New York, MINA – Dewan Perwakilan Rakyat AS telah meloloskan Rancangan Undang-Undang Kebijakan Hak Asasi Manusia Uyghur, The Uighur Act of 2019, dengan dukungan 407 suara, yang memicu kemarahan Cina.
Kebijakan Cina di Xinjiang telah menjadi sorotan dalam beberapa pekan terakhir setelah dokumen pemerintah yang bocor mengungkapkan bagaimana staf mempromosikan pertobatan dan pengakuan di kamp-kamp penjara keamanan tinggi yang dijalankannya bagi etnis Uyghur di provinsi Xinjiang dan menghargai transformasi ideologis, MEMO melaporkan pada Kamis (5/12).
Dokumen yang bocor menunjukkan, dalam satu pekan di tahun 2017, 15.000 orang dari Xinjiang selatan dikirim ke kamp-kamp.
Telah dilaporkan bahwa orang Uyghur dipaksa minum alkohol dan makan daging babi saat berada di “kamp pendidikan ulang”.
Baca Juga: HRW: Pengungsi Afghanistan di Abu Dhabi Kondisinya Memprihatinkan
Seorang wanita yang melarikan diri bahkan mengatakan, para narapidana diperkosa, disiksa dan dijadikan percobaan medis.
UU HAM Uyghur yang masih membutuhkan persetujuan Senat dan presiden itu menentang “penahanan sewenang-wenang, penyiksaan, dan pelecehan” Muslim Uyghur di Tiongkok dan membahas “pelanggaran berat hak asasi manusia yang diakui secara universal, termasuk penahanan massal lebih dari 1.000.000 warga Uyghur.”
Cina “secara sistematis mendiskriminasi” Uyghur dengan membatasi mereka dalam hak sipil dan politik, termasuk kebebasan berekspresi, beragama, gerakan dan pengadilan yang adil.
Dokumen itu juga merinci pengawasan teknologi tinggi yang dilakukan terhadap Uyghur, penggunaan kode QR di luar rumah untuk mengumpulkan informasi tentang seberapa sering orang sholat serta perangkat lunak pengenalan wajah dan suara.
Baca Juga: Gunung Berapi Kanlaon di Filipina Meletus, 45.000 Warga Mengungsi
UU itu menyerukan Presiden AS Donald Trump untuk mengutuk pelanggaran terhadap umat Islam, menyerukan penutupan kamp dan memberikan sanksi kepada pejabat Cina yang terlibat dalam pelanggaran ini khususnya Sekretaris Partai Komunis Xinjiang, Chen Quanguo.
Cina mengatakan UU itu adalah “gangguan besar” yang memfitnah upaya Cina dalam deradikalisasi dan anti-terorisme.
Pemimpin redaksi surat kabar Global Times China mengatakan, Cina mungkin mengeluarkan pembatasan visa pada pejabat dan legislator AS terkait dengan apa yang terjadi di Xinjiang.
Sebagai tanggapan, Cina menangguhkan kunjungan kapal-kapal laut AS dan pesawat ke Hong Kong serta memberikan sanksi pada kelompok-kelompok hak asasi manusia yang berbasis di AS.
Baca Juga: Presiden Korea Selatan Selamat dari Pemakzulan
Pada akhir Oktober, beberapa negara mendukung pernyataan Inggris yang mengutuk catatan hak asasi manusia Beijing tetapi hal itu dimentahkan oleh 54 negara lain.
Mesir, salah satu sekutu China, bahkan memuji Beijing untuk “pencapaian luar biasa dalam hak asasi manusia”. (T/Ast/RI-1)
Mi’raj News Agency (MINA)