Jakarta, MINA – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) telah mendalami pelaporan serta bukti terkait buku Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) kelas VI terbitan Yudistira tahun 2008 yang memuat Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
“Penerbit Yudistira meminta maaf dan mengakui bahwa buku yang dilaporkan ke KPAI adalah buku terbitan Yudistira dan telah memuat bahasan negara-negara di Benua Asia dan menampilkannya. Tabel tersebut terdiri atas 3 kolom yaitu kolom nomor, nama negara dan nama ibukota negara. Nama negara diurut sesuai abjad, negara Israel pada urutan nomor 7 dan dikolom ibu kota tertulis Jerusalem. Sedangkan Negara Palestina di urutan no 12 dengan ibu kotanya hanya diisi tanda strip (-) alias kosong,” kata Retno Listyarti Komisoner KPAI Bidang Pendidikan, Senin (19/12).
Menurutnya, buku tersebut diakui belum didaftarkan ke Pusat Buku dan Kurikulum (Pusbukkur Kemendikbud RI), sehingga Penerbit Yudistira menyatakan bertanggungjawab penuh atas isi buku itu dan sudah melakukan revisi seperti yang diberikan kepada KPAI, satu eksemplar sebagai bukti.
“Revisinya adalah ibu kota Israel yaitu Tel Aviv dan ibu kota Palestina yaitu Yerusalem revisi terlampir dalam foto,” ujarnya.
Baca Juga: Wamenag Sampaikan Komitmen Tingkatkan Kesejahteraan Guru dan Perbaiki Infrastruktur Pendidikan
Lebih lanjut ia menjelaskan, penerbit Yudistira sudah mengirimkan surat penjelasan resmi bernomor 12/Pnb-YGI/XII/2017 tertanggal 12 Desember 2017 yang menyatakan, sumber data negara Israel ibu kotanya Yerusalem dari world population sheet 2010. Sumber diakui oleh pihak Yudistira sebagai sumber yang tidak tepat digunakan sebagai referensi penulisan sebuah buku.
Ia menambahkan, penerbit Yudistira akan menarik buku-bukunya dan mengganti buku yang baru yang sudah direvisi, tapi terkendala karena akhir tahun dan banyak sekolah yang sibuk isi rapor dan akan pembagian rapor semester ganjil.
“Jadi kemungkinan besar, baru bisa menarik dan mendistribusi buku pengganti pada Januari 2018. Penerbit berjanji akan melaporkan proses tersebut ke KPAI sebagai lembaga pengawas,” jelasnya.
Terkait dengan buku yang dicetak oleh Intan Pariwara, KPAI mendapatkan penjelasan dari pihak Intan Pariwara melalui email bahwa mereka hanya memperbanyak naskah buku-buku sekolah elektronik (bse) dari pemerintah.
Baca Juga: Hari Guru, Kemenag Upayakan Sertifikasi Guru Tuntas dalam Dua Tahun
“Artinya, Intan Pariwara hanya mencetak bukan sebagai penerbit,” katanya.
Program bse adalah program yang diluncurkan pada era pemerintah Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Saat itu program bse, Kemendiknas melalui Pusat Perbukuan membeli naskah-naskah buku dari para penulis, kemudian diunggah di laman website Kemendiknas dan para penerbit diizinkan memperbanyak secara gratis.
Maksud dan tujuan pembelian hak cipta nakah buku oleh pemerintah patut di apresiasi karena untuk menekan harga buku pelajaran agar murah.
“Sayangnya, proses seleksi dan penilaian bukunya diduga memiliki kelemahan pada penelaah isi dan editan,” tambahnya. (R/R10/RI-1)
Baca Juga: Program 100 Hari Kerja, Menteri Abdul Mu’ti Prioritaskan Kenaikan Gaji, Kesejahteraan Guru
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Delegasi Indonesia Raih Peringkat III MTQ Internasional di Malaysia