DI BALIK GENCATAN SENJATA PERMANEN PALESTINA-ISRAEL

Yayan DNS
Yayan DNS

Oleh : Yayan DNS, Pemerhati Politik dan Sejarah Islam

Bangsa Palestina di Jalur Gaza turun ke jalan bersorak sorai kegi- rangan larut dalam euforia “kemenangan” Hamas atas kebiadaban agresor teroris Zionis Israel.

Hampir seluruh penghuni planet ini, menangis haru melihat pemandangan yang kontradiktif antara prolog (sebelum) dan epilog (setelah) “Kesepakatan Genjatan Senjata Permanen” itu dicapai.

Tentunya dikecualikan kaum zionis sendiri dan segelintir individu yang berada pada lingkaran kekuasaan di Amerika Serikat dan  Eropa.

Digambarkan secara visual perubahan instan dan drastis dari ketakutan menjadi kegembiraan. Kematian 2.300 jiwa manusia (paling tidak saat tulisan ini disusun), dan puluhan ribu luka parah dan ringan, serta hancurnya 3.200 perumahan rakyat serta infra struktur kehidupan dalam tempo 51 hari, terhapus seketika.

Petaka berdarah yang munguras dan mulukai hati nurani kemanusiaan, seolah olah  tidak pernah terjadi, seperti orang terbangun dari mimpi buruk.

Pembukaan Blokade

Sesuai kesepakatan, dibukanya blokade di seluruh pintu masuk ke Jalur Gaza serta penghentian agresi pengeboman brutal zionis yahudi, dianggap dan dirasa sebagai parameter/tolok ukur perdamaian yang menyeluruh dan abadi (permanen).

Bagai seorang musafir kelana yang kehausan di gurun pasir yang panas menyengat, bersedia membeli seteguk air dengan harga 1 ekor unta. Setelah itu ia tidak bisa melanjutkan perjalanan jauhnya karena untanya telah terjual.

Sejatinya, tujuan Hamas adalah berjuang untuk kemerdekaan negeri dan bangsa Palestina dari penjajahan Zionis Yahudi yang dijustifikasi sebagai “Kemerdekaan Negara Israel, 14 Mei 1948”.

Bukan hanya sekedar membebaskan Gaza dari blokade dan agresi kaum Zionis Yahudi semata.

Hamas tampaknya cukup arif untuk menyelamatkan penghuni Gaza. Tapi tentu saja, hendaknya jangan sampai kehilangan arah perjuangan disorientasi tujuan.

Lalu, apa makna untuk tidak saling menyerang secara permanen dengan penjajah dalam kontek “Berjuang untuk kemerdekaan bangsa Palestina”…. ?  Ini pertanyaan mudah, tetapi jelas sulit untuk dijawab.

Nota Kesepakatan

Kerap tidak disadari dalam setiap nota kesepakatan politik bilateral, salah satu Pihak yang bersangkutan lengah dan tidak memperhatikan status eksistensi ‘mitra (pihak)’ lain dalam nota kesepakatan itu.

Kadang hanya terfokus pada butir-butir kesepakatan, atau mungkin karena terpaksa, terutama pihak yang merasa dirinya dalam keadaan tertekan dan sangat darurat.

Hal ini pernah terjadi dalam nota kesepakatan bilateral antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah kerajaan Belanda tahun 1949.

Atas komando Panglima perang Jenderal Soedirman, TNI di bawah pimpinan Kolonel Soeharto yang dibantu oleh ribuan pasukan relawan yang siap mati syahid mengadakan serangan umum, 1 Maret  1949.

Tujuan serangan umum adalah untuk membuktikan kepada Dewan Keamanan PBB dan Dunia, bahwa Negara RI, proklamasi 17 Agustus 1945, masih eksis. Di samping itu, juga untuk memberi tekanan militer kepada pihak  Belanda untuk meningkatkan posisi daya tawar diplomasi.

Ternyata serangan umum yang menghentak dan mendadak itu sangat efektif member kejutan dan tekanan mental psikologis kepada Pihak Belanda.

Mereka didesak lari ke barak barak pasukan Dewan Keamanan untuk mencari perlindungan seraya mohon diadakan .

Dewan Keamananpun memenuhi permintaan pihak Belanda dengan melayangkan sepucuk surat yang ditujukan kepada Hamengkubuwono IX sebagai Perwakilan Pemerintah Darurat RI  di Jogjakarta pada saat Presiden dan Wakil Presiden, Bung Karno dan Bung Hatta ditawan oleh Belanda.

Namun surat permohonan itu ditolak oleh Sri Sultan Hamengkubowono IX, dengan alasan Republik Indonesia sedang tidak berperang dengan Dewan Keamanan, tapi diserang oleh tentara kolonial Belanda.

Hari itu juga penolakan itu disampaikan kepada Komandan tentara Belanda. Dalam ketakutan yang sangat mencekam segera Belanda mengirim surat kepada Perwakilan Pemerintah Darurat RI di Jogjakarta, perihal ajakan adanya gencatan senjata permanen.

Itu berarti Belanda telah mengakui eksistensi Negara RI, baik de yure maupun de vacto. Dalam hal ini Pemerintah RI memenangkan diplomasi lewat tekanan kekuatan militer.

Tetap Waspada

Pejuang Hamas tetap waspada
Pejuang Hamas tetap waspada

Hamas di Jalur Gaza dalam tekanan berat kebiadaban Zionis Israel, maka ditandatangilah Nota Kesepatan Permanen pada saat kemenangan Hamas-Palestina telah di depan mata. Opini dunia telah berada di pihaknya, Israel sudah mulai cemas dengan peningkatan kekuatan mililiter Hamas.

Kecongkakkan dan sadisme Israel “Telanjang bulat di panggung sejarah” itulah bau busuk bunga bangkai  kematian Israel, telah merata dalam skala global.

Namun yang perlu diwaspadai adalah apa makna gencatan senjata permanen bagi Israel dan Hamas?

Bagi Israel, kesepakatan permanen itu merupakan pengakuan de vacto  dan de yure dari Hamas atas eksistensi Israel di atas negeri Palestina dan jaminan keamanan dari Hamas untuk tidak menyerang Israel dalam kontek perjuangan kemerdekaan bangsa Palestina.

Bagi Hamas, dengan Kesepakatan Gencatan senjata permanen itu, Hamas tidak lagi punya payung hukum yang legitimitide untuk menggugat Israel, baik secara hukum, politik dan militer. Dalam semua aspek perjuangan Hamas seolah-olah telah dilumpuhkan.

Sebenarnya, bila perang berkelanjutan, yang paling khawatir dan takut adalah Israel. Walau harus diakui, bahwa jumlah korban dari pihak Palestina akan semakin banyak.

Tapi efek psikologis rasa simpati dan empati dari masyarakat dunia akan semakin melimpah ruah bagi Hamas dan bangsa Palestina. Kemudian, akan mengkristal menjadi satu front anti-Israel. Termasuk dari yang semula menjadi sekutu Israel dapat berbalik memusuhinya, karena panggilan fitrah rasa kemanusiaan yang universal.

Karenanya, Israel meminjan tangan sekutunya, Amerika Serikat dan Mesir untuk berperan sebagai pemrakarsa “Kesepakatan Genjatan senjata Permanen antara Hamas dan Israel,” guna menyelamatkan muka (rasa malu) di mata dunia dan sekaligus “membrogol” Hamas agar tidak berdaya.

Tentunya Hamas tahu, bahwa bagi Zionis Yahudi, selain kaumnya adalah Goyim, binatang berkaki dua yang dapat diperlakukan apa saja sesuai kehendak mereka : dimakmurkan, dimiskinkan, dipelihara atau dimusnahkan semuanya (Genocide).

Cepat atau lambat, genocida atas bangsa Palestina sedang terjadi. Kalaupun ada yang masih hidup (disisakan) seperti etnis Indian di Amerika dan suku Aborijin di Australia, akan dipelihara sebagai “cagar budaya”.

Disadari atau tidak “Kesepakatan Gencatan senjata permanen” dianggap Zionis sebagai semacam “Hadiah Kuda Troya”, memberi kemaslahatan dan kegembiraan semu sesaat, tapi mendatangkan kemudharatan permanen (melalui kesepakatan permanen).

Tidak salah kata Macow,Ph.D. dalam bukunya Illuminaty, bahwa yang disebut sejarah dunia, tidak punya makna lain kecuali rangkaian peristiwa yang didesain sebelumnya oleh para desainer dan pelaku sejarah menjadi sebuah episode dokumen interval (versambung).

Diperkuat oleh pandangan seorang sejarawan Yahudi Max I Demont dengan bukunya yang berjudul Jews, God and History, yang diterjemahkan oleh Altoro seutuhnya dengan judul “Desain Yahudi atau kehendak Tuhan”.

Kalau dilihat dari perspektif Kitabullah  (Jabur, Taurat, Injil dan Qur’an) sejarah penentangan dan mengkufuri Para Nabi memang didominasi oleh kaum Yahudi sejak 2.000 tahun SM atau 4.000 tahun yang lalu.

Maka, bila disimpulkan, lembaran sejarah manusia terdiri dari pengikut para Nabi dan penentang para Nabi. Semua para Nabi dan pengikutnya mengikuti petunjuk Allah, dan para penentangnya mengikut jalan tipu daya syaithan. Jadi dunia sebagai panggung sejarah menjadi ajang konfrontasi antara Hizbullah dengan Hizbusy Syaithan.

Kita layak mengambil pelajaran serupa dari spirit perjuangan bangsa kita pada masa lalu. Kalau ‘doeloe’ di jaman Revolusi fisik, bangsa Indonesia memilih “Merdeka atau mati”, maka bangsa Palestina dengan HAMAS-nya, bisa bersikap sama “Merdeka atau syahid!”.

Namun dengan Kesepakatan Permanen itu, Israel seolah-olah telah merasa “menang” secara politis, ekonomi dan militer.

Buktinya, walau masa gencatan senjata, pelanggaran tentara Israel masihs aja terjadi. Mulai dari ditembakinya nelayan di perairan Gaza, masuknya kendaraan lapis baja ke perbatasan Jalur Gaza, dan lainnya.

Tentu saja, Hamas dan para pejuang Palestina harus tetap mewaspadai Gencatan Senjata Permanen itu, jangan sampai terlena apalagi tertipu. Apapun, tentu saja kaum Muslimin seluruh dunia, apalagi dari Indonesia, berada di belakang Hamas dan Palestina, sampai merdeka dan Al-Aqsha dikembalikan ke pangkuan Muslimin. Sebab, itu menjadi kewajiban seluruh kaum Muslimin di manapun dan sampai kapanpun.

Pertolongan Allah

Kemenangan Palestina
Kemenangan Palestina

Sejarah membuktikan, bahwa pada saat para Nabi  (Khalifatullah) tidak berdaya, setelah upaya maksimal dilakukan, Allah pun akan turun tangan secara langsung untuk menggagalkan rencana jahat kaum kufar.

Allah menegaskan, yang artinya : ”Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. dan Allah Sebaik-baik pembalas tipu daya”. (Q.S. Al-Anfal [8] : 30).

Kini, semua aspek potensi fisik duniawi telah dikuasai sepenuhnya oleh kaum Zionis yahudi. Secara logika dan rasio, mustahil “goyim” dapat mengimbangi kekuasaan mereka, apa lagi mengunggulinya.

Maka, tidak ada cara lain kecuali mencukupkan diri kita berlindung hanya kepada Khaliqul insan ‘Azza wajalla dengan menthaati-Nya secara total.

“Sesungguhnya hamba-hamba-Ku, kamu tidak dapat berkuasa atas mereka. dan cukuplah Tuhan-mu sebagai Penjaga-mu”. (Q.S. Al-Isra [17] : 65). (T/P4).

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments: 0