Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mahasiswa AS Demo Pro-Palestina, Bukti Masih Ada Kemanusiaan di Negeri Paman Sam

Rendi Setiawan - Rabu, 24 April 2024 - 20:18 WIB

Rabu, 24 April 2024 - 20:18 WIB

34 Views

New York, MINA – Amerika Serikat (AS) dikenal sebagai salah satu sekutu terdekat dan terkuat bagi Israel, yang saat ini terus menyerang wilayah Gaza Palestina. Meski demikian, tidak membuat mahasiswa-mahasiswa di AS ikut hanyut dalam kekejaman yang dilakukan Israel terhadap rakyat Palestina.

Sejak pertengahan pekan kemarin, ratusan hingga ribuan mahasiswa yang peduli kepada nasib bangsa Palestina turun ke jalan-jalan dan halaman-halaman kampus-kampus mereka untuk mengecam tindakan agresi Israel terhadap Gaza dan pendudukan yang berkelanjutan di wilayah Palestina.

Mereka memegang spanduk bertuliskan “Free Palestine!” dan tulisan-tulisan bernada dukungan lainnya, sambil berseru agar dunia mengakui hak asasi manusia rakyat Palestina yang terpinggirkan, serta dilakukan gencatan senjata segera.

Mahasiswa yang melakukan demo pro Palestina bermula dari Universitas Columbia yang kemudian menyebar ke kampus-kampus ternama lain, termasuk MIT, New York University, University of Michigan dan Yale.

Baca Juga: Bebaskan Masjidil Aqsa dengan Berjama’ah

Karena aksi tersebut, Departemen Kepolisian New York menangkap sedikitnya 113 orang pada Kamis (18/4/2024) kemarin. Tuduhan yang dikenakan termasuk menolak penangkapan, menghalangi administrasi pemerintahan dan perilaku tidak tertib. Polisi datang ke kampus atas panggilan Presiden Columbia, Minouche Shafik, seperti dilaporkan media-media setempat.

Banyak mahasiswa dari berbagai universitas terkemuka di AS terus menunjukkan solidaritas yang kuat dengan rakyat Palestina melalui serangkaian demonstrasi pro-Palestina. Ini adalah bukti konkret bahwa, di tengah segala perbedaan dan konflik, kemanusiaan masih memiliki kekuatan untuk menyatukan orang-orang di seluruh dunia.

“Tidak ada universitas yang tersisa di Gaza. Jadi kami memilih untuk merebut kembali universitas kami untuk rakyat Palestina,” kata Soph Askanase, seorang mahasiswa Yahudi Columbia yang ditangkap dan diskors karena melakukan protes. “Antisemitisme, Islamofobia, dan rasisme, khususnya rasisme terhadap orang Arab dan Palestina, semuanya berasal dari satu kesatuan.”

Marie Adele Grosso, seorang mahasiswa Barnard College berusia 19 tahun termasuk di antara mereka yang ditangkap pada hari Kamis. Dia kembali ke tenda demonstran pada hari Jumat (19/4/2024), mengenakan keffiyeh, meskipun menerima email yang memberitahukan bahwa dia saat ini diskors untuk sementara. Perguruan tinggi belum menentukan apakah dia telah melanggar Kode Etik Mahasiswa Barnard College.

Baca Juga: Presiden Venezuela: Bungkamnya PBB terhadap Gaza adalah Konspirasi dan Pengecut

Grosso mengaku dilarang masuk ke asrama kampus, tidak bisa menikmati menu makannya dan tidak yakin di mana dia akan menginap malam itu. Pejabat universitas mengatakan, Grosso mempunyai waktu 15 menit untuk mengambil barang-barangnya. Tapi dia bertekad untuk terus memprotes. “Satu-satunya hal moral adalah melakukan apa pun yang kita bisa,” katanya.

Mahasiswa lain menyalahkan pihak universitas karena gagal melindungi hak mereka untuk melakukan protes atau membela hak asasi manusia.

“Sebagai seorang mahasiswa Palestina, saya juga merasa tidak aman selama enam bulan terakhir, dan hal itu merupakan akibat langsung dari pernyataan sepihak dan kelambanan tindakan Columbia,” kata Mahmoud Khalil, seorang mahasiswa Palestina di Columbia.

Mahasiswa di Universitas California, Berkeley – sebuah sekolah yang terkenal dengan aktivisme mahasiswanya pada tahun 1960-an – juga melakukan aksi mendirikan tenda sebagai bentuk solidaritas dengan pengunjuk rasa di sekolah lain.

Baca Juga: Protes Agresi Israel di Gaza, Mahasiswa Tutup Perpustakaan Universitas New York

Apa yang membuat demo-demo ini begitu mencolok adalah keragaman pesertanya. Tidak hanya didominasi oleh warga keturunan Arab atau Muslim, tetapi juga melibatkan banyak orang dari berbagai latar belakang etnis, agama, dan politik. Dalam kerumunan, terlihat orang-orang dari berbagai usia menyuarakan kepedulian mereka terhadap nasib Palestina.

Para peserta demonstrasi membawa harapan akan adanya perubahan. Mereka menuntut setidaknya pemerintah AS mengambil langkah tegas untuk segera dilakukan gencatan senjata serta menghentikan dukungan militer dan finansial mereka kepada rezim Israel, yang telah menyebabkan penderitaan yang tak terhitung jumlahnya bagi rakyat Palestina.

Namun, demonstrasi pro-Palestina di AS juga menghadapi tantangan dan kritik. Beberapa pihak menuduh mereka sebagai antisemitisme atau mendukung terorisme. Namun, para peserta dengan tegas menegaskan bahwa dukungan mereka adalah untuk hak asasi manusia dan keadilan, bukan untuk menghina atau menyerang agama atau kelompok tertentu.

Di tengah perbedaan pendapat dan konflik yang kompleks, demo-demo pro-Palestina di AS menunjukkan masih ada harapan untuk perubahan yang lebih baik. Mereka adalah suara dari hati nurani yang menolak ketidakadilan dan kekerasan, dan mengajak kita semua untuk berdiri bersama dalam solidaritas global untuk perdamaian dan keadilan di Palestina dan di seluruh dunia.

Baca Juga: Tak Perlu Khawatir Tentang Urusan Dunia

Mi’raj News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda