dunia pada tanggal 9 November 1953.
Baca Juga: Enam Cara Mudah Bantu Palestina
Ia dimakamkan di Pemakaman Al-Oud, Riyadh.
Saat ia membangun negaranya, komitmen Raja Abdulaziz terhadap pendidikan tidak tergoyahkan.
Ia rajin membaca buku-buku berbahasa Arab tentang berbagai ilmu pengetahuan, mencetak dan mendistribusikannya secara bebas.
Dia mencari nasihat dari warganya, berpedoman pada prinsip-prinsip Islam, membina kerja sama antara penguasa dan yang diperintah.
Baca Juga: Makna Mubazir dalam Tafsir Al-Isra’ Ayat 27, Mengapa Pelaku Pemborosan Disebut Saudara Setan?
Pendekatan baik Raja Abdulaziz, yang dilanjutkan oleh putra-putranya, meletakkan dasar bagi perkembangan Kerajaan yang luar biasa, yang ditandai dengan kolaborasi antara kepemimpinan dan rakyat.
Dalam pertemuan bersejarah tanggal 25 Muharram 1355 Hijriah, Raja Abdulaziz menegaskan keinginannya untuk mendekatkan diri dengan rakyat, dengan menyatakan, “Pintu saya selalu terbuka bagi siapa saja yang ingin berbicara.”
Di bawah kepemimpinannya, Arab Saudi menjalin hubungan yang kuat dengan negara-negara Arab dan Muslim serta melibatkan komunitas internasional dengan transparansi dan pragmatisme. Warisan Raja Abdulaziz adalah puncak dari sejarah yang kaya.
Warisan Sejarah yang Kaya
Baca Juga: Suriah dan Corak Bendera yang Berganti
Negara Saudi Pertama, yang didirikan oleh Imam Mohammed bin Saud pada tahun 1139 Hijriah, meletakkan dasar bagi bangsa Warisan Raja Abdulaziz adalah puncak dari sejarah yang kaya.
Negara Saudi Kedua, yang diprakarsai oleh Turki bin Abdullah bin Mohammed bin Saud, melanjutkan warisan ini selama kurang lebih 68 tahun. Namun, titik balik sebenarnya terjadi pada hari kelima Syawal, 1319 Hijriah, ketika Raja Abdulaziz merebut kembali Riyadh, mendirikan negara yang berlandaskan prinsip-prinsip Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad.
Para pemimpin berikutnya, termasuk Raja Saud, Raja Faisal, Raja Khalid, Raja Fahd, dan Raja Abdullah, masing-masing berkontribusi terhadap kemajuan dan pembangunan bangsa, dengan fokus pada pendidikan, kesehatan, industri, dan pertumbuhan ekonomi.
Saat ini, di bawah kepemimpinan Penjaga Dua Masjid Suci Raja Salman bin Abdulaziz al-Saud, Arab Saudi melanjutkan perjalanan pertumbuhan, perkembangan, dan pengaruh globalnya.
Baca Juga: [Hadits Arbain Ke-20] Malu Bagian dari Iman
Kerajaan ini memiliki perekonomian yang kuat dan masuk dalam peringkat 20 besar dunia.
Saat perayaan Hari Nasional Arab Saudi ke-93 tanggal 23 September 2023 ini, tercatat pencapaian luar biasa bangsa ini, dan warisan kemajuan dan persatuan ini akan terus berkembang di bawah kepemimpinan Raja Salman dan Putra Mahkota Pangeran Mohammed bin Salam (MBS).
Arab Saudi dengan Visi Saudi 2030, tampak terus berusaha mengurangi ketergantungan pada sector minyak bumi, dengan mengembangkan sector layanan umum seperti kesehatan, pendidikan, infrastruktur dan pariwisata,
Saudi berdiri sebagai bukti atas apa yang dapat dicapai dengan visi, tekad, dan komitmen teguh terhadap kesejahteraan rakyatnya. (A/RS2/P1)
Sumber : Saudi Gazette
(Mi’raj News Agency (MINA)