Polling: Hamas-Fatah Harus Koalisi Jika Ingin Bentuk Pemerintahan

File foto 10 Februari 2021: petugas pemungutan suara dari Komisi Pemilihan Pusat Palestina mendaftarkan seorang penduduk lokal ke daftar pemilih, di jalan utama Gaza City. (AP)

Ramallah, MINA – Partai pimpinan Presiden Palestina Mahmoud Abbas berkedudukan di Tepi Barat dan yang dipimpin Ismail Haniya di Gaza, masing-masing akan kehilangan kursi mayoritas parlemen jika pemilihan umum diadakan pada bulan Mei, itu akan memaksa mereka untuk berkoalisi satu sama lain atau partai yang lebih kecil untuk membentuk pemerintahan, menurut jajak pendapat (polling) yang dirilis Selasa (23/3).

Abbas telah memutuskan pemilihan umum Palestina pada 22 Mei, yang akan menjadi pemungutan suara umum pertama sejak Hamas menang telak pada 2006. Prosesnya tampaknya berjalan lancar, tetapi perselisihan antara faksi-faksi yang telah lama berseteru dapat menyebabkan pemungutan suara ditunda atau dibatalkan.

Polling oleh Pusat Penelitian Kebijakan dan Survei Palestina (PCPSR) menghasilkan perkiraan bahwa jika pemilihan diadakan hari itu, Fatah akan memenangkan 43% suara dan Hamas akan memenangkan 30%, dengan 18% pemilih ragu-ragu, Asharq Al-Awsat melaporkan.

Namun, faksi yang dipimpin oleh Mohammed Dahlan, mantan pemimpin senior Fatah yang berselisih dengan Abbas, akan menang 10%. Nasser al-Kidwa, yang dikeluarkan dari Fatah setelah membentuk kubunya sendiri, akan memenangkan 7%. Kedua kubu akan menarik suara dari Fatah, menurunkan bagiannya menjadi sekitar 30%, kata jajak pendapat tersebut.

PCPSR yang dihormati melakukan wawancara tatap muka dengan 1.200 warga Palestina di seluruh Tepi Barat dan Gaza yang diduduki, dengan margin kesalahan 3%.

Direktur PCPSR Khalil Shikaki mengatakan, Fatah dipandang mampu mengatasi sebagian besar perhatian utama para pemilih, termasuk memulihkan persatuan nasional, meningkatkan ekonomi dan mencabut blokade Israel atas Gaza yang diberlakukan setelah Hamas merebut kekuasaan pada tahun 2007. Namun, persaingan internal Fatah dapat melemahkannya berhadapan dengan Hamas yang lebih disiplin dan bersatu.

“Baik Fatah dan Hamas memiliki masalah besar,” kata Shikaki kepada wartawan. “Masalah utama Hamas adalah persepsi bahwa ia tidak dapat mengatasi tantangan utama. Masalah utama Fatah adalah perpecahan.”

Menurtunya, tampaknya tidak mungkin bahwa Hamas akan cukup untuk mengulangi kemenangan mengejutkannya pada tahun 2006, kemenangan yang menyebabkan pertengkaran antar faksi selama berbulan-bulan yang berpuncak pada pertempuran jalanan selama sepekan di Gaza, di mana Hamas mengusir pasukan yang setia kepada Abbas.

Sejak itu, pemerintahan Hamas di Gaza telah mengikis popularitasnya, dan gaya hidup mewah yang diadopsi oleh beberapa pemimpinnya yang diasingkan memberi nilai buruk.

“Tampak jelas bahwa Hamas tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkan mayoritas di parlemen,” kata Shikaki.

Ia menambahkan bahwa skenario yang paling mungkin adalah pemerintah persatuan nasional atau koalisi yang dipimpin Fatah termasuk partai-partai kecil.

Namun dia memperingatkan pula, peristiwa yang tidak terduga seperti pertukaran tahanan antara Hamas dan Israel, atau pembunuhan yang ditargetkan oleh Israel terhadap seorang pejuang senior, dapat mengubah opini publik yang menguntungkan Hamas antara sekarang hingga pemilu. (T/RI-1/P2)

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: Rudi Hendrik

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.