Iltizam Seorang Muslim (bag. 1)

Oleh Bahron Ansori, wartawan MINA

adalah istilah islami yang beberapa waktu ini sering dibicarakan oleh kaum muslimin. Terutama oleh mereka yang berpegang pada manhaj Allah yang berusaha untuk mewujudkannya di muka bumi ini.

Dalam bahasa Arab, kata iltizam digunakan dalam beberapa pengertian, di antaranya sebagai berikut. Pertama, berpegang, memeluk atau menyentuhkan tubuh dengan sesuatu. Misalnya, altazimu asy-syai’a bermakna ‘Aku berpegang dengan sesuatu itu’ atau ‘aku memeluknya’ atau ‘aku menyentuhkan tubuhku dengan sesuatu itu’. Dalam kamus Lisanul Arab dijelaskan, aliltizam bermakna ali’tinaaq ‘memeluk’. (Lisanul Arab, karya Ibnu Manzhur: 12/542).

Kedua, fardhu atau kewajiban atas diri sendiri. Misalnya kalimat, “altazimu asy-syai’a aw al-amra” bermakna ‘aku wajibkan sesuatu atas diriku sendiri’. Redaksi   “iltazama fulaanun ad-daulata” bermakna ‘dia berjanji untuk memberikan sejumlah uang sebagai sewa atas tanah negara yang ia garap’ dan “fahua multazim” yang bermakna ‘dia adalah orang yang menjalankan kewajibannya dengan sempurna’. (al-Mu’jamul Wasiith: 2/823).

Ketiga, terus menjalankan sesuatu atau menemaninya. Seperti kalimat “lazima asy-syai’a yalzimuhu lazma wa luzuman” ‘Dia terus-menerus mengerjakan sesuatu tanpa pernah putus’. (al-Mu’jamul Wasiith: 2/823).

Kata di atas terdapat dalam hadits,

مَنْ لَزِمَ الِاسْتِغْفَارَ جَعَلَ اللَّهُ لَهُ مِنْ كُلِّ ضِيقٍ مَخْرَجًا وَمِنْ كُلِّ هَمٍّ فَرَجًا وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ

“Barangsiapa yang selalu (terus-menerus) beristighfar, maka Allah menjadikan baginya pada setiap kesempitan suatu solusi, dan setiap keprihatinan suatu jalan keluar, dan Allah memberinya rezeki dari jalan yang tak terduga.” (HR. Abu Dawud).

Keempat, berpisah atau membedakan diri dengan bentuk yang jelas. Dikatakan dalam kitab Lisanul Arab, bermakna “menempel pada sesuatu dan merutinkan, juga bermakna memutuskan masalah dalam masalah, sehingga seakan-akan ia adalah lawannya.” Hal ini seperti dalam firman Allah di Qur’an surat al Furqan ayat 77,

قُلْ مَا يَعْبَؤُا بِكُمْ رَبِّيْ لَوْلَا دُعَاۤؤُكُمْۚ فَقَدْ كَذَّبْتُمْ فَسَوْفَ يَكُوْنُ لِزَامًا

“Katakanlah (Muhammad, kepada orang-orang musyrik), “Tuhanku tidak akan mengindahkan kamu, kalau tidak karena ibadahmu. (Tetapi bagaimana kamu beribadah kepada-Nya), padahal sungguh, kamu telah mendustakan-Nya? Karena itu, kelak (azab) pasti (menimpamu).”

Az-Zujaj berkata bahwa Ubaidah berkata, “Makna kata lizaam pada ayat di atas artinya adalah pemutus.” (Lisanul Arab: 12/542).

Ditinjau dari sisi syariat, iltizam bermakna, “berpegang pada manhaj Allah melalui jalan fardhu dan mewajibkan, sambil rutin atau senantiasa menjalankannya, dalam bentuk yang membuat diri menjadi berpisah dan berbeda dengan penganut lain. Maka dengan itu terwujudlah kebahagiaan, kemenangan, dan keselamatan di dunia akhirat.”

Iltizam dengan makna di atas, artinya sama dengan pengertian: “taat, istiqomah, jujur, menyerahkan diri kepada Allah, bertakhim kepada syariat Allah, taufik dan takwa”.

Beberapa dalil keutamaan iltizam

Iltizam adalah obyek dan tujuan dalam pengutusan para nabi dan rasul, seperti dalam firman Allah Ta’ala,

شَرَعَ لَكُمْ مِّنَ الدِّيْنِ مَا وَصّٰى بِهٖ نُوْحًا وَّالَّذِيْٓ اَوْحَيْنَآ اِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهٖٓ اِبْرٰهِيْمَ وَمُوْسٰى وَعِيْسٰٓى اَنْ اَقِيْمُوا الدِّيْنَ وَلَا تَتَفَرَّقُوْا فِيْهِۗ كَبُرَ عَلَى الْمُشْرِكِيْنَ مَا تَدْعُوْهُمْ اِلَيْهِۗ اَللّٰهُ يَجْتَبِيْٓ اِلَيْهِ مَنْ يَّشَاۤءُ وَيَهْدِيْٓ اِلَيْهِ مَنْ يُّنِيْبُۗ

“Dia (Allah) telah mensyariatkan kepadamu agama yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu tegakkanlah agama (keimanan dan ketakwaan) dan janganlah kamu berpecah belah di dalamnya. Sangat berat bagi orang-orang musyrik (untuk mengikuti) agama yang kamu serukan kepada mereka. Allah memilih orang yang Dia kehendaki kepada agama tauhid dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya bagi orang yang kembali (kepada-Nya).” (Qs. Asy Syura: 13).

Karena dalil di atas, maka datang nash-nash lain yang menjelaskan tentang keutamaan dan kedudukan iltizam. Berikut ini adalah beberapa dalil iltizam dari al Qur’an.

فَمَنْ تَبِعَ هُدَايَ فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَ

“…maka barangsiapa mengikuti petunjuk-Ku, tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.” (Qs. al Baqarah: 38).

بَلٰى مَنْ اَسْلَمَ وَجْهَهٗ لِلّٰهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَلَهٗٓ اَجْرُهٗ عِنْدَ رَبِّهٖۖ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَ

Tidak! Barangsiapa menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah, dan dia berbuat baik, dia mendapat pahala di sisi Tuhannya dan tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.”  (Qs. al Baqarah: 112).

قُلْ اِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللّٰهَ فَاتَّبِعُوْنِيْ يُحْبِبْكُمُ اللّٰهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ ۗ وَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

Katakanlah (Muhammad), “Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”

Dan masih banyak lagi dalil-dalil dari al Qur’an membicarakan tentang iltizam ini di antaranya: Qs. an Nisa: 13-14, 69-70 / Qs. Ali Imron : 15-17 / al Anfal:24 / Qs. al A’raf: 170 / Qs. Yunus: 26-27 / Qs. Hud: 112-115 / Qs. ar Ra’d: 18-25 / Qs. al Kahfi: 110 / Qs. Maryam: 96 / Qs. Lukman: 22 / Qs. al Anbiya: 92 dan lainnya.

Hukum iltizam

Iltizam secara umum adalah wajib hukumnya bagi setiap manusia, mengingat keumuman sasaran redaksi perintah tentang hal ini (iltizam). Seperti terdapat dalam al Qur’an dan sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam.

Dalam al Qur’an Allah Ta’ala berfirma,

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ وَالَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ

الَّذِيْ جَعَلَ لَكُمُ الْاَرْضَ فِرَاشًا وَّالسَّمَاۤءَ بِنَاۤءً ۖوَّاَنْزَلَ مِنَ السَّمَاۤءِ مَاۤءً فَاَخْرَجَ بِهٖ مِنَ الثَّمَرٰتِ رِزْقًا لَّكُمْ ۚ فَلَا تَجْعَلُوْا لِلّٰهِ اَنْدَادًا وَّاَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ

“Wahai manusia! Sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dan orang-orang yang sebelum kamu, agar kamu bertakwa.(Dialah) yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dialah yang menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia hasilkan dengan (hujan) itu buah-buahan sebagai rezeki untukmu. Karena itu janganlah kamu mengadakan tandingan-tandingan bagi Allah, padahal kamu mengetahui.” (Qs. al Baqarah: 21-22).

Macam-macam iltizam

Iltizam terbagi menjadi dua; pertama, iltizam umum, yaitu yang berada di luar batas-batas harakah. Iltizam umum ini terbagi menjadi empat antara lain; iltizam terhadap Allah Ta’ala, iltizam muslim terhadap diri dan pribadinya, iltizam seorang muslim terhadap keluarganya, anak-anaknya, kerabat dan saudaranya. Keempat iltizam seorang muslim terhadap masyarakat, umatnya, dan manusia seluruhnya.

Kedua, iltizam khusus, yaitu iltizam yang ada dalam batas-batas harakah / jamaah. Iltizam khusus ini terbagi menjadi tiga antara lain; pertama, iltizam campuran antara jundiyah dan qiyadah. Kedua, iltizam jundiyah, ketiga, iltizam qiyadah.(A/RS3/P2)

bersambung…

(Sumber: Buku Al-Iltizam: Ta’riifuhu ‘Umumuhu, Khushushuhu, karya Ali Muhammad Khalil ash-Sfti)

 

Mi’raj News Agency (MINA)

 

 

Wartawan: Bahron Ansori

Editor: Widi Kusnadi

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.