DAKWAH DALAM GIGITAN PUNCAK SENDURO (BAGIAN 2)

Dai-tangguh
Foto: Doc. BMH
Foto: Doc. BMH

Kisah Inspiratif Tangguh di Pedalaman Negeri

Ali Farqu Thoha, Dai Senduro, Lumajang Jawa Timur

“Kalau di Hindu masuk Pura pake sandal. Tapi, di masuk masjid harus dilepas,” tutur Karyo Slamet, mualaf Senduro yang dulunya beragama Hindu.

Karyo juga tertarik konsep kebersihan Islam dalam hal sunat atau khitan. Dalam Islam, laki-laki harus dikhitan. Dia menggambarkan seperti pisang:“Biar rasanya lebih enak, kan harus dikoncei kulite,” ujarnya sambil tersenyum malu.

Islam juga dirasakan membuat hati lebih damai dan bahagia. Hal serupa dialami Sukari. Mantan tokoh Hindu ini sebelum masuk Islam, selalu merasa tidak tenang. Tapi, usai masuk Islam, hidupnya bisa lebih tenang dan bahagia. “Entah kenapa. Setelah masuk Islam, hidup ini lebih bahagia,” ucapnya. Nampaknya, hal senanda juga banyak dialami orang Hindu lainnya. Karena itu, dari waktu ke waktu, satu persatu dari mereka banyak yang memeluk Islam. Hingga angka mualaf menjadi kian naik drastis.

Diancam Dibunuh

Hal tersebut nampaknya menjadi ancaman sejumlah pihak. Mungkin saja, mereka takut jika Islam berkembang pesat di sana. Karena itu, Ali pun mulai mendapat teror. Suatu saat, Ali mendapat pesan singkat (sms) bernada ancaman dari orang tak dikenal. Sms tersebut berbunyi: “Hentikan Islam di Senduro jika tidak ingin istrimu menjadi janda dan anakmu menjadi yatim.”

Foto: Doc. BMH
Foto: Doc. BMH

Tidak cuma sekali, menurut Ali, sms seperti itu hampir setiap hari masuk di layar ponselnya. Takut? Ternyata, Ali tidak gentar sedikit pun. Dengan tegas dia katakan: “Barang siapa yang menolong agama Allah. Maka dia akan ditolong Allah.” Benar saja, ternyata sms tersebut tidak terjadi. Dia dan keluarganya masih sehat dan utuh.

Tidak itu saja. Pernah, ketika selepas pulang dakwah dari dusun Bakalan bersama Sutomo dihadang 70 orang tak dikenal. Tampang mereka sangar. Mirip preman bayaran.“Ali, hentikan dakwahmu! Jika tidak, lihat saja apa yang akan terjadi nanti,” teriak salah seorang dari mereka.

Ketika itu, jam menunjukkan pukul 22.00 malam. Gelap gulita. Tak ada seorang pun selain mereka. Jadi, seandainya terjadi sesuatu pasti tidak akan ada yang menolong. Ali hanya terdiam dan berdoa. Tapi, hal itu tak membuat mereka berhenti berteriak. Justru makin berani. Tiba-tiba, tak dinyana, Sutomo bertakbir: “Allahu Akbar!” Aneh, entah kenapa tiba-tiba 70 pria sangar itu lari tunggang langgang setelah mendengar takbir pria yang buta penglihatannya itu.

Alam Menjadi Ujian

Berdakwah di Senduro bukan itu saja rintangannya. Alam juga menjadi ujian yang tak kalah beratnya. Pasalnya, medan yang sulit jika tidak hati-hati bisa berbahaya. Suatu malam, sekitar pukul 22.00 waktu setempat Ali pulang dari dusun Gedok ke rumahnya di Lumajang. Dia mengendarai sepeda motor. Karena sepedanya sudah lama, bunyinya seperti kumbang: Ngoongg…ngguungg ngggung. Keras sekali. Apalagi, jika harus melewati tanjakan. Motornya pun sampe terkentut-kentut.

Tiba-tiba, dari arah belawanan, ada truk lewat dengan kecepatan penuh. Kebetulan, jalannya sempit dan menanjak. Takut keserempet, motornya diarahkan ke pinggir jalan. Na’as, karena tak seimbang, Ali terjatuh. Dia pun masuk ke jurang. Untung saja tak dalam. Meski tak apa-apa, tapi sekujur tubuhnya seperti remuk.

“Sekujur tubuh sakit semua,” tuturnya.

Berdakwah di daerah tersebut bukan hal mudah. Selain karena sejumlah rintangan, yang menjadi kendala adalah dana dan jumlah dai. Parahnya lagi, sangat jarang ada dai yang rela berdakwah di tempat itu.

Ali pun sangat terbantu setelah berkerjasama dengan Warsito, DPD Lumajang. Berkat kerjasama itu, dakwah di Senduro makin tertata. Jika Ali fokus berdakwah di Senduro, Warsito mencari dana ke sejumlah instansi, terutama Baitul Mal Hidayatullah (BMH), baik di Surabaya maupun Malang. Kini, telah ada sejumlah sarana ibadah; empat masjid dan 10 mushola.

Tak hanya itu, Warsito sendiri sering berdakwah ke Senduro. Dengan motor Suzuki GX tahun 1995, dia naik turun bukit bersama Ali untuk menyemai Islam di sana.

Nikah Masal Hingga Konversi Ternak

Foto: Doc. BMH.
Foto: Doc. BMH.

Dalam upaya meretas masalah yang ada, sejumlah program telah digulirkan. Mulai dari nikah masal bagi 68 pasangan muallaf suku Tengger. Mereka yang baru masuk Islam dinikahkan di Masjid Nurul Huda, Dusun Tempuran, Kecamatan Senduro, Lumajang. Maka, sebanyak 35 penghulupun didatangkan untuk memimpin prosesi ijab kabul. Program berlanjut dengan khitanan masal untuk para muallaf, persertanya pun beragam usia, dari remaja hingga usia lansia.

Untuk meretas masalah ekonomi, BMH bekerjasama dengan dai-dai setempat melakukan pemberdayaan dibidang pertanian dengan penanaman bibit bawang serta menggulirkan program konversi ternak yang diberikan kepada mullaf suku Tengger Senduro Lumajang. Program ini bertujuan untuk mendorong masyarakat mengganti kebiasaan berternak babinya dengan berternak kambing.

Dai serta tokoh Senduro akan hadir dalam acara Inspirasi Dai Tangguh pada 22 Juni 2014 di SMESCO. Semoga kisahnya menginspirasi kita serta berperan untuk turut mendoakan para pembina suku tengger disekitar lereng gunung Bromo Jawa Timur untuk tetap istiqomah. Semoga ikhtiar menguatkan hidayah yang terus berkesinambungan ini menjadi jalan meraih kemuliaan. (Syaiful Anshor/BMH/P02)

 

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Wartawan: Rana Setiawan

Editor: Rana Setiawan

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments: 0