Ketidaksenangan Yahudi terhadap Muslimin, Kajian Al-Baqarah 120

Oleh: Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

وَلَن تَرۡضَىٰ عَنكَ ٱلۡيَہُودُ وَلَا ٱلنَّصَـٰرَىٰ حَتَّىٰ تَتَّبِعَ مِلَّتَہُمۡ‌ۗ قُلۡ إِنَّ هُدَى ٱللَّهِ هُوَ ٱلۡهُدَىٰ‌ۗ وَلَٮِٕنِ ٱتَّبَعۡتَ أَهۡوَآءَهُم بَعۡدَ ٱلَّذِى جَآءَكَ مِنَ ٱلۡعِلۡمِ‌ۙ مَا لَكَ مِنَ ٱللَّهِ مِن وَلِىٍّ۬ وَلَا نَصِيرٍ

Artinya: “Orang-orang dan Nasrani tidak akan senang kepadamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: ‘Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)’. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu. (Q.S. Al-Baqarah [2]: 120).

Sebab turun (asbaabun nuzul) ayat ini, menurut Al-Wahidi, berkenaan dengan permintaan gencatan senjata orang-orang Yahudi dan Nashrani kepada Rasul dalam suatu peperangan. Mereka berharap bahwa dengan  gencatan senjata dan waktu tangguh yang diberikan kepada mereka itu, Rasul sekaligus ridha dan sepakat dengan millah atau pola hidup, dan cara berpikir mereka.

Sedangkan menurut As-Suyuthi dari Ibnu Abbas, bahwa ayat ini turun berkenaan dengan pemindahan kiblat shalat dari Masjid Al-Aqsha di Palestina ke Masjidil Haram di Makkah Al-Mukarramah, yang membuat orang Yahudi dan Nashrani kecewa dan berputus asa, dalam mengusahakan agar Nabi ridha dengan millah mereka.

Berkaitan dengan ayat tersebut, Ibnu Jarir mengatakan, “Yang dimaksud dengan firman-Nya itu adalah: Hai Muhammad, orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan pernah rela kepadamu selamanya, karena itu tidak usah lagi kau cari hal yang dapat menjadikan mereka rela dan sejalan dengan mereka. Akan tetapi arahkan perhatianmu untuk mencapai ridha Allah dengan mengajak mereka kepada kebenaran yang kamu diutus dengannya.”

Sayid Qutb dalam Fi Dzilalil Qur’an menjelaskan bahwa inilah sifat asli Yahudi dan Nasrani atas orang beriman, umat Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Bahwa mereka (Yahudi dan Nasrani) tidak akan senang, tidak rela dan tidak pula tenang sebelum umat Muhammad Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, yakni umat Islam, tunduk di bawah ambisi kekafiran mereka, sampai murtad dari agama Islam.

Mereka (Yahudi dan Nasrani ) selalu kompak bahu-membahu menghancurkan Islam dari segala arah, baik secara halus (pemikiran) maupun secara keras (peperangan).

Terhadap orang-orang Yahudi dikatakan dengan kata “walan” bukan “wala” seagaimana terhadap orang-orang Nasrani. “Wala” artinya “dan tidaklah”. Sedangkan “walan” artinya “dan tidak akan pernah”, baik dahulu, sekarang maupun yang akan datang, abadi sampai akhir zaman.

Jadi, orang-orang Yahudi itu tidak akan pernah sampaipun akhir zaman, berhenti untuk memusuhi kaum Muslimin. Hingga orang-orang Islam mengikuti “millah” mereka.

Millah mengandung makna pemahaman, cara hidup, pola pandang, jalan hidup. Bisa saja orang-orang Islam tetap dalam agama Islam, tetap ber-KTP Islam, tidak perlu pindah agama Yahudi pun tidak apa-apa. Asalkan pemahaman, cara hidup, dan pola pandangnya sama dan sejalan dengan orang-orang Yahudi. Misalnya, berpakaian tapi buka aurat, makan makanan yang haram, hura-hura, mabuk-mabukan, pergaulan bebas laki-laki dan perempuan, mengatur sistem bermasyarakat mengikuti nafsu dengan meninggalkan ajaran Islam, dsb.

Maka, pada lanjutan kalimat disebutkan, “Katakanlah, sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk yang benar.”

Imam Qatadah meriwayatkan, sejalan dengan ayat itu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah bersabda:

لاَ تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي ظَاهِرِينَ عَلَى الْحَقِّ لاَ يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللَّهِ وَهُمْ كَذَلِكَ

Artinya: “Akan tetap ada suatu kelompok dari umatku yang terus berjuang memegang teguh kebenaran, di mana orang-orang yang menentang mereka tidak dapat memberi mudharat kepada mereka, sehingga datang perintah (keputusan) Allah.” (H.R. Bukhari dan Muslim).

Pada ayat tersebut terdapat ancaman keras bagi umat Islam yang mengikuti cara-cara orang-orang Yahudi dan Nasrani setelah umat ini mengetahui isi Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Dengan surah Al-Baqarah ayat 120 ini semakin jelas menunjukkan kepada umat Islam betapa Allah telah menyatakan, orang-orang Yahudi selamanya sampai kiamat tidak akan pernah ridha dan  pula orang-orang Nashara untuk terus berusaha mempengaruhi umat Islam hingga agar mengikuti prinsip-prinsip hidup mereka.

Karena itu umat Islam diminta untuk tetap berpegang teguh pada kalimat:

قُلۡ إِنَّ هُدَى ٱللَّهِ هُوَ ٱلۡهُدَىٰ

Artinya: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)”.

Maksudnya adalah bahwa agama Islam inilah agama yang benar dan petunjuk yang sebenarnya, sedangkan yang mereka pegang dari kalangan Yahudi dan Nasrani adalah hawa nafsu belaka.

Dan jika kemudian kaum Muslimin mengikuti kemauan, ajakan, seruan, persekongkolan mereka, yakni kaum Yahudi dan Nasrani, setelah pengetahuan datang kepada kaum Muslimin. Maka, Allah menegaskan dalam kalimat:

مَا لَكَ مِنَ ٱللَّهِ مِن وَلِىٍّ۬ وَلَا نَصِيرٍ

Artinya: “maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu”.

Maka ayat di atas menunjukkan larangan mengikuti hawa nafsu Yahudi dan Nashrani. Juga dalam ayat itu terdapat larangan untuk meniru-niru (tasyabbuh) dengan Yahudi dan Nashrani. Terlebih lagi adalah tidak boleh meniru ajaran, pola, sistem dan cara mereka.

Kata kunci akhirnya adalah dengan adanya ilmu berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah itulah maka kaum Muslimin akan terselamatkan dari ajakan Yahudi dan Nashrani.

Dan ini bukan bermakna provokasi ajaran kebencian sebagaimana dikemukakan para orientalis. Namun ini peringatan Allah agar kaum Muslimin berhati-hati dan waspada atas ajakan dan seruan mereka yang memang memusuhi kaum Muslimin.

Semoga dengan bersatunya kaum Muslimin secara terpimpin, akan dapat memperkuat perjuangan dari musuh-musuh Islam dan Muslimin, terutama dari kalangan Yahudi dan Nashrani. Aamiin. (P4/P2)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.