Oleh: Zaenal Muttaqin
Masyarakat muslim di Perancis dihebohkan oleh cuitan Walikota Venelles Prancis Selatan, Robert Chardon di Twitternya yang menyebutkan Islam di Prancis akan dilarang pada 18 Oktober tahun 2027.
Chardon melarang warganya memeluk Islam dan pada 2027 warga yang masih memeluk Agama Islam akan diusir. “Agama Islam akan dilarang di Perancis pada 18 Oktober 2027,” kalimat ini berasal dari tweet Robert Chardon, Ahad (17/5).
Chardon berulang kali membuat tweet tentang larangan agama Islam tersebut pada 14 Mei 2015. Tentu saja setelah Chardon menulis di Twitter-nya, muncul kontroversi. Terlebih Chardon juga menambahkan, “siapa pun yang mempelajari Islam akan dibuang ke perbatasan”.
Baca Juga: Tak Ada Tempat Aman, Pengungsi Sudan di Lebanon Mohon Dievakuasi
Chardon mendapat kecaman dari seluruh umat Muslim di Perancis, tak ketinggalan pula kaum konservatif, termasuk mantan Presiden Perancis Nicolas Sarkozy. Kaum konservatif menolak keras pernyataan provokatif Chardon tersebut.
Islam saat ini merupakan agama terbesar kedua di Perancis dan negara ini menjadi rumah bagi minoritas muslim terbesar di Eropa. Maka ketika Walikota Chardov naik, ia berniat menghapuskan Islam dari Perancis, bahkan menghapus sekuralisme.
Juru bicara UMP (Union for a Popular Movement) mengutuk tweet wali kota anti Islam tersebut. “Kami telah memulai prosedur untuk mengusir Chardon dari partai,” ujar Pierre-Albert Mazars.
Sang Walikota Robert Chardon, telah ‘dipensiunkan’ sementara dari partainya sebagai hukuman atas tweet provokatifnya itu. Tak disangka, tweet provokatif itu menjadi bagian dari diskusi mantan presiden Nicolas Sarkozy, yang juga memimpin partai UMP, partai tempat bernaung sang wali kota.
Baca Juga: Pengungsi Sudan Menemukan Kekayaan Di Tanah Emas Mesir
Sarkozy, yang berniat mencalonkan diri lagi sebagai presiden pada 2017, menegaskan sikapnya atas perilaku anak buahnya tersebut. “Saya mengutuk semua usulan itu,” ujarnya seperti diberitakan Independent, Ahad (17/5).
Wakil Presiden UMP, Nathalie Kosciusko-Morizet juga resmi mengumumkan partainya telah menangguhkan Chardon dan menyiapkan prosedur pemecatan dia dari partai.
“Saya telah meminta salinan prosedur pemecatan. Sikapnya tidak mencerminkan nilai-nilai dan program UMP,” katanya.
Sementara itu, pendiri Partai République (PIR) di Perancis, Mehdi Meftah mengatakan, Islam di Prancis tidak akan punah atau dilarang kehadirannya seperti yang disampaikan oleh Robert Chardon. Justru Islam di Prancis akan semakin berkembang dan akan kian terlihat serta terbuka di masyarakat.
Baca Juga: Terowongan Silaturahim Istiqlal, Simbol Harmoni Indonesia
“Kami menafsirkan Islam akan semakin besar (di Prancis), kami (Muslim Prancis) akan lebih terbuka dan lebih terlihat,” kata Mehdi seperti dikutip dari Aljazeera, Sabtu (16/5).
Bahkan Mehdi bertekad, partainya – salah satu partai Islam yang ada di Prancis – akan memperjuangkan agar muslim di Prancis tetap mendapatkan hak-haknya sebagai warga negara untuk memperoleh perlindungan dari hal-hal yang negatif.
Saat ini umat Muslim di Prancis sudah mengalami kemajuan dibanding beberapa tahun sebelumnya yang sangat terpinggirkan. Lewat gerakan organisasi termasuk melalui partai PIR, terus mendorong politisi muslim dan politisi lain untuk turut memperjuangkan kepentingan umat Islam di negara yang terkenal dengan menara Eiffel tersebut.
“Kami ada di sini untuk selamanya. Tidak ada yang dapat mengubah realitas keberadaan Islam di sini,” tegas Mehdi. (T/R11/R01)
Baca Juga: Bukit Grappela Puncak Eksotis di Selatan Aceh
*Dari berbagai sumber.
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Masjid Harun Keuchik Leumik: Permata Spiritual di Banda Aceh