Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sekjen UAR: Masyarakat Korban Gempa Lombok Rentan Penyakit

Rudi Hendrik - Sabtu, 22 September 2018 - 20:02 WIB

Sabtu, 22 September 2018 - 20:02 WIB

4 Views

Ukhuwah Al-Fatah Rescue (UAR) menggelar trauma healing bagi anak-anak korban gempa Lombok, Provinsi Nusa Tenggara Barat. (Foto: UAR/MINA)

Bogor, MINA – Bencana gempa bumi Lombok, Provinsi Nusa Tenggara Barat, pada Agustus 2018 dan gempa-gempa susulannya, termasuk salah satu musibah terbesar yang melanda Indonesia setelah gempa dan tsunami Aceh Desember 2004.

Sekretaris Jenderal Ukhuwal Al-Fatah Rescue (UAR) Muqarrobin Al Ayubi, salah seorang relawan yang terjun langsung ke lokasi gempa, tepatnya di Kecamatan Tanjung, Lombok Utara, menceritakan pengalaman dan temuannya di sana kepada MINA, saat ditemui di Pondok Pesantren Al-Fatah Cileungsi, Bogor, Jawa Barat, Sabtu, 22 September 2018.

Berikut adalah petikan wawancara wartawan MINA dengan Sekjen UAR:

MINA: Bagaimana update terakhir Lombok pascagempa dan kegiatan mengenai penyaluran bantuan kemanusiaan UAR?

Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof El-Awaisi: Ilmu, Kunci Pembebasan Masjid Al-Aqsa

Ayub: Lombok itu kita kenal dengan Pulau Seribu Masjid dan juga Pulau Seribu Kayangan. Di samping setelah terjadinya gempa yang menimpa masyarakat Lombok sejak tanggal 5 Agustus sampai 21 Agustus, tercatat sudah sekitar 1.005 kali gempa dengan skala yang cukup besar seperti 4-6 Skala Richter, yang menjadikan masyarakat memiliki traumatik yang sangat tinggi, sehingga melebihi tsunami Aceh, Padang, maupun Yogjakarta. Waktu saya di sana, pernah suatu malam itu terjadi sampai 14 kali gempa, sehingga kami coba lakukan trauma healing, juga kami lakukan bekam dan kami menyebar relawan ke lima kabupaten yang juga bergabung dengan relawan lain. Kami buka pos yang berdekatan dengan MER-C, kami dirikan empat pos ditingkat kabupaten. Sifatnya di sana yang ada saja, kami kondisikan sebagaimana kemampuan kita. Kami coba bersihkan satu musala yang awalnya tidak ada yang memakai, sehingga setelah dibersihkan, alhamdulillah banyak jamaah yang memenuhi musala tersebut.

MINA: Sebagai relawan yang terjun langsung ke lokasi, upaya apa yang dilakukan dengan kondisi kesehatan para korban?

Ayub: Dengan keadaan di sana yang kurang layak, seperti tinggal di tenda pengungsian, kekurangan air, itu rentan sekali dengan penyakit. Tidak hanya pengungsi, tapi para relawan juga rentan terkena penyakit karena harus bekerja ekstra keras, pola tidur yang tidak teratur, jadi kami bekerja sama dengan bagian kesehatan dan juga pemerintah untuk pembangunan tenda layak pakai agar mereka dapat menata pola hidup yang lebih rapi, nyaman dan bersih.

MINA: Apakah sudah mulai ada pembangunan-pembangunan seperti rumah atau sekolah?

Baca Juga: Wawancara Ekskusif Prof Abdul Fattah El-Awaisi (3): Kita Butuh Persatuan untuk Bebaskan Baitul Maqdis

Ayub: Kalau untuk sekolah itu sangat diutamakan, akhirnya kami membangun tenda untuk sekolah darurat dari terpal-terpal dan kayu-kayu yang ada dan Bupati itu datang. Di sana juga air agak sulit karena air itu terputus sepanjang 2 km. Akhirnya kami bangunkan MCK beserta penampungan airnya juga, tempat shalat itu kami utamakan, juga bantuan Al-Quran untuk masyarakat Lombok Timur, karena mereka sangat membutuhkannya.

MINA: Apa pesan Bapak sebagai masyarakat Indonesia untuk masyarakat Lombok?

Ayub: Hal yang paling miris di sana adalah akidahnya yang belum merata antara masyarakat desa dan kota, jadi pesan dan harapan saya untuk masyarakat Lombok adalah adanya pemerataan keyakinan dan pemahaman tentang Islam. (W/SR/RI-1)

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Wawancara Ekskusif Prof Abdul Fattah El Awaisi (2): Urgensi Rencana Strategis Bebaskan Baitul Maqdis

Rekomendasi untuk Anda

Indonesia
Indonesia
Indonesia
Indonesia