New York, MINA – Negara-negara anggota Mahkamah Pidana Internasional (ICC), Jumat (12/2), melakukan pemungutan suara untuk memilih jaksa baru untuk masa jabatan sembilan tahun ke depan, setelah gagal menemukan kandidat konsensus.
Sebuah pemungutan suara rahasia diadakan untuk memilih satu dari empat kandidat yang tersisa dari 14 kandidat, untuk menggantikan Jaksa Fatou Bensouda, yang akan berakhir masa jabatannya pada 15 Juni mendatang, Al Jazeera melaporkan.
Perselisihan politik yang intens untuk posisi puncak terjadi di tengah pengawasan ketat terhadap kantor kejaksaan. Empat kandidat dari Inggris, Irlandia, Italia, dan Spanyol bersaing menggantikan Bensouda.
Negara-negara anggota ICC telah gagal mencapai konsensus meskipun ada beberapa upaya dalam beberapa pekan terakhir, dan sekarang akan memilih jaksa baru di Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York.
Baca Juga: Pengadilan Belanda Tolak Gugatan Penghentian Ekspor Senjata ke Israel
Pemerintahan Presiden AS Donald Trump menjatuhkan sanksi tahun lalu pada staf pengadilan termasuk Bensouda atas penyelidikan ICC terhadap kemungkinan kejahatan perang di Afghanistan, termasuk oleh pasukan Amerika Serikat.
Awal bulan ini ICC juga memutuskan memiliki yurisdiksi atas kejahatan perang di wilayah Palestina, yang dapat mengarah pada penyelidikan terhadap jendral-jendral Isael, sehingga jurisdiksi ini sangat ditentang oleh non-anggota ICC, Israel dan AS.
Salah satu keputusan pertama yang harus diambil oleh jaksa baru nanti adalah apakah akan melanjutkan penyelidikan penuh ke wilayah Palestina, di mana Bensouda mengatakan ada dasar yang masuk akal untuk menyimpulkan kejahatan perang mungkin telah dilakukan oleh pasukan Israel dan kelompok bersenjata Palestina.
Di antara empat kandidat untuk menggantikan Bensouda, ada pengacara Inggris dan spesialis hak asasi manusia Karim Khan telah menjadi pengacara pembela dalam beberapa kasus ICC, termasuk untuk putra almarhum pemimpin Libya Muammar Gaddafi, Saif Al-Islam.
Baca Juga: Macron Resmi Tunjuk Francois Bayrou sebagai PM Prancis
Khan baru-baru ini memimpin penyelidikan khusus PBB atas kejahatan kelompok ISIL (ISIS) dan menyerukan pengadilan seperti yang dilakukan terhadap para pemimpin Nazi di Nuremberg.
Kandidat edua, Fergal Gaynor dari Irlandia sebelumnya mewakili para korban kejahatan di ICC dalam penyelidikan termasuk penyelidikan perang Afghanistan dan kasus terhadap Presiden Kenya Uhuru Kenyatta.
Ketiga Carlos Castresana dari Spanyol, seorang hakim dengan pelatihan, sebelumnya memimpin panel PBB yang memerangi kejahatan dan korupsi di Guatemala tetapi mengundurkan diri pada tahun 2010 dengan tuduhan “serangan sistemik” oleh pejabat yang haus kekuasaan.
Calon keempat, jaksa Francesco Lo Voi dari Sisilia, yang telah memimpin penyelidikan kasus-kasus melawan Mafia Italia dan jaringan utama penyelundupan manusia.
Baca Juga: Jerman Batalkan Acara Peringatan 60 Tahun Hubungan Diplomatik dengan Israel
Seorang kandidat harus memperoleh setidaknya 62 dari 123 negara dalam pemungutan suara untuk menang. Proses pemilihan telah menjadi fokus lobi oleh negara-negara punya kandidat dan organisasi non-pemerintah.
Putaran pertama dilakukan pada hari Jumat ketika sesi badan pengatur pengadilan, Majelis Negara Pihak, dilanjutkan di New York pada pukul 10 pagi waktu setempat.
Tentang Bensouda
Di bawah kepemimpinan Bensouda, mantan Presiden Pantai Gading Laurent Gbagbo dibebaskan dari kejahatan terhadap kemanusiaan, sementara mantan Wakil Presiden Republik Demokratik Kongo Jean-Pierre Bemba dibebaskan setelah naik banding.
Baca Juga: Macron akan Umumkan Perdana Menteri Baru Hari Ini
Kenyatta dari Kenya juga didakwa Bensouda melakukan kejahatan kemanusiaan atas pertumpahan darah di negara Afrika itu.
Baru-baru ini dia menjatuhkan hukuman berat terhadap tentara anak Uganda yang berubah menjadi komandan Tentara Perlawanan Tuhan Dominic Ongwen dan orang kuat Kongo Bosco “Terminator” Ntaganda.
Dia juga dipuji karena meningkatkan kinerja kejaksaan dibandingkan dengan pendahulunya Luis Moreno-Ocampo, yang kepemimpinannya digambarkan sebagai “otokratis” dalam penyelidikan yang diperintahkan oleh ICC untuk kasus Kenyatta.
ICC adalah pengadilan kejahatan perang permanen tunggal di dunia, sebagai satu-satunya jalan menuju keadilan atas kekejaman di negara-negara seperti Rwanda dan bekas Yugoslavia adalah pengadilan terpisah.
Baca Juga: Suriah akan Buka Kembali Wilayah Udara untuk Lalu Lintas Penerbangan
Sejak awal ICC terhambat oleh penolakan Amerika Serikat, Rusia dan China untuk bergabung. ICC juga menghadapi kritik karena sebagian besar kasus yang ditanganinya adalah dari negara-negara Afrika yang miskin. (T/R7/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)