Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Rektor UMI: Moderasi Beragama Sangat Penting dalam Membangun Kebangsaan dan Kemanusiaan

Rana Setiawan - Jumat, 29 Oktober 2021 - 14:30 WIB

Jumat, 29 Oktober 2021 - 14:30 WIB

9 Views

Makassar, MINA – Rektor Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar Prof. Dr. H. Basri Modding, S.E., M.Si. mengatakan moderasi beragama dan toleransi keberagaman sangat penting untuk membangun kebangsaan dan kemanusiaan.

Menurutnya, Sumpah Pemuda menjadi dasar bersama bagaimana moderasi beragama diterapkan oleh bangsa Indonesia.

“Moderasi beragama adalah cara pandang, memahami dan mengamalkan ajaran agama agar melaksanakannya selalu dalam jalur moderat, seimbang. Moderat artinya tidak berlebihan, tidak ekstrem,” kata Prof Basri dalam sambutannya pada Webinar Internasional Memperingati Hari Sumpah Pemuda hasil kerja sama UMI dan Institut Leimena yang diadakan Kamis malam (28/10).

Prof Basri menjelaskan moderasi beragama bertujuan mewujudkan ketertiban dalam masyarakat, melindungi hak-hak pemeluk agama, serta mewujudkan ketentraman dan kedamaian untuk kesejahteraan umat beragama.

Baca Juga: Tausiyah Kebangsaan, Prof Miftah Faridh: Al-Qur’an Hadits Kunci Hadapi Segala Fitnah Akhir Zaman

Direktur Eksekutif Institut Leimena, Matius Ho, mengatakan nama Institut Leimena dipakai untuk mengenang pahlawan nasional Dr. Johannes Leimena, yang hampir 100 tahun lalu pada usia 23 tahun menjadi anggota panitia kongres pemuda yang melahirkan keputusan pada tanggal 28 Oktober 1928 selanjutnya diperingati sebagai Hari Sumpah Pemuda.

Matius menambahkan para pemuda pemudi saat itu datang mewakili berbagai organisasi dari beragam suku dan agama, tetapi mampu mendeklarasikan impian bersama untuk mereka perjuangkan, yaitu Tanah Indonesia, Bangsa Indonesia, dan Bahasa Indonesia, yang semuanya belum ada saat itu.

“Saya yakin mereka dapat bermimpi bersama bukan ‘terlepas’ dari agama kepercayaan masing-masing, tetapi justru karena penghayatan agama dan kepercayaan mereka, dan dialog di antara mereka yang berbeda, sehingga dapat menemukan titik-titik temu perjuangan bersama, tanpa harus meninggalkan atau mencampuradukkan ajaran agama masing-masing,” kata Matius.

Pembicara kunci dalam webinar ini, Wakil Rektor V Bidang Kerjasama dan Promosi UMI, Prof. Dr. Ir. H. Muh. Hattah Fattah, M.S., mengatakan UMI telah menerapkan moderasi beragama secara konkret lewat Pesantren Darul Mukhlisin yang berada di Padang Lampe, Sulawesi Selatan. Pesantren seluas 20 hektar itu bisa menampung 750 orang untuk sekali program pembinaan mahasiswa baru.

Baca Juga: Pembukaan Silaknas ICMI, Prof Arif Satria: Kita Berfokus pada Ketahanan Pangan

UMI menyandang dua identitas utama yaitu Islam dan Indonesia. Oleh karena itu, kami sangat peduli kepada aspek Keislaman dan nasionalisme sehingga dalam membangun moderasi beragama, kita akan membangun cinta tanah air dan toleransi terhadap berbagai kalangan,” kata Prof Hattah.

Program pesantren kilat di Pesantren Mahasiswa UMI Darul Mukhlisin yang diresmikan pada 22 September 2000, memberikan beragam materi kepada mahasiswa khususnya keagamaan dan pengembangan karakter, serta wawasan kebangsaan.

Moderasi beragama semakin menghadapi tantangan signifikan dengan munculnya paham intoleransi, radikalisme, dan ekstrimisme di tengah masyarakat. Itu sebabnya diperlukan upaya bersama untuk memperkuat pemahaman agama yang moderat termasuk lewat pendidikan di kampus.

Dalam webinar dengan tema “Moderasi Beragama dan Toleransi Keberagaman Melalui Pesantren Mahasiswa: Membangun Kebangsaan dan Kemanusiaan Melalui Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB)” yang diikuti lebih dari 1.200 peserta dari 330 kota dan 11 negara juga disaksikan penandatanganan Nota Kesepahaman Kerjasama (Memorandum of Understanding) antara Perkumpulan Institut Leimena dan UMI tentang Pengembangan Pemahaman dan Penerapan LKLB.

Baca Juga: Menteri Yusril Sebut ada Tiga Negara Minta Transfer Napi

Webinar internasional yang digelar UMI dan Institut Leimena juga menghadirkan tiga narasumber penting yaitu Muhammad Suaib Tahir yaitu staf ahli pada Satgas Bidang Pencegahan, Perlindungan dan Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), dr. Ni Made Ayu Masnathasari, S.Ked. sebagai alumnus UMI, serta Dr. Chris Seiple yaitu senior research fellow di University of Washington.(L/R1/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: ICMI Punya Ruang Bentuk Kader-kader Indonesia Emas 2045 

Rekomendasi untuk Anda

Indonesia
Indonesia
Pendidikan dan IPTEK
Kolom