KEUTAMAAN BULAN MUHARRAM

(dok. Newsfarras)
(dok. Newsfarras)

Oleh Rendy Setiawan, Jurnalis Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Hari ini, kaum Muslimin telah memasuki tahun baru . Telah kita ketahui bersama, bulan pertama dalam kelender Hijriyah adalah bulan . Pada bulan ini, Allah Ta’ala memuliakannya dari bulan-bulan yang lain.

Allah Ta’ala telah menjadikan bulan Muharram sebagai bulan yang mulia dan menjadikannya sebagai salah satu dari empat bulan haram (yang disucikan).

Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ عِدَّةَ ٱلشُّہُورِ عِندَ ٱللَّهِ ٱثۡنَا عَشَرَ شَہۡرً۬ا فِى ڪِتَـٰبِ ٱللَّهِ يَوۡمَ خَلَقَ ٱلسَّمَـٰوَٲتِ وَٱلۡأَرۡضَ مِنۡہَآ أَرۡبَعَةٌ حُرُمٌ۬‌ۚ ذَٲلِكَ ٱلدِّينُ ٱلۡقَيِّمُ‌ۚ فَلَا تَظۡلِمُواْ فِيہِنَّ أَنفُسَڪُمۡ‌ۚ

Artinya: “Sesungguhnya jumlah bulan di sisi Allah ada 12 bulan (yang telah ditetapkan) di dalam kitab Allah sejak menciptakan langit dan bumi. Di antara 12 bulan tersebut terdapat 4 bulan yang suci. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kalian menzhalimi diri kalian pada bulan-bulan (suci) tersebut.” (Qs. At Taubah : 36)

Diantara keempat bulan suci (haram) tersebut adalah bulan Muharram, Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Rajab.

Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam,

السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ، ثَلاَثٌ مُتَوَالِيَاتٌ: ذُو القَعْدَةِ وَذُو الحِجَّةِ وَالمُحَرَّمُ، وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِي بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ

Artinya“Satu tahun ada 12 bulan, diantaranya ada 4 bulan suci: 3 bulan secara berurutan yaitu Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan bulan Rajab diantara bulan Jumada dan bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari)

Mengapa keempat bulan tersebut dinamakan bulan haram?

Abu Ya’la Rahimahullah mengatakan, “Dinamakan bulan haram karena dua makna,

Pertama, pada bulan tersebut diharamkan berbagai pembunuhan sebagaimana yang diyakini oleh orang-orang Jahiliyyah dahulu.

Kedua, pada bulan tersebut larangan untuk melakukan perbuatan maksiat lebih ditekankan daripada bulan yang lainnya dikarenakan mulianya bulan tersebut.”

Puasa Asy-Syura

Dalam bulan Muharram, ada amalan-amalan yang dianjurkan oleh Rasulullah. Diantaranya adalah berpuasa pada tanggal 10 Muharram. Pada tanggal 10 Muharram inilah dimana syariat puasa pertama kali diwajibkan sebelum diwajibkannya puasa Ramadhan. Dari Rubayyi’ binti Mu’awwidz Radliallahu ‘Anha, ia mengatakan,

أرسل النبي صلى الله عليه وسلم غداة عاشوراء إلى قرى الأنصار : ((من أصبح مفطراً فليتم بقية يومه ، ومن أصبح صائماً فليصم)) قالت: فكنا نصومه بعد ونصوّم صبياننا ونجعل لهم اللعبة من العهن، فإذا بكى أحدهم على الطعام أعطيناه ذاك حتى يكون عند الإفطار

Artinya:“Suatu ketika, di pagi hari ‘Asyura, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus seseorang mendatangi salah satu kampung penduduk Madinah untuk menyampaikan pesan: “Siapa yang di pagi hari sudah makan maka hendaknya dia puasa sampai maghrib. Dan siapa yang sudah puasa, hendaknya dia lanjutkan puasanya.” Rubayyi’ mengatakan: Kemudian setelah itu kami puasa, dan kami mengajak anak-anak untuk berpuasa. Kami buatkan mereka mainan dari kain. Jika ada yang menangis meminta makanan, kami memberikan mainan itu. Begitu seterusnya sampai datang waktu berbuka.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Setelah Allah Ta’ala mewajibkan puasa Ramadlan, puasa ‘Asyura menjadi puasa sunnah. ‘Aisyah Radliallahu ‘Anha mengatakan,

كان يوم عاشوراء تصومه قريش في الجاهلية ،فلما قد المدينة صامه وأمر بصيامه ، فلما فرض رمضان ترك يوم عاشوراء ، فمن شاء صامه ، ومن شاء تركه

Artinya: “Dulu hari ‘Asyura dijadikan sebagai hari berpuasa orang Quraisy di masa jahiliyah. Setelah Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tiba di Madinah, beliau melaksanakn puasa ‘Asyura dan memerintahkan sahabat untuk berpuasa. Setelah Allah wajibkan puasa Ramadhan, beliau tinggalkan hari Asyura’. Siapa yang ingin puasa Asyura’ boleh puasa, siapa yang tidak ingin puasa Asyura’ boleh tidak puasa.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Selain itu, Hari ‘Asyura merupakan hari yang sangat dijaga keutamannya oleh Rasulullah, sebagaimana hadits dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu ‘Anhuma,

ما رأيت النبي صلى الله عليه وسلم يتحرى صيام يوم فضَّلة على غيره إلا هذا اليوم يوم عاشوراء ، وهذا الشهر – يعني شهر رمضان

Artinya: “Aku tidak pernah melihat Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam begitu menjaga keutamaan satu hari di atas hari-hari lainnya, melebihi hari ini (yaitu hari‘Asyuro) dan bulan yang ini (yaitu bulan Ramadhan).” (HR. Bukhari dan Muslim)

Salah satu bentuk menjaga keutamaan hari ‘Asyura yang dilakukan oleh Rasulullah adalah dengan berpuasa pada hari tersebut. Sebagaimana hadits dari jalur Ibnu ‘Abbas –radhiyallahu ‘anhuma-,

قَدِمَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – الْمَدِينَةَ وَالْيَهُودُ تَصُومُ عَاشُورَاءَ فَقَالُوا هَذَا يَوْمٌ ظَهَرَ فِيهِ مُوسَى عَلَى فِرْعَوْنَ . فَقَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – لأَصْحَابِهِ «أَنْتُمْ أَحَقُّ بِمُوسَى مِنْهُمْ ، فَصُومُوا.

Artinya: “Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai di Madinah, sementara orang-orang Yahudi berpuasa ‘Asyuro, mereka mengatakan, “Ini adalah hari di mana Musa menang melawan Fir’aun.” Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada para sahabat, “Kalian lebih berhak terhadap Musa dari pada mereka (orang Yahudi), karena itu berpuasalah” (HR. Bukhari)

Rasulullah juga menyebutkan pahala bagi orang yang melaksanakan puasa sunnah ‘Asyuro, sebagaiamana riwayat dari Abu Musa Al Asy’ari Radhiyallahu ‘Anhu,

صوم يوم عاشوراء كفارة سنة

Artinya:Puasa ‘Asyura menjadi penebus dosa setahun yang telah lewat” (HR. Muslim)

Begitu tingginya nilai ibadah yang terkandung didalam puasa ‘Asyura sehingga amatlah rugi seorang muslim yang meninggalkannya.

Puasa Tasu’a

Untuk menyelisihi amalan orang-orang Yahudi, setahun sebelum Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam wafat, beliau berrtekad untuk tidak berpuasa hari ‘Asyura (tanggal 10 Muharram) saja, tetapi beliau menambahkan puasa pada hari sebelumnya yaitu puasa Tasu’a (tanggal 9 Muharram).

Dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu ‘Anhuma, beliau mengatakan, ketika Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam berpuasa‘Asyura dan menganjurkan para sahabatnya untuk berpuasa, mereka berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ini adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani”. Maka beliau bersabda,“Kalau begitu tahun depan Insya Allah kita akan berpuasa juga pada hari kesembilan (Tasu’a, untuk menyelisihi Ahli kitab).

Ibnu ‘Abbas berkata, “Belum sampai tahun berikutnya, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah wafat.”

Shaikh ‘Utsaimin Rahimahullah mengatakan, sebagian ulama ada yang berpendapat di-makruh-kannya berpuasa pada tanggal 10 Muharram saja, karena menyerupai orang-orang Yahudi. Tapi ada ulama lain yang membolehkannya meskipun pahalanya tidak sesempurna jika digandengkan dengan puasa sehari sebelumnya (tanggal 9 Muharram).

Semoga Allah senantiasa memberikan kita taufik untuk tetap teguh berada di atas jalan kebenaran-Nya, bersegera memperbaiki diri sebelum datang hari dimana semua amalan akan sia-sia, dan menjauhkan dari perbuatan maksiat yang bisa membuat noda hitam di hati kita. Aamiin (P011/R02)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Wartawan: Rendi Setiawan

Editor: Bahron Ansori

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments: 0