Samarinda, 24 Muharram 1436/17 November 2014 (MINA)- Untuk kesekian kalinya, Pondok Pesantren Shuffah Hizbullah Al-Fatah Samarinda direndam banjir lumpur, Kamis (27/11) sore.
“Ini banjir yang cukup besar, bahkan sampai masuk ke rumah beberapa ustadz setinggi lutut,” kata Kepala Seksi Ukhuwwah Pondok Pesatren Shuffah Hizbullah Al-Fatah Samarinda, Ahmad Fauzi kepada Mi’raj Islamic News Agency (MINA).
Menurutnya, pihak pesantren sudah melakukan berbagai upaya guna mengatasi permasalahan banjir yang melanda lingkungan pesantren. Namun usaha yang telah dilakukan belum menemui hasil yang diharapkan.
“Kami sudah meminta bantuan ke pihak Pemerintah Kota Samarinda, berapa mediasi juga sudah dilakukan antara pihak pesantren dengan perusahaan tambang oleh Badan Lingkungan Hidup Samarinda, bahkan Wali Kota Samarinda pernah menghadiri tabligh akbar yang kami lakukan dengan membawa kepala BLH dan berpesan agar jangan sampai terjadi banjir lagi di pesantren, tapi sampai saat ini belum ada tindak lanjutnya”, ujarnya.
Baca Juga: Menag Tekankan Pentingnya Diplomasi Agama dan Green Theology untuk Pelestarian Lingkungan
Menurut pria yang pernah turut membangun Rumah sakit Indonesia di Gaza, Palestina ini, pihak tambang pernah menemui pimpinan pesantren dan meminta maaf atas dampak negatif penambangan yang terjadi pada pesantren, tapi setelah itu tidak ada tanggung jawabnya.
Di sebelah utara pondok pesantren, katanya, terdapat daerah bekas tambang batubara yang sudah tidak terurus lagi dan dibiarkan begitu saja tanpa reboisasi, bahkan beberapa waktu lalu terjadi lagi penambangan liar yang menjorok ke tanah warga sampai dibawakan parang oleh pemiliknya untuk berhenti menambang.
Dari pantauan MINA, ketinggian air bercampur lumpur mencapai paha orang dewasa, aliran air yang sangat deras itu pun memasuki beberapa rumah yang sebagian besar masih terbuat dari kayu di lingkungan pesantren, sehingga seisi rumah menjadi basah akibat banjir besar tersebut.
Beberapa santri Pondok Pesantren Shufah Hizbullah Al-Fatah Samarinda keluar dari asrama untuk membantu warga yang tinggal di lingkungan pesantren. Beberapa diantara mereka terlihat sedang membawa kulkas dari rumah warga untuk diselamatkan ke tempat yang lebih tinggi.
Baca Juga: Menhan: 25 Nakes TNI akan Diberangkatkan ke Gaza, Jalankan Misi Kemanusiaan
Menurut Muadz, santri yang juga mahasiswa Kehutanan Universitas Mulawarman, banjir di Samarinda semakin parah akibat daerah pusat kota tak memiliki sarana pengendali banjir seperti volder, waduk dan daerah resapan air ditambah pengupasan top soil yang terjadi secara besar-besaran. Kondisi ini diperparah dengan buruknya sistem drainase yang tak bisa menampung limpahan air hujan.
“Hujan sebentar saja, Samarinda sudah banjir. Pemerintah mestinya cepat tangani bencana banjir,” ujarnya.
Pondok Pesantren yang pernah didatangi Danrem 091 ASN, Walikota, Wakil Walikota Samarinda, Dandim 0901/Smd kondisinya saat ini memprihatinkan dibanding empat tahun sebelumnya.
“Sebelum tahun 2010 kami tidak pernah kebanjiran walaupun hujan sangat deras, tapi semenjak dibukanya tambang, yang hanya berjarak sekitar 900 meter di sebelah utara pesantren, hujan sedikit saja langsung banjir bercampur lumpur,” kata Fauzi.
Baca Juga: BMKG: Waspada Gelombang Tinggi di Sejumlah Perairan Indonesia
Dia berharap pemerintah kota dapat mengambil langkah strategis secepatnya sehingga kegiatan kajian keislaman di pesantren tidak terganggu. “Kami berdo’a mudah-mudahan Pak Ja’ang dan Pak Nusyirwan diberikan kekuatan untuk mengayomi rakyatnya, sehingga beliau akan mudah mempertanggungjawabkan amanah kepeminpinan ini di hadapan Allah SWT,” ujarnya. (L/P010/R01)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Longsor di Salem, Pemkab Brebes Kerahkan Alat Berat dan Salurkan Bantuan