Eni Nuraini Wanita Tua Berjilbab, Pelatih Atletik Terbaik Asia

Lalu Muhammad Zohri dan Pelatih, Eni Nuraini (dok: detik)

Jakarta, MINA – , 72 tahun, asal Indonesia baru-baru ini dinobatkan menjadi pelatih yang terbaik se Asia oleh Asosiasi Atletik Asia (AAA) di Doha, Qatar.

Wanita  berjilbab ini mencetak beberapa atlet muda berprestasi tinggi seperti, , atlet pelari muda  Indonesia.

Nama Muhammad Zohri mendadak viral setelah menjadi juara dunia pada Kejuaraan Dunia Atletik Junior 2018. Pemuda kelahiran Nusa Tenggara Barat 1 Juli 2000 ini berhasil mengalahkan dua pelari Amerika Serikat, Anthony Schwartz dan Eric Harrison.

Di balik kesuksesan Zohri tersebut ternyata ada sosok pelatih “bertangan dingin”, Eni Nuraini. Perempuan berusia 72 tahun tersebut tercatat sebagai pelatih pelatnas atletik selama 13 tahun terakhir.

Selain itu, ia  juga berhasil mencetak atlet-atlet sukses lain, seperti Ahmad Sumarsono Sakeh dan Suryo Agung Wibowo, pelari tercepat Asia Tenggara.

Ia mengaku terkejut menjadi pelatih atletik terbaik Asia, karena selama puluhan tahun menjadi pelatih tidak pernah membayangkan atau bermimpi menjadi pelatih terbaik. Bahkan, saat mendaftar penataran kepelatihan pun awalnya hanya coba-coba.

Sejatinya Eni dulunya bukan lah atlet atletik, namun ia merupakan atlet pelatnas renang era 60-an. Eni berhasil menyumbang medali perak di nomor 4 x 100 gaya bebas dan perunggu di nomor 4×100 di Asian Games 1962 dan 1965.

Usai menjadi atlet, Eni ingin menjadi pelatih renang, bahkan pernah melatih di salah satu klub renang di Bandung.

Eni yang dinikahi Sumartoyo Martodihardjo kemudian diboyong ke Jakarta. Dari sana ia bertemu dengan teman-teman semasa dia menjadi atlet dulu, atlet atletik.

“Jadi yang nyuruh ikut penataran menjadi pelatih itu teman-teman atletik. Maka pas didirikan sekolah atletik, teman-teman seperti Carolina Ruopassa (sprinter) itu bilang ‘Sudah kamu ikut penataran saja, tanggalnya ini ini,’ gitu katanya,” Eni menjelaskan dikutip dari detikcom.

Ternyata ia malahan lulus, baik dari tingkat dasar, madya, hingga nasional. Setelah itu, Eni kemudian mengambil lisensi kepelatihan atletik dasar pada tahun 1985.

Saat itu hanya ada dua level untuk bisa menjadi pelatih, paling tinggi lisensi level dua. Setelah itu, Eni malahan sudah mendapatkan lisensi kepelatihan International Association of Athletics Federation (IAAF) level dua.

Eni juga pernah menjadi asisten pelatih Dikdik Jafar yang menangani Suryo Agung cs. Kemudian pada 2007, Dikdik mundur dan Eni menggantikan sebagai pelatih utama.

Bagi Eni menjadi pelatih adalah sebuah panggilan hidup. Dia pun tak memiliki cita-cita lain selain membuat atletnya agar berprestasi.

Seperti dikutip dari HaiBunda. Com. Eni bukan hanya seorang pelatih handal, tapi juga seorang ibu rumah tangga dan nenek yang menginspirasi.

Di sela-sela kesibukannya, Eni masih menyempatkan waktu bercengkerama dengan keluarga. Beberapa kali Eni mengunggah foto kebersamaan dengan cucu-cucunya di akun Instagramnya.

Prestasi yang diraih oleh Eni dan atlet didikannya memang tidak bisa diraih dalam waktu singkat, namun butuh waktu dan kerja keras. (A/Sj/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)