PENGEMBANG KLARIFIKASI ISU “GAZA IN JAKARTA”

Seorang wartawan Republika mengkonfirmasi isu "Gaza In Jakarta" kepada Drs. Ichsan Thalib, Direktur PT. FIM Jasa Eka Tama (kanan) dan keluarganya, Jumat 19 Juni 2015 di Balaikota DKI Jakarta. (Foto: Rudi/MINA)
Seorang wartawan Republika mengkonfirmasi isu “Gaza In Jakarta” kepada Drs. , Direktur PT. FIM Jasa Eka Tama (kanan) dan keluarganya, Jumat 19 Juni 2015 di Balaikota DKI Jakarta. (Foto: Rudi/MINA)

Jakarta, 2 Ramadhan 1436/19 Juni 2015 (MINA) – Isu “Gaza In Jakarta” tiba-tiba merebak panas di dunia maya yang menggambarkan adanya masjid yang diblokade di Cipete Utara, Kebayoran Baru, oleh pihak dan hanya memberi akses masuk yang sempit.

Masalah yang menurut pihak pengembang PT. FIM Jasa Eka Tama sudah selesai tahun lalu itu, kembali mencuat setelah beberapa oknum menyebarkan video kesaksian warga di gang selebar 1,5 meter dan foto yang menunjukkan warga lokal melompati tembok yang dilengkapi kawat duri, untuk sampai ke Masjid BSC Al-Futuwwah.

Pada Jumat, 19 Juni 2015, Direktur PT. FIM Jasa Eka Tama, Drs. Ichsan Talib, beserta kuasa hukumnya menemui Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan memberikan bukti-bukti dari permasalahan sebenarnya yang terjadi.

“Ini masalah lama, kok diungkit-ungkit lagi. Ini sudah selesai,” kata Ahok kepada pihak pengembang saat bertemu Jumat pagi.

Sementara itu, kuasa hukum pihak pengembang mengaku, mereka tidak habis pikir, kenapa warga melompati tembok yang berkawat duri, padahal ada jalan masuk, meski harus memutari tembok pembatas.

Denah lokasi Masjid Al-Futuwwah di Cipete Utara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Lengkap dengan permintaan konpensasi Rp 6,5 miliar tertanggal 23 Agustus 2013. (Foto: Rudi/MMINA)
Denah lokasi Masjid Al-Futuwwah di Cipete Utara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Lengkap dengan permintaan konpensasi dari pihak Masjid Al-Futuwwah Rp 6,5 miliar tertanggal 23 Agustus 2013. (Foto: Rudi/MMINA)

“Ini bukan masalah penutupan masjid, tapi ini soal uang, saya tahu sekali. Ini bukti-buktinya ada,” kata R. Artha Wicaksana, kuasa hukum PT. FIM Jasa Eka Tama, sambil menunjukkan dokumen-dokumen yang berisi pengajuan dana konpensasi milyaran rupiah dari oknum masjid.

Mi’raj Islamic News Agency (MINA) menemui Ichsan Thalib di Balaikota DKI Jakarta usai petemuan pihaknya dengan Gubernur, untuk mengklarifikasi isu yang beredar luas di media sosial dengan judul “Gaza In Jakarta”.

Berikut hasil wawancara reporter MINA dengan Ichsan Thalib:

MINA : Menurut Gubernur DKI, masalah ini sudah selesai tahun lalu, kenapa kembali ramai dipermasalahkan?

Ichsan Thalib: Ini adalah masalah 2013 dan 2014 yang kembali mencuat, intinya bukan dari pihak kami. Dari pihak kami sudah clear (selesai), yaitu akses depan menuju Masjid BSC Al-Futuwwah.

Ini adalah masalah seorang warga yang bernama Mates yang merasa kecewa dengan pihak M. Sanwani Na’im, Ketua Masjid Al-Futuwwah, karena aksesnya ditutup. Itu urusan internal antar warga, bukan pada kami.

Hanya, mungkin yang enak dijual adalah urusannya dengan kami, sehingga masalah ini diangkat di awal Ramadhan. Mungkin ada maksud-maksud lain di balik itu. Itu yang saya tidak tahu.

Warga Cipete Utara, Kebayoran Baru, memilih melompati tembok untuk ke Masjid Al-Futuwwah, meski ada jalan yang lebih aman. (Foto: dok. GemaIslam.com)
Warga Cipete Utara, Kebayoran Baru, memilih melompati tembok untuk ke Masjid Al-Futuwwah, meski ada jalan yang lebih aman. (Foto: dok. GemaIslam.com)

MINA : Bagaimana tentang akses yang lebarnya hanya 1,5 meter dan warga menuntut kembali menjadi 3 meter?

Ichsan Thalib: Ini yang tidak mungkin. Jalan depan kami itu hanya 5 meter, jika diambil tiga meter, malah saya yang nantinya tidak bisa masuk.

Dulu ada dua akses. Dari depan, akses dari saya 1,5 meter dan belakang dari Pak Mates sekitar 1 meter. Yang 1 meter ditutup oleh Pak Mates warga belakang. Itu tanyanya ke Pak Mates, urusannya dengan Pak Mates. Karena pak Mates dan Pak Sani (M. Sanwani Na’im ) ribut internal, tapi bolanya dilempar ke saya. Jelas saya tidak bisa, itu urusan internal mereka.

Kenapa kami tembok? Karena warga berani melakukan pengecoran membuat lapangan futsal di tanah kami.

Kita memberi akses ke masjid bisa dua motor bolak balik. Itulah yang kita mediasikan ke walikota tahun lalu. Dan itu menurut kami sudah clear dan kami sudah ikhlas dengan mewakafkan tanah kami sekitar 300 meter, tetapi ketika masjid itu pun nantinya dalam bentuk wakaf, berbarengan, karena masjid belum memiliki surat wakaf.

MINA: Beberapa media menuding adanya skenario, pengembang mempersulit warga agar masjid sepi dan kemudian bisa dibebaskan oleh pengembang. Benarkah?

Ichsan Thalib: Tidak ada. Kami tidak punya maksud untuk memperluas aset di situ. Dari awal yang kami strategikan tidak ada lagi perluasan, bahkan pihak masjid sebaiknya bisa bekerjasama dengan lingkungan.

Jadi tidak ada rencana kami untuk perluasan lahan. Malah dari pihak pengurus pribadi membeli tanah di sekitar masjid yang kemudian ditawarkan kepada kami. Dengan bukti-bukti terlampir. Itu yang kami tidak cocok, karena secara ekonomi tidak “masuk” (tidak sesuai).

MINA: Bagaimana dengan video kesaksian warga yang telah tersebar di You Tube dan dipublish oleh salah satu media untuk menyerang Bapak?

Ichsan Thalib: Ini masalah setting-settingan yang membuat masyarakat “kabur” dari masalah utama. Karena ada niatan lain yang menyangkut dengan kegiatan sosial kami di tempat-tempat lain. Jadi masalah tanah ini seolah-olah dijadikan “minyak tanah” untuk menghasut urusan lain. Ini adalah niatan yang sudah kebablasan.

MINA: Sejauh ini, apakah sudah ada media yang klarifikasi ke Bapak terkait isu ini?

Ichsan Thalib: Sejauh ini baru Detik, Republika.

MINA: Apakah ada permintaan dana dari pihak masjid terkait kasus ini sebelumnya?

Ichsan Thalib: Dari pihak masjid ada, dalam artian oknum pribadi, masjid tidak. Dari pribadi itu memang ada permintaan untuk dibeli (tanahnya), negosiasi itu terjadi dua tahun lalu, tapi kami tidak sepakat dengan negosiasi itu, sehingga kami memutuskan, ya sudah yang ada saja. Lantas diberikan jalan satu setengah meter. Dan itulah saran yang diberikan oleh Walikota Jakarta Selatan kepada kami. Dan kami jalankan tahapan-tahapan itu.

MINA: Apakah tahapan-tahapan itu ada dokumentasinya?

Ichsan Thalib: Ada dokumentasinya dan bisa kami pertanggungjawabkan atas musyawarah ke berbagai pihak ini.

MINA: Dengan diangkatnya kembali kasus ini oleh beberapa media, apa yang bapak simpulkan?

Ichsan Thalib: Saya tidak bisa menuduh dengan tegas. Tapi tentunya masyarakat punya kesimpulan tersendiri tentang masalah ini. Di mana kegiatan sosial ini memiliki setting-settingan tersendiri. Itu yang saya khawatirkan.

Memang sebelum ini sudah ada brosur-brosur yang disebar ke seluruh masjid berisi fitnah kepada kami. Dan fitnah itu, dari urusan tanah merembet ke urusan sosial kami?

Selain dari itu, kami tidak paham lagi apa maunya dia (penyebar fitnah).

Adapun urusan penutupan di bagian Barat (akses belakang), bukan urusan dengan kami, tapi urusan dengan warga yang bernama Mates. Dia adalah warga setempat, pemilik tanah di dekat lahan kami. Kebetulan, dia meminta kami untuk membeli tanahnya, tetapi saya katakan, “bereskan dulu urusan internal Anda”.

MINA: Dari pemberitaan yang telah tersebar, kesalahan apa yang Bapak lihat dari media?

Ichsan Thalib: Dari pemberitaan, awalnya menyudutkan dan tidak balance (seimbang), tetapi hari ini sudah mulai balance, karena masalah utama itu jalan masuk. Buktinya mereka masih bisa masuk dari akses yang kami berikan.

Soal lompat pagar itu kan cuma dibuat skenario sandiwara tersendiri, supaya masyarakat simpatik kepada oknum yang menjual nama masjid ini. Itu settingan yang saya lihat terjadi. Soal jalannya, orang yang pergi ke masjid tetap bisa. (L/P001/P2)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments: 0