Tripoli, 14 Dzulhijjah 1435/8 Oktober 2014 (MINA) – Lembaga Pusat Perdamaian untuk Korban Kekerasan dan Perdagangan Manusia mengatakan, Selasa (7/10), sebanyak 190 mayat ditemukan di pantai Libya dalam dua hari terakhir.
Korban merupakan sekelompok kecil warga Suriah yang mencoba pergi ke Eropa melalui penyelundupan laut, kebanyakan korban adalah berkebangsaan Afrika, ARA News yang dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA) melaporkan, Rabu.
“Operasi-operasi pencarian terus dilakukan untuk menemukan korban lain,” lembaga melaporkan.
Lembaga itu menerbitkan foto-foto yang memverifikasi kematian beberapa warga Suriah di perahu menuju Italia, Kamis pekan lalu, sebelum tenggelam di laut Mediterania.
Baca Juga: Erdogan Umumkan ‘Rekonsiliasi Bersejarah’ antara Somalia dan Ethiopia
Sumber media melaporkan, sekitar sepuluh migran Afrika tewas dan puluhan orang lainnya hilang di laut, menyusul tenggelamnya sebuah kapal yang membawa mereka dari pantai Libya.
Seorang petugas penjaga pantai Libya membenarkan berita tenggelamnya perahu, tapi tidak memberikan informasi lebih lanjut mengenai insiden tersebut.
Sumber juga melaporkan, berdasarkan kesaksian beberapa korban, Angkatan Laut Libya menyelamatkan sekitar 80 orang, dan 10 mayat ditemukan, menambahkan bahwa kapal itu membawa antara 170-180 orang.
“Ada kapal tenggelam di Laut Mediterania yang tidak dilaporkan, dan tubuh korban muncul di pantai Libya dan Tunisia,” kata seorang aktivis di organisasi yang lain.
Baca Juga: Afsel Jadi Negara Afrika Pertama Pimpin G20
Pengamat menekankan fakta bahwa periode saat ini adalah salah satu masa yang paling sulit untuk bepergian dan navigasi di laut, di mana tinggi gelombang lebih dari 15 kaki.
Sebelumnya, pemerintah Libya telah menemukan puluhan imigran gelap, sebagian besar adalah warga Palestina dan Suriah yang meninggal di Libya. Pada awal bulan lalu kapal yang mereka tumpangi tenggelam disebabkan masalah teknis, kata Pengawas Hak Asasi Manusia Internasional.
“Perahu yang diyakini telah dinaiki 200 migran gelap tersebut tenggelam pada awal Oktober akibat masalah teknis selama dua hari setelah berlayar dari pelabuhan Tripoli,” kata Ramy Abdu, ketua Euro-Mid Observer untuk Hak Asasi Manusia. (T/P001/R11)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)