Melambungkan Minat Baca Masyarakat Melalui Pameran Buku

masyarakat Indonesia masih menjadi salah satu yang perlu mendapat perhatian dan penanganan serius. Hal ini karena jumlah “kutu buku” di Indonesia masih sangat minim.

Menurut sebuah penelitian mengenai minat baca dan peringkat literasi internasional yang dilakukan oleh pada tahun 2016 menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia dalam hal minat baca dan literasi, menduduki posisi satu strip di atas juru kunci dari 61 negara yang diteliti.

Masih merujuk penelitian yang dilakukan UNESCO, lembaga milik PBB tersebut menyebut jika minat baca masyarakat Indonesia berada di angka 0,001 persen. Artinya, dari seribu orang, hanya satu di antaranya yang memiliki kebiasaan membaca. Benar-benar memprihatinkan.

Hampir sama dengan temuan UNESCO, data Perpustakaan Nasional tahun 2017 menyebutkan, frekuensi membaca orang Indonesia rata-rata hanya tiga sampai empat kali perpekan. Sementara jumlah buku yang dibaca rata-rata hanya lima hingga sembilan buku pertahun.

Tentu hasil dari dua temuan ini cukup menyedihkan bagi semua kalangan.
Banyak yang menerka-nerka, apa sebetulnya penyebab rendahnya minat baca masyarakat Indonesia ini. Beberapa ulasan di media cetak dan online menyebut bahwa anak-anak Indonesia lebih senang bermain ketimbang membaca buku.

Ada juga yang menyebut bahwa wahana rekreasi yang terlalu banyak adalah sumber masalahnya. Beberapa juga berasumsi bahwa tradisi lisan lebih mendominasi di dalam proses kehidupan mereka.

Padahal, salah satu sumber pengetahuan seseorang adalah dari membaca buku, terlepas dari buku apapun yang dibaca. Sebab buku adalah jendela ilmu, merujuk sebuah pepatah yang sudah cukup tenar bergerilya di tengah masyarakat.

Pameran Buku

Berbicara soal minat baca, tak lengkap rasanya jika tak menyinggung soal pameran buku “Indonesia Internasional Book Fair/” yang setiap tahun diselenggarakan oleh Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) bekerjasama dengan Badan Ekonomi Kreatif (BEKRAF) di JHCC, Senayan, Jakarta.

Untuk tahun ini, pameran buku yang sudah memasuki usia ke 38 ini akan diselenggarakan selama sepekan penuh pada 12 hingga 18 September.

Kedua lembaga tersebut terus berupaya memupuk minat baca masyarakat Indonesia dengan beragam kegiatan. Mulai dari pameran buku-buku lokal, mengadakan talk show hingga mendatangkan buku dari luar negeri.

Ketua panitia IIBF 2018 Amalia B. Safitri mengungkapkan, IIBF tahun ini diikuti oleh sekitar 17 negara asing, dan tiga ratus peserta lokal yang terdiri dari penerbit buku dan beberapa institusi penunjang pendidikan lainnya.

“IIBF ini memiliki tujuan yang lebih dari sekedar sales atau jualan buku ya, tapi juga meningkatkan minat baca, juga ajang pertemuan antarpenerbit dan pelaku industri kreatif lainnya di tingkat nasional dan internasional,” kata Amalia di Jakarta.

Untuk menarik pengunjung dari kalangan siswa sekolah, Amalia mengaku telah mengirim surat ke sejumlah sekolah di Jakarta mulai dari PAUD hingga SMA agar dapat menghadiri IIBF 2018.

Rombongan siswa sekolah bisa mengikuti wisata literasi IIBF 2018 yang merupakan program yang dirancang untuk memperkenalkan budaya membaca kepada anak-anak. Ada surat imbauan kepada peserta didik untuk hadir di IIBF 2018.

Salah satu pengunjung IIBF 2018, Aisyah mengemukakan pendapatnya soal pameran buku tersebut. Menurut dara kelahiran 1998 itu, pameran buku penting diselenggarakan sebagai bentuk edukasi kepada masyarakat untuk meningkatkan minat baca.

“Pameran buku seperti ini tentu sangat penting ya mas. Apalagi kan selain ada pameran buku, ada talk show-nya juga,” kata Aisyah yang mengaku berasal dari Jakarta Selatan (Jaksel) kepada wartawan MINA di sesi pembukaan IIBF 2018, Rabu 12 September.

Aisyah mengaku sejak mengenal IIBF setahun lalu, ia mulai gemar membaca buku. Buku-buku yang dibacanya pun diakuinya beragam, tak memfokuskan pada satu tema.

“Nggak ada patokan buku apa yang harus dibaca. Kalau menurutku menarik, isinya bagus, ya kubaca. Kan membaca juga salah satu perintah Alqur’an,” katanya.

Di hari pertama pameran buku tersebut, tampak pengunjung belum terlalu ramai. Namun sejumlah buku-buku dari bacaan ringan hinggan bacaan sedikit memeras otak sudah tersaji siap memanjakan pengunjung dalam sepekan ke depan.

Jika menilik tahun-tahun sebelumnya, seharusnya arah patokan keberhasilan dari acara tersebut bukan lagi diukur dengan seberapa besar keuntungan yang diraih, tetapi seberapa tinggi minat baca masyarakat setelah event itu berakhir. (A/R06/P2)

Mi’raj News Agency (MINA)