Prof Nasaruddin Umar Dorong Gerakan Penghematan Air Bermula dari Masjid

Masjid Istiqlal dipilih sebagai lokasi pengolahan dan pendistribusian air hasil olahan limbah karena menjadi ikon Jakarta.(Foto: Istimewa)

Jakarta, MINA – Imam Besar Prof. Dr. K.H. Nasaruddin Umar, M.A, mendorong berbagai program pengelolaan lingkungan hidup yang berpusat di masjid, termasuk upaya penghematan air di lingkungan masjid.

Dia menyampaikan, Islam menganjurkan umatnya untuk tidak berlebihan, termasuk dalam memanfaatkan air. Contohnya dalam berwudhu, Rasulullah mengajarkan untuk berwudhu dengan sangat hemat, yaitu sebanyak 1 mud saja atau setara dengan cakupan dua telapak tangan dewasa dalam 1 kali wudhu.

“Tentunya ajaran ini semakin relevan dengan kondisi krisis air bersih seperti sekarang. Oleh karena itu, teladan bijak mengelola dan memanfaatkan air sudah selayaknya bermula dari masjid,” ujar Prof Nasaruddin dalam Peluncuran Program Water Stewardship di Lingkungan Masjid yang digelar di Masjid Istiqlal Jakarta, Rabu (2/8).

Berkolaborasi dengan Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, Unilever Indonesia mengimplementasikan pilot project program Water Stewardship pada empat masjid di wilayah Jadebek, yaitu Masjid Istiqlal, Masjid Arief Rahman Hakim – UI Salemba, Masjid Ukhuwah Islamiyah – UI Depok, dan Masjid Agung At-Tin.

Pada program Water Stewardship ini, karena sudah memiliki teknologi water recycling dan sistem Pemanenan Air Hujan, dukungan untuk Masjid Istiqlal berbentuk unit gerobak listrik pembawa tangki air yang akan mendistribusikan air yang bersumber dari hasil daur ulang dan penampungan air hujan untuk berbagai kebutuhan di lingkungan masjid.

Prof Nasaruddin juga menekankan, masjid dengan konsep ramah lingkungan bisa meningkatkan kualitas ibadah serta sejalan dengan tuntunan Nabi Muhammad Shallallahu Aalaihi Wasallam yang peduli terhadap alam.

Masjid Istiqlal dipilih sebagai lokasi pengolahan dan pendistribusian air hasil olahan limbah karena menjadi ikon Jakarta. Menurutnya, Masjid Istiqlal kerap menjadi lokasi berkunjung para tamu negara baik dari negara muslim dan nonmuslim.

Adapun pengolahan air menggunakan hasil air limbah para penghuni Masjid Istiqlal, buangan air wudhu dan toilet. Pengolahan yang dilakukan dengan cara instalasi limbah, pengendapan, dan dilakukan pengecekan di laboraturium agar memenuhi standar peraturan kementrian kesehatan.

Masjid Istiqlal yang rata-rata jumlah penggunaan airnya 13.958 liter/hari – sebagian besarnya dipergunakan untuk wudhu, yaitu 1,5-2 liter per sekali wudhu.

Masjid Istiqlal, jelas Nasaruddin, mampu menghemat 75 juta liter air per tahun. Ia mengungkapkan tidak ada satu tetes pun air wudhu yang jatuh ke got. Semua didaur ulang sehingga bisa dimanfaatkan untuk minum dan lain-lain.

Dengan upaya penghematan air di Masjid Istiqlal, masjid terbesar se-Asia Tenggara yang menjadi tempat ibadah pertama di dunia yang memperoleh sertifikasi bangunan ramah lingkungan atau gedung hijau EDGE (Excellence in Design for Greater Efficiencies) oleh IFC (International Finance Corporation) pada April 2022 lalu.

Penghargaan sertifikasi EDGE ini merupakan komitmen dari Masjid Istiqlal untuk mendukung kelestarian lingkungan di kawasan masjid maupun di Indonesia.

Data Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional RI menunjukkan bahwa capaian sanitasi aman di Indonesia – yang salah satunya dinilai dari kualitas air untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari – masih relatif rendah.

Kurangnya ketersediaan air bersih di permukaan menjadikan air tanah sebagai penopang kebutuhan air bersih bagi masyarakat, dimana 80% kebutuhan air bersih khususnya di wilayah perkotaan, pusat industri dan permukiman padat berasal dari air tanah.

Masjid Jadi Pusat Edukasi Pengelolaan Air

Direktur dan Sekretaris Perusahaan PT Unilever Indonesia, Tbk., Nurdiana Darus, menyampaikan, pihaknya telah menerapkan sejumlah strategi penatagunaan air dalam bentuk upaya efisiensi dan daur ulang air, yang diawali dari lingkungan terkecil yaitu di pabrik-pabriknya.

“Untuk memberikan manfaat yang lebih luas, kami turut melakukan upaya konservasi dan peningkatan pasokan air bersih di level komunitas, seperti pesantren dan lingkungan masjid,” kata Nurdiana.

Dia berharap, dukungan melalui program rogram Water Stewardship di Lingkungan Masjid ini akan mampu membantu keempat masjid dalam mengurangi biaya penggunaan air PDAM; menjamin ketersediaan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari; serta menginspirasi seluruh lapisan masyarakat agar mulai menerapkan perilaku bijak dalam memanfaatkan dan mengelola air.

Dosen Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia Dr. Hayati Sari Hasibuan, S.T., M.T., menanggapi, rata-rata pemakaian air bersih di rumah tangga di perkotaan Indonesia adalah 169,11 liter/orang/hari.

Mneurutnya, saat 50 juta keluarga Indonesia mulai menghemat air, maka diperkirakan bisa membantu 15 juta keluarga yang tidak punya akses terhadap air bersih .

“Untuk itu, harus dimulai perilaku memanfaatkan dan mengelola air yang lebih bijak; tidak hanya di ruang lingkup rumah tangga, namun juga saat menggunakan air di fasilitas umum seperti masjid, agar kita bisa menjaga keberlanjutan pasokan air bersih dan mengurangi ketergantungan pada air tanah,” ujar Hayati Sari.

Masjid adalah salah satu fasilitas umum yang banyak dikunjungi dan menggunakan air bersih dalam jumlah yang cukup tinggi.

Di balik fakta ini, Sari percaya bahwa masjid juga memiliki potensi yang sangat besar untuk memulai dan menyebarluaskan edukasi kebiasaan baik dalam menghemat dan memanfaatkan air bersih.(L/R1/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: Rana Setiawan

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.