Aceh Perlu Kembangkan Wakaf Tunai

Banda , 22 Rajab 1437/30 April 2016 (MINA) – tunai dalam bentuk uang dinilai mempunyai potensi besar untuk pemberdayaan ekonomi umat dalam meningkatkan kesejahteraan dan menurunkan angka kemiskinan.

Karena, masyarakat baik secara pribadi maupun kelembagaan di Provinsi Aceh yang menjalankan syariat‎ secara kaffah terutama dalam bidang ekonomi , perlu mengembangkan tersebut.

Demikian disampaikan Ustaz H. Masrul Aidi Lc, Pimpinan Dayah Babul Maghfirah, Cot ‎Keu’eung, Kutabaro, Aceh Besar saat mengisi pengajian rutin Kaukus Wartawan Peduli Syariat (KWPSI) di Rumoh Aceh Kupi Luwak, Jeulingke, Banda Aceh, pekan ini, sebagaimana keterangan pers KWPSI yang diterima Mi’raj Islamic News Agency (MINA).

‎”Wakaf uang merupakan potensi yang sangat besar dalam mewujudkan pemberdayaan ekonomi umat. Potensi wakaf uang tersebut mengingat terbukanya kesempatan dan peluang bagi hampir semua kalangan dapat mewakafkan uang, sehingga mampu menghimpun dana yang sangat besar,” ujar Ustaz Masrul Aidi.

‎Dikatakannya, selama ini secara tradisional masyarakat hanya mengenal wakaf berupa benda yang tidak bergerak. Umumnya berupa tanah dan bangunan yang lazimnya dipergunakan untuk tanah pembangunan masjid, sekolah, pesantren maupun fasilitas umum lainnya untuk dipergunakan masyarakat.

Sementara wakaf dalam bentuk uang belum tersosialisasi dengan baik di tengah-tengah masyarakat. Padahal wakaf tunai ini memberi kesempatan yang sangat luas kepada seluruh lapisan masyarakat untuk bersadaqah jariah, dan mendapatkan pahala yang tidak pernah terputus.

Bagaikan sumber mata air yang mengalir sampai jauh tiada pernah berhenti tanpa menunggu menjadi orang kaya terlebih dahulu. Hal berbeda dengan amalan wakaf dalam bentuk tanah atau bangunan, baru dapat diamalkan dengan nilai yang relatif besar.

“Hanya dengan sejumlah uang tertentu sudah dapat berwakaf, dan lembaga penerima wakaf seperti Baitul Mal atau lembaga keuangan syariah lainnya akan mengeluarkan selembar sertifikat wakaf sebagai bukti wakaf. Intinya, wakaf tunai adalah berwakaf dengan sejumlah uang tertentu (termasuk surat berharga), yang bertujuan untuk menghimpun dana abadi umat yang bersumber dari umat Islam,” sebut ulama muda lulusan Universitas Al-Azhar, Kairo ini.

Dia menambahkan, jika wakaf tunai ini dapat disosialisasikan dengan baik ke tengah-tengah masyarakat, sangat besarnya potensi dana yang akan terkumpul. Andaikan saja dari sekitar 5 juta umat Islam di Aceh, mau melaksanakan ibadah wakaf tunai sebesar 20 persen (sekitar 1 juta orang) dengan besaran wakaf Rp50 ribu setiap bulan, maka dalam waktu satu tahun akan terkumpul dana sebesar Rp600 miliar setiap tahun.

Dana ini akan bertambah dari tahun ke tahun, kalau saja gerakan wakaf tunai ini dapat dilaksanakan dengan baik nominalnya, dalam jangka waktu10 tahun saja, akan terhimpun dana triliunan. Tentunya, ini merupakan sumber dana raksasa yang luar biasa yang dimiliki umat Islam.

Alasan lain, mengapa wakaf tunai disebut sebagai sumber dana raksasa, adalah terbukanya peluang yang sebesar-besarnya kepada setiap orang (maupun kelompok, jamaah, korporat) untuk beribadah dalam bentuk shadaqah jariah (berwakaf). Sebab ibadah wakaf tunai ini dapat dilakukan setiap orang tanpa harus menjadi kaya terlebih dahulu.

“Melihat potensi raksasa ini, mestinya umat Islam harus lebih proaktif memikirkan secara serius langkah-langkah yang harus dilakukan untuk menggali potensi wakaf tunai. Dengan tergalinya potensi ini, sangat banyak hal-hal yang dapat dilakukan untuk mengejar ketertinggalan ekonomi umat Islam,” jelasnya.

Pada pengajian yang dimoderatori Dosi Elfian dari Kompas TV Aceh itu, Ustaz Masrul Aidi juga menyampaikan, wakaf tunai sebenarnya bukan persoalan baru dalam agama Islam.

Imam Az-Zuhri (wafat tahun 124 H), telah memfatwakan kebolehan wakaf uang (saat itu berupa dinar dan dirham) untuk pengadaan sarana dakwah, sosial dan pembangunan umat.

Secara formal wakaf tunai ini sudah tuntas diatur dalam UU Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.

Sama halnya dengan wakaf secara umum, dasar hukum wakaf uang adalah AL-Quran, dan Hadis. Adapun ayat-ayat Al-Quran yang menjadi dasar hukum wakaf uang yaitu Al-Quran Surat Ali Imran ayat 92, artinya: “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya”.

‎Sedangkan Hadis yang menjadi dasar wakaf uang adalah Hadis riwayat Muslim, al-Tarmidzi, al-Nasa’i dan Abu Daud dari Abu Hurairah r.a. mengatakan, “Apabila mati anak Adam, terputuslah segala amalnya kecuali tiga macam amalan, yaitu sedekah yang mengalir terus menerus (wakaf), ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang selalu mendo’akan baik untuk kedua oran tuanya”.

“Karenanya, dibutuhkan nazhir yang profesional dan terpercaya sebagai lembaga keuangan syariah atau Baitul Mal ang menerima wakaf tunai dari masyarakat, sehingga umat Islam memiliki kesadaran yang baik untuk melakukan wakaf uang, maka dapat dikumpulkan dana yang sangat besar bagi pengembangan dan pemberdayaan ekonomi umat,” terang Ustaz Masrul Aidi. (L/R05/R02)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Wartawan: Rana Setiawan

Editor: bahron

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.